Rabu, 16 Juli 2008



Jakarta Eye Center perkenalkan teknologi bedah Signature yang pertama di Asia Pasifik.


Perlahan tapi pasti, setiap lansia akan mengalami katarak. Katarak adalah perubahan lensa mata yang sebelumnya jernih menjadi keruh, yang sebagian besar disebabkan oleh proses degeneratif. Rata-rata usia terjadinya katarak adalah saat seseorang berusia 60 tahun ke atas, meski pada bayi pun bisa saja terjadi. Namun, katarak congenital atau kelainan yang dibawa sejak di dalam kandungan ini kasus yang terbilang langka.

“Katarak merupakan penyebab utama kebutaan di Indonesia,” kata Prof Dr Istiantoro, SpM, Direktur Jakarta Eye Center (JEC). Di kliniknya yang didesain 'terbuka' dengan dinding kaca tembus pandang yang memungkinkan kita bisa menyaksikan langsung proses operasi, ia menjelaskan kecanggihan teknologi Signature.

Signature adalah teknologi bedah katarak terbaru yang resmi diluncurkan di JEC. Teknologi yang sejak 6 bulan lalu mulai diperkenalkan di Amerika ini, kini pun mulai dilakukan di JEC.

Signature merupakan evolusi dari teknologi Phacoemulsification konvensional. Dibandingkan sebelumnya, Signature atau Cold Phacoemulsification ini menggunakan jarum gelombang ultrasonik yang tak lagi menimbulkan panas. “Sehingga, bisa mengurangi risiko komplikasi dan operasi pun menjadi jauh lebih cepat,” jelas Istiantoro. Hanya sekitar sepuluh menit, untuk melakukan satu operasi.

Prosedur katarak yang lebih efisien ini akan mengurangi risiko terjadinya luka terbakar, yang kerap ditimbulkan oleh mesin/peralatan bedah katarak konvensional. Karena jika terjadi luka bakar, penyembuhan bisa terhambat dan ada kemungkinan timbulnya silindris di kemudian hari. “Dengan Cold Phacoemulsification ini sayatan pun menjadi lebih kecil, 2 - 2,5 mm. Maka operasi tak lagi memerlukan jahitan dan tidak bocor,” jelas Istiantoro. Bandingkan, dengan teknologi sebelumnya, sayatan bisa sampai 6 mm. Begitu pun pada saat penghancuran lensa (yang mengalami kekeruhan), dengan alat yang disebut Phacotip dengan frekuensi tinggi (30.000/menit), penghancuran lensa menjadi lebih cepat tanpa menghasilkan panas. Dengan teknologi terbaru ini sekaligus bisa memperbaiki aliran cairan di mata sehingga operasi lebih aman dan terhindar dari komplikasi operasi.

Samuel Mulia, penulis produktif di beberapa media ini, adalah salah seorang pasien yang menjalani operasi katarak dengan teknologi canggih ini di JEC, kemarin. Selepas operasi, ia tampak biasa saja, dengan mata yang tak diperban. Padahal, dengan operasi Phaco konvensional, perlu beberapa waktu untuk pemulihan dan harus diperban. “Sebelumnya saya agak ragu, tapi setelah melihat sendiri operasi ini menjadi yakin. Saya bisa langsung ketemu dengan klien,” ungkapnya. Pemulihan yang sangat cepat ini dibenarkan oleh Prof Dr Istiantoro, SpM, yang melakukan operasi pada Samuel. “Pasien bisa kembali beraktivitas seperti biasa setelah operasi,” katanya. Berolahraga pun boleh, kecuali berenang, katanya. Alasannya, air kolam yang tak terjamin kebersihannya bisa berisiko.

Prosedur pemasangan lensa tanam pun – salah satu tahap operasi katarak -- mengalami perkembangan yang pesat. Dengan sayatan hanya 2 mm, lensa Aspheric yang digunakan yang sifatnya lebih lentur dimasukkan dengan cara dilipat.

“Sampai saat ini, sudah sekitar 200 pasien yang menjalani operasi dengan teknologi ini di JEC,” ujar Istiantoro. Sejauh ini hasilnya baik. “Kalaupun ada faktor kegagalan operasi katarak, kemungkinannya karena infeksi,” paparnya. Dengan teknologi terbaru ini, masa pemulihan yang sangat cepat dibantu dengan penggunaan obat tetes mata untuk menekan reaksi radang selama 1-2 minggu.

By MIRA LARASATI (Tempo)



Tidak ada komentar: