Jumat, 26 September 2008

Rusunami di DKI Jakarta

Stop Dulu..Tunggu Juknis

Pemprov DKI Jakarta menginginkan lebih banyak ruang publik yang harus disediakan pengembang rusunami.

Lambannya perizinan rumah susun milik (rusunami) dalam beberapa bulan terakhir, khususnya di daerah DKI Jakarta akhirnya mulai mendapatkan jalan terang. Para pemangku kepentingan antara lain, Pemerintah DKI Jakarta, Kementerian Negara Perumahan Rakyat dan para pengembang akhirnya sepakat bahwa bentuk aturannya adalah bukan merevisi Peraturan Gubernur No. 136/2007 yang dulu ditandatangani Gubernur Sutiyoso. Jalan tengahnya adalah membuat petunjuk teknis berdasarkan semangat yang terkandung dalam Pergub itu sendiri.

Setelah pertemuan dengan Wakil Presiden di Istana Wakil Presiden, yang dihadiri oleh Pemda DKI Jakarta, Kemenpera dan REI, disepakati masing-masing pihak akan menggelar pertemuan konsultasi lanjutan. Prijanto, Wakil Gubernur DKI meminta stafnya untuk menyusun petunjuk teknis bersama-sama dengan REI dalam waktu lebih kurang dua minggu, sejak 12 September 2009.

Sementara itu 189 tower rusunami yang sedang dikembangkan oleh lebih kurang 22 pengembang yang sudah mendapatkan persetujuan Kemenpera, disepakati untuk terus melanjutkan pembangunan dan mendapatkan prioritas untuk diselesaikan perizinannya terlebih dahulu.

Sayangnya, sampai tulisan ini dimuat, belum diperoleh seperti apa aturan teknis yang akhirnya akan menjadi acuan dalam pemberian perizinan pembangunan rusunami. REI berharap petunjuk teknis tersebut dapat segera diselesaikan dalam waktu dua minggu. Dengan demikian, para pengembang dapat segera memulai pengurusan izin dan pembangunan rusunami, yang sudah terhambat selama satu tahun terakhir.
Sebelumnya Tim Penasihat Arsitektur Kota (TPAK) DKI Jakarta, mengirimkan surat kepada Gubernur DKI Jakarta, Fauzi Bowo, yang menyarankan untuk sementara menghentikan perizinan rusunami sampai dilakukan revisi terhadap Pergub No. 136/ 2007 . Akibatnya sebagian pengembang menghentikan dahulu proyeknya dan sebagian lagi memperlambat pekerjaan.

”Ada 17 proyek yang sedang digarap oleh 15 developer. Sebagian berhenti dulu, sebagian lagi slowdown. ,"”Jelas Zulfi Syarif Koto, Deputi Bidang Perumahan Formal Kemenpera. Di lain pihak hampir semua pengembang sejak adanya surat edaran dari TPAK itu, juga mengeluhkan perizinan yang menjadi sulit.
Beberapa hal yang dipermasalahkan oleh TPAK adalah mengenai persyaratan ketersediaan fasilitas publik, infrastruktur jalan, koefisien lantai bangunan (KLB), dan masalah lainnya terutama berhubungan dengan sosial. Menurut Zulfi, ada kekhawatiran dari Pemprov DKI Jakarta jika maraknya program rusunami tersebut dapat menimbulkan masalah sosial, sehingga berbagai aturan dan persyaratannya perlu diperketat.
Pada kesempatan lain, Dirjen Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum Budi Yuwono mengatakan aturan pembangunan rusunami yang diberlakukan oleh Pemprov DKI dinilainya terlalu ketat. Padahal, katanya, Departemen PU sudah mengeluarkan aturan teknis pembangunan rusunami yang cukup toleran. "Kami melihat Pemprov DKI menginginkan lebih banyak ruang publik yang harus disediakan pengembang. Kami juga diundang oleh Pemprov DKI untuk memberi masukan masalah teknis dan sosial terkait dengan proyek rusunami.”

Asisten Sekretaris Daerah DKI Jakarta Bidang Pembangunan, Sarwo Handayani, mengatakan persyaratan yang diajukan berkaitan dengan penyediaan fasilitas sosial dan fasilitas umum. Selain itu, fasilitas keamanan gedung dan gedung parkir juga perlu disediakan. "Jika di kawasan sekitar komplek rusunami sudah terdapat sekolah dan mushola, misalnya, pengembang tidak perlu menyediakannya. Akan tetapi jika tidak ada, fasilitas itu harus disediakan. Jadi, pendekatannya berbeda setiap rusunami," kata Sarwo
Kota Kekerabatan Maja

Quo Vadis Revitalisasi Kota Maja?

Segitiga Maja, Tenjo, dan Cisoka itu lalu dinamai kawasan Kota Kekerabatan dengan pusatnya di Maja. Revitalisasi Kota Maja, masikah sebatas angan-angan?

Dicekoki berbagai iming- iming akan masa depan baru yang jauh lebih baik, warga pada tahun 1994-1995 rela melepaskan tanah mereka kepada para pengembang. Sebaliknya janji elok pemerintah membangun infrastruktur, membuat belasan pengembang memborong lahan, berharap untung.

Namun apa daya. Dua tahun kemudian, krisis 1997-1998 menggerogoti negeri ini. Proyek Kota Kekerabatan Maja yang berada dalam tiga wilayah pemerintahan, yakni Kecamatan Maja, di kabupaten Lebak, Kecamatan Tenjo di Kabupaten Bogor, dan Kecamatan Cisoka di Kabupaten Tangerang, yang diluncurkan semasa Menteri Negara Perumahan Rakyat, Ir. Akbar Tanjung itu pun kandas di tengah jalan. Rencana membangun Maja menjadi Kota Kekerabatan, yang ditandai terhubungnya satu perumahan dengan kompleks perumahan lain menjadi satu kesatuan, tidak terwujud. Infrastruktur tidak juga dibangun.

Nasibnya pun tidak jelas hingga kini. Ribuan hektar lahan yang telah dilepas hak kepemilikannya tercerai berai, dikuasai berbagai pihak. Disinyalir beberapa lahan tak jelas siapa saja “tuannya”. Malah sebagian lahan yang sudah dibebaskan, kembali digarap warga dengan menanam palawija dan memelihara binatang ternak.

Kawasan Kekerabatan Maja ini akhirnya menjadi kurang menarik bagi investor. Rumah yang telah dibeli sebelum krismon banyak ditinggalkan penghuninya (tingkat hunian menurun drastis dari 80%-90% hingga 20%-30%), keterbatasan layanan transportasi lokal kawasan, keterbatasan akses ke kawasan serta jarak yang cukup jauh (+ 70 km) dari Jakarta, sarana transportasi kereta api masih menggunakan kereta ekonomi dan frekuensi perjalanan masih rendah. Akibatnya investor meninggalkan KK Maja dan beralih ke lokasi lain.

Kementerian Negara Perumahan Rakyat, beberapa waktu lalu telah membawa pekerjaan rumah ini ke sidang kabinet dan parlemen di Senayan. Para pengembang yang telah membebaskan lahan, pemerintah daerah di tiga kabupaten, PT Perusahaan Pengelola Aset (dahulu BPPN-red) dan stake holder yang berkepentingan untuk kelanjutan revitalisasi Kota Kekerabatan Maja pun sudah diundang berkoordinasi beberapa kali, termasuk REI

DPP REI, pun sigap bergerak, membentuk Kelompok Kerja Kota Kekerabatan Maja. Di ketuai Handojo Kristianto dengan anggota-anggota antara lain: Heny Laksamana, Sadeni Hendarman, Taufik Iman Santoso, dan lain-lain. Tim Pokja besutan REI pun mulai menggelar pertemuan awal dengan pihak BPN di tiga kabupaten, dan tim dari PPA. Pertemuan koordinasi dengan berbagai pihak dilakukan untuk menggali informasi, mengidentifikasi status lahan dan langkah-langkah koordinasi lainnya .

Rapat koordinasi yang diprakarsai oleh Menpera melalui Deputi Kawasan pun terus di gelar. Dari pertemuan koordinasi terakhir yang berlangsung beberapa waktu lalu, disepakati bahwa Kemenpera mendukung Tim Pokja yang telah dibentuk REI dan akan memperbaharui Kepmen No. 02/KPTS/M/1998 Tentang Pembentukan tim pembangunan perumahan dan permukiman skala besar Kawasan Maja. Rakor juga merekomendasikan Perumnas sebagai leading proyek KK Maja. Rakor meminta PPA menginventarisasi status lahan yang kini dikelola PPA secara lengkap, karena sebagian besar lahan dikuasai PPA.

Keberhasilan revitalisasi Kota Maja sendiri pun sangat tergantung dari koordinasi dari lintas departemen. Sedikitnya empat departemen harus berkoordinasi, mendukung penuh terwujudnya kembali Kota Kekerabatan Maja. Departemen Perhubungan, Departemen PU, Departemen Keuangan dan Kementerian Negara Perumahan rakyat. Karena lintas Departemen, REI mengusulkan kebijakan percepatan Revitalisasi Kota Maja ini sebaiknya melalui Keputusan Presiden, sehingga gaungnya lebih terasa.

Banyak pihak berharap rencana pemerintah kali ini untuk memperhatikan kawasan sebelah barat kota Jakarta yang jauh tertinggal dari kawasan timur Jakarta tak lagi sekedar wacana. Perlu kerja keras. Maklum kondisi KK Maja saat ini ibarat mengurai kembali satu-satu benang yang kusut. Mengambil istilah Handojo, jangan sampai Kota Maja itu akhirnya menjadi kota maya.


Kondisi Terakhir Kota Kekerabatan Maja

• Izin Lokasi: 16 pengembang dan Telah terbangun: 5 pengembang (Permata Kalimaja, Bambu Kuning, Agrindo, Maja Prasadha, Bumi Sangiang Permai)
• Tingkat hunian: 20-30% dari rumah terbangun, sisanya rusak ringan – berat
• Rencana luas + 10.900 ha
• Prediksi daya tampung 2,18 juta jiwa (th. 2025)
• Pengajuan Pembebasan Lahan: 5.796 Ha
• Realisasi Pembebasan Lahan: 3.565,49 Ha
• Penghuni sebagian besar pekerja di Jakarta
• Sebagian besar lahan telah diambil alih PT. PPA (714 ha)
Turbulensi Ekonomi Kredit Konsumer

Tekanan ekonomi global maupun domestik yang direpresentasikan oleh tingginya inflasi, diperkirakan akan terjadi sepanjang 2008 namun dengan eskalasi yang sedikit menurun pada semester II/2008

Kajian Bank Indonesia menginformasikan bahwa perlambatan pertumbuhan ekonomi nasional pada semester I/2008 disebabkan oleh pertumbuhan ekonomi daerah yang melambat dan melambatnya kinerja sektor perdagangan sebagai respon atas melambatnya permintaan domestik karena meningkatnya biaya produksi sebagai dampak kenaikan harga bahan baku dan BBM.

Kondisi ekonomi makro Indonesia yang kurang kondusif diperkirakan akan berlangsung sepanjang 2008. Indikator paling menonjol adalah tingginya inflasi yang terus coba diredam oleh BI dengan meningkatkan BI rate. Alhasil, kredit perbankan dipastikan akan menghadapi tekanan. Peningkatan BI rate merupakan ’pil pahit’ yang harus ditelan oleh pelaku dunia usaha agar inflasi tidak berdampak bola salju (snow ball effects) yaitu semakin memperparah kondisi lingkungan bisnis. Meningkatnya inflasi dan BI rate akan menekan laju kredit perbankan.

Kredit Pemilikan Rumah

Tetapi kontribusi kredit konsumer, khususnya Kredit Pemilikan Rumah (KPR) terhadap komposisi kredit lainnya tetap semakin membesar dibandingkan kredit lainnya. Hal ini sejalan dengan komposisi PDB Indonesia yang masih didominasi dan didorong oleh pertumbuhan konsumsi. Kredit konsumer tidak hanya ekspansif namun juga cenderung kualitasnya membaik, ditunjukkan oleh kolektibiliti yang relatif rendah.

Beberapa bank besar di Indonesia menunjukkan pertumbuhan kredit konsumer yang cukup tinggi. Pertimbangan bank-bank untuk fokus pada kredit konsumer antara lain yield (imbal hasil) yang tinggi, risiko yang tersebar (risk diversified) pada banyak debitur, proses kredit yang relatif sederhana, eksposure yang relatif kecil, dan jaminan (second way out) yang cenderung terapresiasi seperti halnya kredit properti.

Tekanan ekonomi global maupun domestik yang direpresentasikan oleh tingginya inflasi, diperkirakan akan terjadi sepanjang 2008 namun dengan eskalasi yang sedikit menurun pada semester II/2008. Kondisi makro ekonomi Indonesia yang dapat dijadikan sebagai rujukan karena ‘mendekati’ kondisi saat ini adalah tahun 2005 dimana inflasi meningkat akibat naiknya harga BBM bersubsidi pada Maret dan Oktober 2005. Namun demikian, eskalasi 2008 masih dalam batas-batas tertentu yang dapat ‘ditolerir’, khususnya oleh masyarakat menengah atas (middle up).

Prospek 2008 akan ditentukan oleh kondisi ekonomi sepanjang semester II/2008. Oleh karena itu momentum pertumbuhan kredit konsumer Khususnya KPR perbankan pada 2008 menjadi teka-teki, apakah akan tetap meningkat, melambat (slow down), stagnan atau bahkan menurun. Berdasarkan perkembangan makro terkini serta proyeksi pengelolaan kredit konsumer di beberapa bank besar di Indonesia, maka akselerasi pertumbuhannya kemungkinan akan terganggu.

Karena itu kemungkinan perbankan akan lebih selektif dalam menyalurkan KPR dengan fokus pada segmen menengah atas. Maklum segmen bawah paling sensitif terhadap tingginya inflasi. Pembiayaan pada pengembang-pengembang utama serta apartemen di kota-kota besar dapat menjadi prioritas. Dengan demikian, jika kondisi pada semester II/2008 memburuk, kerugian bank masih dapat dicover oleh jaminan berupa properti yang biasanya mengalami apresiasi.▀Disarikan dari tulisan Sakariza Qori Hemawan, Pengamat Ekonomi
Tanggung Jawab Pembangunan Perumahan di Pundak Siapa?

Di era otonomi daerah, tanggung jawab pembangunan di bidang perumahan sebaiknya diberikan pada Pemerintah Daerah.

Persoalan perumahan hari ini bukan lagi sekadar upaya pemenuhan perumahan masyarakat. Namun, telah berkembang menjadi industri yang memainkan peran ekonomi yang cukup besar. Hasil penelitian menyebutkan akibat pembangunan perumahan terjadi multiplayer effect di bidang yang terkait dengan kegiatan perumahan, mulai dari industri cat, semen, besi, hingga produk-produk kerajinan rumah tangga.
Dengan begitu, arah kebijakan yang diambil di bidang perumahan akan juga memberikan pengaruh terhadap industri-industri terkait. Hari Perumahan Nasional pertama ini, menjadi momentum pula untuk meluruskan arah pengembangan perumahan nasional agar industri perumahan juga berpihak kepada kebutuhan perumahan bagi masyarakat menengah bawah. Upaya pemerintah untuk mencapai sasaran pemenuhan hunian bagi sekitar 4 juta keluarga yang belum memiliki rumah dengan pertumbuhan kebutuhan permintaan sekitar 800.000 unit per tahun akan memberikan pengaruh bagi kegiatan ekonomi.

Otonomi Daerah

Ketika deklarasi hari Perumahan Nasional 10 Juli 2008 lalu, mantan Menteri Negara Perumahan Rakyat, Siswono Yudohusodo menyebutkan bahwa di era otonomi daerah ini, tanggung jawab pembangunan di bidang perumahan sebaiknya diberikan pada Pemerintah Daerah. Kelembagaan yang mengatur kebijakan perumahan pada tingkat operasional lapangan ada di tingkat daerah yang langsung menangani lingkungannya.“Karena otonomi daerah merupakan sistem manajemen negara yang memungkinkan suatu keputusan diambil dengan cepat, efektif dan lebih kontekstual dengan memperpendek rentang kendali,” ucapnya. Selain itu, lanjut Siswono, masalah perumahan terkait aspek yang amat luas. Jangan lagi terjadi masing-masing daerah hanya mencoba mengatasi permasalahannya sendiri-sendiri.

Siswono juga menganjurkan kota seperti Jakarta, beserta kota-kota besar di Indonesia lainnya, meniru langkah Guangzhou dalam merubah kota menjadi lebih longgar dan menyenangkan, serta banyak mencontoh dari Singapura dalam masalah pembangunan rumah susun dan didukung oleh organisasi institusi yang menangani perumahan seperti Housing Development Board (HDB) dan Central Provident Fund (CPF).

Sayangnya, perizinan salah satu yang menjadi kewenangan daerah masih dianggap salah satu momok yang kerap dikeluhkan berbagai pihak. Maklum, masih ada pemerintah daerah, kabupaten dan kota, yang belum memberikan perhatian di sektor perumahan. Ketua Umum MP3I (Masyarakat Peduli Perumahan dan Permukiman Indonesia) Aca Sugandhy mengakui, kerja sama dengan pemda untuk pembangunan rumah bagi masyarakat berpendapatan rendah perlu ditingkatkan.
”Walaupun kerja sama sudah dilaksanakan sejak lama melalui Departemen Dalam Negeri maupun asosiasi pemerintah daerah akan tetapi dalam pelaksanaannya ada beberapa daerah yang belum perhatian di sektor perumahan," ujar dia.Biasanya, pihak pemda sibuk dengan pemilihan kepala daerah sehingga misi di sektor perumahan dilupakan. Begitu juga, setelah kepala daerah terpilih terkadang kebijakannya berbeda dengan yang lama.
Karena itu pemerintah pusat harus dapat meningkatkan koordinasi dengan pemerintah daerah. Maka dari itulah, harus ada kerja sama dengan Departemen Dalam Negeri.Maklum Kemenpera selama ini hanya mampu melakukan koordinasi kebijakan perumahan dengan instansi lain terkait karena tidak memiliki kepanjangan tangan di daerah-daerah.

Sementara itu Ketua Umum DPP REI, F. Teguh Satria menyarankan agar ke depan ada evaluasi terhadap pemerintah daerah terhadap kontribusi mereka di sektor perumahan.Ke depan, katanya, harus ada penghargaan kepada pemerintah daerah yang berperan di sektor perumahan sehingga menjadi contoh bagi daerah lain untuk berperan. Menurut Teguh, izin di daerah membuat ekonomi biaya tinggi di daerah. Banyak keluhan dari pengembang daerah karena mengalami kesulitan dalam mendapatkan perizian. "Salah satunya soal izin lokasi yang tidak konsisten di daerah seperti kasus di Bandung Utara yang semula sudah diberikan izin tetapi kemudian dibatalkan sehingga pekerjaan konstruksi terhenti," ujar dia.
Hari Perumahan Nasional

Milestone Baru Bagi Program Perumahan Nasional

Penetapan Hari Perumahan Nasional dimaksudkan mengkaji efektifitas kelembagaan perumahan dan permukiman secara berlanjut sekaligus mengevaluasi pencapaian program pembangunan perumahan dan permukiman setiap tahun


Para pemangku kepentingan di sektor perumahan akhirnya menemukan tonggak sejarah dalam pengembangan perumahan di Indonesia. Tepatnya pada 25 Agustus lalu menjadi momen pertama peringatan Hari Perumahan Nasional yang didasarkan pada pelaksanaan kongres Perumahan Rakyat pada 25-30 Agustus 1950 di Bandung yang kala itu dibuka Wapres Muhammad Hatta. Sebelumnya para pemangku kepentingan menyandarkan hari perumahan pada peristiwa pembangunan rumah di Semarang pada 1976 yang terus diperingati setiap tahunnya.

Kini dengan menempatkan momen kongres Bandung sebagai dasar peringatan ulang tahun Hari Perumahan Nasional, berarti masyarakat telah mengembalikan semangat pembangunan perumahan nasional kepada hakikat sesungguhnya karena perisitiwa Semarang hanyalah kelanjutan dari tiga butir rekomendasi hasil kongres Bandung.

Ketiga butir rekomendasi itu, pertama, menganjurkan kepada pemerintah, agar diusahakan pendirian perusahaan pembangunan perumahan di setiap provinsi. Kedua, pembangunan perumahan rakyat agar memakai syarat atau norma minimum, yaitu rumah induk dengan dua kamar tidur dan luas 36 m2, ditambah lagi rumah-samping seluas 17,5 m2. Ketiga, agar segera dibentuk badan atau lembaga perumahan yang pembiayaannya dimasukkan dalam anggaran pemerintah

Nah, penyaluran KPR pertama di Semarang waktu itu hanya menjawab salah satu butir rekomendasi yang dihasilkan dari kongres Bandung tersebut. Ditandai dengan realisasi kredit pemilikan rumah (KPR) pertama kalinya di Indonesia yang dilakukan Bank Tabungan Negara selaku bank yang diberi tugas khusus untuk menyediakan KPR untuk program perumahan. Realisasi KPR pertama di Kota Semarang itu untuk sembilan unit rumah. Menyusul, pada tahun yang sama di Kota Surabaya dengan delapan rumah, sehingga total KPR yang berhasil direalisasikan BTN pada waktu itu sebesar Rp 37 juta.


Rangkaian Kegiatan

Puncak peringatan dilakukan dengan menggelar upacara bendera yang diikuti oleh keluarga besar Kementerian Negara Perumahan Rakyat (Kemenpera) dan sejumlah stakeholder bidang perumahan seperti Perum Perumnas, REI, Apersi, MP3I (Masyarakat Peduli Perumahan dan Permukiman Indonesia), Bank BTN, Bapertarum PNS. Menteri Negara Perumahan Rakyat (Menpera), Muhammad Yusuf Asy’ari bertindak sebagai inspektur upacara. Komandan upacara adalah Ketua Umum DPP REI, Teguh Satria. Acara itu juga dihadiri oleh seluruh pejabat Eselon I, II, II, IV, dan karyawan di lingkungan Kemenpera serta perwakilan dari beberapa stakeholder perumahan.

Menpera dalam sambutannya mengungkapkan, berdasarkan untaian lintasan sejarah perkembangan perumahan rakyat, sekitar 48 tahun silam, tepatnya tanggal 25 hingga 30 Agustus 1950 dilaksanakan Kongres Perumahan Rakyat Sehat bertempat di Bandung. Hal itu merupakan momen sejarah bagi titik awal perkembangan perumahan dan permukiman di Indonesia. “Dari tanggal pelaksanakaaan kongres inilah, para pemangku kepentingan sektor perumahan rakyat, pada 10 Juli 2008 lalu di Jakarta, menyampaikan Deklarasi Hari Perumahan Nasional kepada Kemenpera yang diantaranya mengusulkan penetapan tanggal 25 Agustus sebagai Hapernas,” ujar Menpera.
Menpera menuturkan, pihaknya sangat mendukung usulan dari para stakeholder perumahan tersebut. Dan melalui keputusan Menpera Nomor 46/KPTS/M/2008, tanggal 6 Agustus 2008 ditetapkanlah tanggal 25 Agustus sebagai Hari Perumahan Nasional. Lebih lanjut, Menpera menjelaskan, dirinya berharap kepada para pemangku kepentingan sektor perumahan rakyat untuk memaknai Hari Perumahan Nasional tidak semata-mata sebagai suatu hari yang sekadar diperingati dan dirayakan secara meriah, tetapi juga harus memahami dan menangani masalah perumahan melalui pendekatan yang koprehensif dan multidisiplin.
Melalui Hapernas, Menpera juga mengajak seluruh pemangku kepentingan sektor perumahan rakyat untuk, pertama melakukan evaluasi atas kinerja selama ini dalam melayani pemenuhan kebutuhan rumah, khususnya bagi masyarakat berpenghasilan menengah bawah (MBR).

Kedua, merumuskan langkah perbaikan ke depan untuk memenuhi kebutuhan rumah yang didambakan oleh seluruh keluarga Indonesia serta melaksanakan langkah-langkah tersebut secara sistematis, efektif dan efisien, dan proaktif dengan menjunjung tinggi tata kelola pemerintahan yang baik (good governance).
“Saya meminta perhatian kepada seluruh pemangku kepentingan sektor perumahan dan permukiman, termasuk jajaran Kemenpera untuk lebih memusatkan perhatian pada beberapa isu strategis yang merupakan tantangan kunci bagi keberhasilan dan kemajuan sektor ini dalam mencapai visi Setiap Keluarga Indonesia Menghuni Rumah yang Layak,” harapnya.
Selain upacara bendera, Kemenpera juga mengadakan kegiatan puncak peringatan Hapernas yang dihadiri oleh Panglima Tentara Nasional Indonesia (TNI), Jenderal Djoko Santoso. Dalam kegiatan itu juga diadakan penyerahan dan peluncuran logo Hapernas dan penandatangan nota kesepakatan (MoU) Kemenpera dengan Markas Besar TNI, Universitas Gadjah Mada (UGM) dan Institut Koperasi Indonesia (Ikopin). Kemenpera juga menyerahkan penghargaan kepada beberapa mitra kerja dan kegiatan hiburan musik keroncong Tetap Sehat dengan penyanyi utama Sundari Soekotjo.

Sebelumnya, keluarga besar Kemenpera dan para pemangku kepentingan perumahan juga mengadakan kegiatan tasyakuran dengan mengundang sejumlah tokoh yang berperan dalam perkembangan perumahan di Indonesia yakni mantan Kepala Jawatan Perumahan Rakyat periode 1955–1959, Suyono Sastrodarsono dan Menteri Muda Urusan Perumahan Rakyat (1978-1983) yang dilanjutkan Menteri Negara Perumahan Rakyat (1983-1988) Cosmas Batubara. Kegiatan tasyakuran itu juga dihadiri Menteri Pekerjaan Umum (PU) Joko Kirmanto dan Menteri Negara Pemuda & Olahraga Adhyaksa Dault.

Kamis, 04 September 2008

Menjual Citra Hijau Komplek Hunian

Di negara-negara maju proyek properti yang menerapkan strategi pembangunan berkelanjutan dengan memerhatikan faktor lingkungan justru mencatat keuntungan yang tinggi.

Isu lingkungan terus menjadi topik hangat yang dibicarakan masyarakat dunia. Properti sebagai salah satu sektor yang memiliki keterkaitan erat dengan lingkungan dituntut responsif menjaga kelestarian lingkungan dan keberlanjutan kehidupan manusia. Kepekaan pengembang terhadap isu lingkungan dan tanggap untuk mewujudkan permukiman yang ramah lingkungan dan berkelanjutan inilah sebenarnya yang akan membedakan pengembang properti yang ramah lingkungan dengan pengembang lainnya.

Karena itu istilah green property, green development, green building, atau green architecture semakin mengemuka. Beberapa pengembang pun mulai mengadopsi konsep hijau dalam setiap proyek mereka. PT Bakrieland Development Tbk, misalnya, jauh-jauh hari telah mengkampanyekan program ”Bakrieland Goes Green”, sebagai bagian dari strategi pengembangan proyek properti mereka.

Keberpihakan terhadap lingkungan yang diterapkan pengembang itu tidak hanya mencakup tiga istilah di atas. Tetapi ditambah dengan green operation, dan green attitude. Menurut Hiramsyah S. Thaib, Chief Executive Officer PT Bakrieland Development Tbk, green attitude menjadi bagian yang terpenting, karena akan menjadi budaya perusahaan dan sumber daya manusia di dalamnya. Semuanya dituntun ke arah nilai yang peduli lingkungan.

”Kepedulian terhadap lingkungan, merupakan kepentingan jangka panjang. Kami tidak hanya berpikir untuk bisa eksis dalam lima atau sepuluh tahun. Tetapi lebih lama, karena ini adalah investasi jangka panjang. Untuk mewujudkan itu, faktor utama selain manusia adalah lingkungan. Jadi yang terpenting adalah bagaimana kami bisa memberi kontribusi terhadap lingkungan,”ujarnya, beberapa waktu lalu.

Di Bakrieland, kata Hiramsyah, sejak awal perencanaan proyek sudah ditanamkan pemikiran untuk memberi nilai tambah kepada konsumen berupa lingkungan yang lebih ramah dan nyaman. Ini sesuai dengan tagline yang diusung Bakrieland, yaitu dream, design, and deliver. Di kawasan superblok Rasuna Epicentrum, contohnya, konsep ramah lingkungan juga dikedepankan. Salah satunya, pada proyek apartemen The Wave yang diluncurkan beberapa waktu lalu. Koridor apartemennya memiliki cross ventilation sehingga pengudaraannya alami dan tidak memerlukan mesin pendingin (AC). Ini akan menghemat energi dan mengurangi efek rumah kaca akibat penggunaan AC.

Sedangkan di Bogor Nirwana Residence—kawasan perumahan lainnya yang dibangun Bakrieland—sebesar 60 persen dari lahannya, digunakan untuk kawasan hijau. Yang dibangun bukan hanya jalur hijau saja, tapi juga taman dan hutan kota. Bahkan pengembang kawasan perumahan di kota hujan itu juga telah melakukan pembudidayaan aneka tanaman langka.

Yang pasti, keberpihakan pada lingkungan tidak hanya akan melestarikan lingkungan, tetapi juga membuat prestasi pengembang dalam menjual menjadi lebih baik Di negara-negara maju proyek properti yang menerapkan strategi pembangunan berkelanjutan dengan memerhatikan faktor lingkungan tidak akan merugi, justru mencatat keuntungan yang tinggi.

Sebaliknya, bagi pengembang yang enggan melaksanakan pembangunan perumahan yang ramah lingkungan, biarkanlah mekanisme pasar yang menentukan. Jika kemudian kawasan perumahan itu tergenang banjir, kesulitan air bersih, bising, bahkan dipusingkan dengan gundukan sampah yang menggunung, konsumen pasti akan berpikir seribu kali untuk tinggal di perumahan tersebut. Karena itulah permukiman ramah lingkungan harus menjadi bagian integral dari pengembangan citra hijau bagi kawasan perumahan.