Selasa, 15 Juli 2008

Pulau Seribu Vila

Bali pantas menyandang prediket, pulau seribu vila. Investasi di bisnis ini terus mengucur.

Vila-vila berserak menyusuri pantai-pantai di selatan Bali, menerjang kawasan pertanian dan berkerumun di sekitar Seminyak, Kuta. Hampir seluruhnya termasuk di wilayah Badung. Pendataan terakhir di kabupaten terkaya itu menunjukkan, sedikitnya terdapat 711 vila. Sayangnya, hanya 253 vila yang legal. Sebagian besar adalah vila yang dibangun sebagai private homes (rumah tinggal) namun kemudian dibisniskan sebagai akomodasi wisata.

Dari sisi hukum , jelas itu adalah situasi yang memprihatinkan. Tapi kacamata bisnis melihat, fenomena itu menunjukkan arah baru perkembangan pariwisata Bali. “Memang ada kecenderungan turis memilih tinggal di Vila,” kata Ketua Bali Villa Association (BVA), Ismoyo S Soemarlan.

Riset BVA menunjukkan, hunian vila terus meningkat dari hanya 5 persen dari total wisman ke Bali pada tahun 2005 yang totalnya mencapai 1,386.449 orang menjadi 15 persen pada tahun 2006 dari total 1.260.317 wisman. “Tahun ini kami optimis merebut 25 persen dari target 1,6 juta wisman,” tegas GM Villa Uma Sapna ini.

Keberadaan Vila di Bali sejatinya sudah berawal pada tahun 1998. Saat itu, kata alumni UII Yogyakarta ini, Pemda Bali mengambil kebijakan untuk menyetop izin hotel berbintang di Bali. Ternyata ini membuat kalangan investor mengintip peluang lain. Yakni, membuat fasilitas akomodasi wisata dengan investasi yang lebih murah tapi dengan kualitas sekelas hotel berbintang. Izin villa umumnya cukup dengan izin Pondok Wisata. Keputusan Menteri Nomor 3 tahun 2003 memang menyebutkan, sarana akomodasi hanya terdiri dari 3 jenis, yakni Pondok Wisata untuk hotel dengan jumlah kamar dibawah 5 kamar, Hotel Melati dan Hotel berbintang.

Uniknya, secara formal tidak ada standarisasi apapun mengenai pengertian vila. Meski, kata Ismoyo, secara umum vila identik dengan hunian yang menjaga privacy dilengkapi taman, swimming poll pribadi, dan pelayanan 24 jam. Honeymooners atau pasangan-pasangan yang sedang dimabuk asmara merupakan pangsa utama vila.

Arah lain perkembangan vila, menurut Dominique Gallmann, konsultan agen pemasaran Villa Exotiq Real Estate, adalah banyaknya turis yang jatuh cinta pada eksotika Bali sebagai destinasi wisata. “Orang Jakarta maupun orang asing selalu butuh ke Bali minimal setahun sekali,” sebut wanita yang sudah 15 tahun bergelut dalam bidang properti di Bali. Mereka kemudian membangun rumah pribadi untuk ditinggali selama 1-2 bulan. Sisanya, kemudian dibisniskan untuk biaya perawatan. Ada juga yang membangunnya sambil menunggu masa pensiun seraya mengangkat gengsi. “Jadi ini lebih ke lifestyle invesment,” sebutnya.
Situasi itu menjamur di Asia dan Bali merupakan pelopor trend berlibur ke vila. Apalagi kemudian sejumlah hotel juga membangun vila di komplek hotelnya. Di Eropa dan Amerika , trend ini sulit berkembang karena mahalnya harga tanah.

Ledakan vila di Bali terjadi dalam 3-4 tahun terakhir. Menyusul peristiwa bom pada 2002, perilaku wisatawan bergeser untuk memilih tempat-tempat yang lebih sepi dan pribadi. Asumsinya, tempat-tempat itu lebih aman dari ancaman para pelaku terorisme.

Wisatawan kelas atas dari Jepang juga cenderung memilih vila sebagai hunian favorit mereka. Setelah dilakukan survey, sebut Ismono, ternyata karena sebagian besar dari mereka di negaranya tinggal di apartemen-apartemen bertingkat yang mirip hotel. “ Jadi disini mereka lebih senang tinggal di tempat yang luas dengan udara yang segar,” jelasnya.

Perilaku ini berbeda dengan turis asal Australia yang tetap menjadikan hotel sebagai tempat favorit karena di negaranya mereka sudah memiliki rumah yang cukup luas. “Mereka lebih senang berkumpul di hotel-hotel dengan semua hingar bingarnya,” sebut Ismono.

Tapi, menurut Dominique, trend vila tak ada kaitannya dengan masalah keamanan. Ia lebih melihat kondisi Bali yang tetap menarik dari segi budaya dan alamnya. Bom Bali hanya memutus sementara trend itu.

Apapun alasannya, situasi itu membuat kucuran investasi terus mengalir di bisnis ini. Saat ini, kata Dominique, vila cenderung tidak lagi dibangun oleh perseorangan tapi oleh investor-investor yang mengembangkan komplek vila. Vila dibangun antara 10 sampai 40 unit dengan invetasi ratusan miliar. Bisa dikelola sendiri atau dijual lagi kepada perseorangan yang kemudian membisniskannya. “Untuk perawatan dan pemasaran ada perusahaan yang khusus menangani soal itu. Bahkan ada pula yang khusus mempersiapkan staf,” katanya. Hal itu ditandai pula dengan desain arsitektur yang kian beragam pula, bukan hanya style Bali seperti sebelumnya.

Dominique yakin, dengan UU investasi yang baru dan memungkinkannya orang asing memiliki properti dalam jangka panjang, investasi vila pun bakal ‘meledak’. Daerah selatan Pulau Bali dari Sanur hingga Tanah Lot dan khususnya Seminyak di utara Kuta akan menjadi pilihan. Sebab, infrastrukturnya sudah sangat lengkap. “ Disini ada banyak restoran bagus, gallery dan berbagai fasilitas lainnya,” tegas Ismoyo.

Sementara itu, meningkatnya minat tinggal di vila, juga dirasakan hotel-hotel berbintang yang menyediakan jenis akomodasi ini. “Vila menawarkan pengalaman baru khususnya bagi well traveler, “ kata Haryadi Satriono, Director of Sales The Ritz-Carlton, Bali Resort & Spa. Resort ini memiliki 78 villa dengan tingkat occupancy-nya rata-rata 65 persen setiap bulannya. Sebagian besar adalah dari Jepang, Korea, Rusia dengan rate US$ 695.

Audra Arul, Director of Sales and Marketing Le Meridien Bali Nirwana Resort menyebut, penjualan vila jelas lebih menguntungkan karena harganya yang lebih tinggi. “Meski kami tidak membedakan pelayanan,” katanya yang mengelola 12 unit vila dengan harga USD 450++ room only and two-bedroom villas is USD 750++. Situasi itu tentu tak lepas dari lirikan pemerintah. Menurut Kepala Dinas Pariwisata Badung Made Subawa, pihaknya kini bergerak untuk melakukan pengaturan villa.

Selama ini, vila ilegal telah menjadi sumber utama kebocoran Pajak Hotel dan Restoran (PHR). “Mestinya PHR kita lebih dari Rp 250 miliar,” sebutnya. Sesuai Edaran Bupati Badung nomor 22/2007, vila ilegal diberi batas waktu hingga 29 Agustus 2007 untuk diputihkan alias diberi izin tanpa sanksi. Vila yang akan dibreidel hanyalah yang berada di jalur hijau. Dia yakin, justru dengan penegakan hukun, maka investasi vila pun akan menjadi lebih menarik.

Tidak ada komentar: