Kamis, 18 Desember 2008

Panen Pagi Pergerakan Rakyat

Puisi dari seorang sahabat. Txs bos!!.

Padi itu belum menguning kawan,
tapi pasti menguning,
pasti panen!

baru saja tangan-tangan kita menyemainya. .
memupuknya, melihat dia perlahan tumbuh dan menampakkan wujudnya..
Ya, mungkin padi kita tak tumbuh semulus padi tetangga
dia sangat lamban kawan..
hama nya banyak..

Namun tak berarti dia mati..
dia lagi berjuang untuk menunjukkan ruas demi ruas batangnya
helai demi helai daunnya,
butir demi butir bijinya

dia lagi berjuang untuk mengusir hama laknat itu,
dia lagi berjuang untuk menghancurkannnya
sampai hilang tak berbekas

Tangan kita kawan,
tangan kita yang menanamnya..
Dikala banyak perut-perut yang menangis..
Dikala banyak perut-perut yang merindukan butira-butiran padi..

Karenanya engkau menggapai tanganku,
Menggapai tangan-tangan yang lain..
Untuk menanam padi di atas bumi kita..
Bumi yang penuh tagisan perut..Akhirya, kita tidak bisa mengelak kawan..

Walau tangan kita di ikat, walau mata kita di tutup
Walau seribu hama datang meracuni padi kita..
Kita tetap menanamnya!

Dikala bumi dipenuhi oleh padi yang menguning..
Tidak ada tempat lagi buat hama laknat itu..
Dikala itu..
Kita akan panen kawan!

Karya: Sonia A.

Selasa, 16 Desember 2008

Kembali Ke Surau

Beberapa waktu lalu saya membaca sebuah artikel dikoran lokal yang terbit di Padang, Sumatera Barat. Tulisan yg menceritakan tradisi mengaji disurau pada puluhan tahun lalu. Tradisi itu kini nyaris punah. Alasannya anak-anak sekolah sekarang dituntut belajar dirumah (saja) pada malam hari.
Saya jadi teringat, ketika dulu diusia sekolah dasar, setiap hari pergi harus pergi mengaji (belajar agama) ke surau. Paginya sekolah umum, siang sekolah agama (madrasah) dan malamnya harus mengaji ke surau. Jam 18.15 WIB sebelum sholat magrib kami sudah harus sampai di surau, kemudian sholat magrib berjamaah. Bagi anak laki-laki tidak ada ampun jika datang terlambat. Rotan yang selalu dipegang angku (guru mengaji) akan menghajar telapak tangan atau telapak kaki anak-anak yang datang telat. Demikian juga jika ribut ketika pelajaran dimulai, angku tak segan melecut kami dengan rotan. Saking sering rotan itu dipukulkan, sekali seminggu harus diganti rotan baru.
Lantas apakah orang tua kami marah? Tidak. Bagaimana mau marah karena waktu itu saya ingat sekali, setiap orang tua harus datang sendiri menyerahkan anaknya pada hari pertama masuk mengaji. Beras segantang dan sebilah rotan adalah persyaratan masuk mengaji.”Saya serahkan anak saya pada tuanku guru. Tegur dia kalau salah, jangan ragu untuk memukulnya,” kata bapak saya seraya menyerahkan sebilah rotan kepada tuanku guru. Itu juga yang dilakukan orang tua yang lainnya. Jika ribut, tak mendengarkan kaji angku guru, rotan mendarat di telapak tangan atau kaki kami.
Demikianlah tradisi itu dulu berjalan. Tradisi itulah konon, menurut keterangan mamak saya (om) telah berjalan puluhan bahkan ratusan tahun lalu. Malah dulu setiap laki-laki tak boleh tidur di rumah. Tak ada kamar bagi anak laki-laki di minangkabau. Anak laki-laki itu pulang kerumah hanya sekedar berganti baju dan makan. Malam hari mereka habiskan waktu dengan mengaji agama. Mamak saya bercerita pada waktu itu setiap kampung, suku dan mamak yang menyandang gelar adat tertentu memiliki surau masing-masing di sukunya. Tak heran surau adalah rumah bagi anak laki-laki minang zaman dulu.
Tradisi itu konon katanya mampu melahirkan tokoh-tokoh sekelas Hamka, Agus Salim, M. Hatta, M. Natsir, Tan Malaka dan nama-nama lainnya. Di suraulah mereka di didik oleh guru yang juga orang tua mereka. Tak hanya ilmu agama yang di dapat tetapi juga ilmu ukur, beladiri, petatah petitih dll.
Kebiasaan belajar kelompok tadi telah berhasil melahirkan diplomat kelas internasional, sejarahwan, sastrawan, ulama, pemimpin, politisi dan banyak lagi mutiara yang di sumbangkan minang kabau untuk Indonesia dan dunia.Hal itu merupakan bentuk pendidikan non formal dan informal yang sudah berurat berakar di minang kabau pada zaman dulu, tradisi yang bisa mengalahkan kemampuan pendidikan formal.Banyak orang minang yang lahir dari kearifan surau yang luar biasa menggembleng anak muda minang kabau pada masa itu.

Nah, sekarang dengan masuknya budaya global seiring perkembangan teknologi informasi yg demikian dasyat apakah budaya belajar disurau bisa kembali di terapkan. Rasanya sulit, kita harus mencari sebuah rumusan baru yang bisa menggantikan tradisi pulang ke surau tersebut. Harus dicari bagaimana pendekatannya bagi anak-anak kita supaya minang kabau tetap bisa melahirkan tokoh-tokoh yang bisa membawa perubahan bagi Indonesia dan dunia seperti dulu dilakukan Agus salim, Hamka, Tan Malaka dll..
Kepemilikan Realestat di Mexico Terbuka Untuk Orang असंग

Di Mexico pembeli asing bisa memiliki properti di lokasi-lokasi utama, khususnya di pinggir pantai. Tak ada pembatasan kepemilikan bagi orang asing.
Ada anggapan bahwa orang asing tidak dapat memiliki properti di Mexico terutama di pinggir pantai। Padahal Kenyataannya orang asing bisa memiliki properti dengan cara yang mudah. Hal tersebut dijelaskan oleh H. Charles Jahnke, President Insight Advisors.com, seorang profesional dan konsultan properti Mexico seperti ditulis Buletin FIABCI edisi Oktober 2008. Ia menceritakan bahwa dalam 10 tahun terakhir sejak dibukanya kran kemudahan memiliki properti di Mexico bagi pembeli asing, jutaan orang asing banyak yang memiliki hunian di lokasi-lokasi utama dan terindah di Mexico.

Jahnke menyebutkan dengan modal 95.000 euro, orang asing sudah bisa membeli sebuah vila dengan 3 kamar tidur yang dekat dengan laut Karibia yang sudah terkenal dengan keindahannya itu. Biaya pembantu rumah tangga dan tukang masak hanya 100 euro/bulan; pajak properti hanya 200 euro/bulan. Suatu hal yang relatif mudah bagi siapapun warga asing yang akan membeli dan memiliki properti di Mexico.
Selama 10 tahun terakhir ini jelasnya, pemerintah Mexico telah mempersingkat proses kepemilikan properti. Akibatnya jutaan warga negara asing membeli banyak hunian di lokasi-lokasi terindah di Mexico. Bagi pembeli asing sekarang ini memiliki hunian adalah sesuatu hal yang mudah dan terjamin keamananan di Mexico.
Untuk lebih memperkenalkan bagaimana cara memiliki properti di Mexico, Asosiasi pengusaha Realestat, sebagai bagian dari anggota FIABCI-USA, telah menyelenggarakan seminar dengan tema “Melakukan Bisnis di Mexico”. Tema itu jelas Jahnke, bertujuan mengajarkan kepada para profesional realestat, para klien dan calon pembeli bagaimana cara membeli realestat di Mexico, kepastian dan dasar hukum serta keamanan berinvestasi.
Akibat begitu banyaknya keinginan orang asing memiliki properti di sana, para pelaku dan konsultan properti menjadi sukarelawan. Merekalah yang mengajarkan kepada setiap orang dan kelompok-kelompok masyarakat yang berminat untuk membeli properti di lokasi-lokasi ternama. Para pelaku dan konsultan bisnis di Mexico memberikan pelatihan bagaimana memiliki properti di Mexico sampai ke Eropa, Amerika Utara, dan Amerika Selatan.
Nah, untuk lebih jelas, bagaimana dengan aturan hukum terkait dengan kepemilikan properti oleh orang asing tersebut? Langkah apa saja yang harus dilakukan orang asing bisa memiliki properti di sana? Jahnke dalam sebuah korespondensi singkat dengan Munyra Ahmad, melalui email, menjawab beberapa pertanyaan yang diajukan. (pertanyaan dan jawaban yang ditampilkan tanpa mengalih bahasakan) Berikut petikannya:
How about the Land Title for foreign buyers? is it a free hold or lease hold? for how long?
For the property within 50 km of the border or the ocean most of the best property is there) , it must be sold through a special bank trust for 50 years, renewable for another 50years. This is the key device that Mexico uses to make the investment secure for foreigners and they can control it also. The foreign investor and the trust must register with Central Government. After the foreign buyer buys through the trust of which he is the beneficiary, it almost likes fee simple ownership. The trustor or grantor is the property Seller. The beneficiary is the Buyer and his heirs. The trustee is the national bank. The trust formis a special form approved by the government generally favorable to the Buyer. Thus, the result is that the foreigner does not technically own the property; the trust does. But the foreign buyer is happy because the Mexico Supreme Court ruled in 1999 that the trust is legal andsimilar to fee simple title to the beneficiary. After that ruling, their was a lot of investment in beautiful Mexico beach property - billions of USD came in from European investors.
Are there any condition for the foreign buyers such as the visa forwork, or tourist or else?
No other requirements, except if the foreigner wants to work, then he need a special work visa. There is special visa for foreigners that want to work.
How if the foreign buyers passed away is there any regulation with the legacy?
It's very easy; the beneficiaries are specified in the trust, just like a will
Are there any limitation of property for foreign can own in one area or one tower apartment, how much the percentage of it?
No limit.
Are they any limitation of price of the property for foreign buyers?
No limit.
Do foreign owner allow to sell the property to other foreign buyers?
Yes, but they must use the trust method and register with the government.
Are there any tax for foreign buyers exclude the VAT etc?
Yes, there is a tiny annual property tax ( say $1000 per year on a $1 million home)and a 20% capital gains tax on the profit on the sale.
Benang Merah Perizinan Rusunami
Dalam penjelasannya, Ketua TPAK mengaku pada prinsipnya mereka tidak kaku dalam mengeluarkan rekomendasi. Hal itu sangat tergantung dari beban dan lokasi masing-masing proyek rusunami yang diusulkan
Dialegtika Rusunami, demikian Muhammad Nawir, Wakil Ketua Umum DPP REI Bidang Rumah Susun, menyebut diskusi sesi terakhir dari rangkaian acara kegiatan Temu Anggota Tiga DPD REI (Jakarta, Jawa Barat dan Banten) yang berlangsung di Senayan City, 20 Nopember 2008 lalu। M। Nawir yang menjadi moderator dalam diskusi itu menyebut kehadiran Prof. Dr. Tjahyono Gunawan, Ketua Tim Penasehat Arsitektur Kota (TPAK), sebagai pembicara, di samping dua pembicara lain—Zulfi Syarif Koto (Deputi Menpera Bid. Perumahan Formal) & Reddy Hartadji (PT Cawang Housing development)—menjadi sangat penting. Kehadiran Ketua TPAK tersebut sekaligus bisa mengklarifikasi posisi TPAK dalam kaitannya dengan proses perizinan pengembangan Rusunami yang saat ini mengalami kemandekan


Maklum selama ini—dikalangan pengembang Rusunami—TPAK dianggap seolah sebagai institusi yang telah “menjegal” mereka di tengah jalan. Karena salah satu butir rekomendasi TPAK kepada Gubernur DKI Jakarta, Fauzi Bowo, beberapa waktu lalu, untuk meninjau kembali kelanjutan perizinan pembangunan program 1000 tower Rusunami di Jakarta.
Reddy Hartadji sebagai pengembang yang mengaku menjadi korban, dalam kesempatan pertamanya berbicara, malah berujar “Kami ini salah apa? Kok izinnya enggak keluar-keluar? Ibarat kami dikasih ternak. Kepala, badan dan yang lainnya dikasih tetapi buntutnya tetap dipegang Pemda. Bahasa pengembang itu sederhana, lanjut Teddy. Ada peluang, bisa bangun dan ada untung. Kalau enggak boleh bangun tidak apa-apa. Demikian juga, jika DKI menolak rusun juga tidak apa-apa. Kami akan mencari peluang lain. Sebagai pengusaha kami hanya mencari kepastian, ya atau tidak”.
Reddy melanjutkan, sebagai pengusaha ia selalu optimis, demikian juga dengan pengembang yang masih memiliki keyakinan bahwa dalam beberapa bulan ke depan semua permasalahan yang ada segera tuntas.”Kami yakin, TPAK, khususnya Bapak Gunawan ada di pihak kita” urainya, disambut tepuk tangan peserta diskusi.
Tingkat Kepadatan Rusunami
Dalam paparannya Gunawan menyebutkan pada saat TPAK bersidang, yang menarik perhatian mereka adalah proyek Rusunami Bakrieland di Pulau gebang. Secara arsitektur dan tata ruang, bagus sekali. KLB-nya baru 5 dari yang diizinkan 6 . Tetapi setelah dihitung, terdapat 6.000 orang per hektar. Artinya, kalau lahan itu nanti diambil sebagian untuk bangunan dan parkir, maka jika ada kegiatan seperti 17 agustus-an, orang yang ada di sana, posisinya sudah saling berhadapan.
Mereka yang tinggal di Rusunami, papar Gunawan, adalah orang yang tidak memiliki banyak pilihan untuk rekreasi dan lain-lain. TPAK juga mengkaji berapa jumlah sampah yang akan turun. Di sana ada anak-anak, orang muda dan dewasa. Dalam hitungannya, di lahan 3,5 ha, itu terdapat populasi yang sama dengan jumlah penduduk 1 kelurahan. Dari pelajaran itu, katanya, TPAK mencoba memakai teori personal space, jadi kalau bisa mencapai open spacenya 2 m2, maka TPAK tak peduli, KLB-nya itu mau berapa, kendalinya di situ.
TPAK lanjut Gunawan, tidak terlalu kaku juga. Kalau lahan itu dekat dengan jalur hijau umum, density bisa di reduce ke situ. Nah, hal-hal itu, sudah disampaikan sebagai masukkan ke Dinas Tata Kota. Gunawan mengingatkan, jangan sampai ada generasi 15 tahun dari sekarang dilahirkan dari penghunian yang densitynya terlalu tinggi. TPAK masih menoleransi tingkat kepadatan per hektar sampai dengan 3.000 orang.
Gunawan mengakui, kebanyakan anggota TPAK berlatar akademisi, sehingga yang terjadi adalah asumsi-asumsi. Tetapi karena sudah ada rusunami yang mau selesai, hal itu bisa dijadikan semacam patokan. “Kita tes kelincinya. Kalau dengan asumsi-asumsi terus itu yang akan menjadi ngambang. Kalau sudah setahun kita lihat, secara ilmiah akan bisa dipertanggung jawabkan.
Diakhir paparannya, Gunawan mengukapkan, jika pembangunan Rusunami selama ini persoalan sangat komplek, bukan masalah arsitektur saja, tetapi juga kehidupan. Sampah, wabah penyakit menular, lift, dll. Bagi TPAK, sejauh dinilai Rusunami itu mencukupi syarat kesehatan dan keselamatan, mereka tidak akan menahan dan tidak ada alasan untuk menahan.
Perbedaan Asumsi Kepadatan
Dalam penjelasan akhirnya, M. Nawir melihat bahwa dari kaca mata pengembang, density tetap menjadi topik utama karena density akan diterjemahkan pada jumlah unit. Dan jumlah unit pada akhirnya dikonversikan pada KLB. Sebetulnya yang harus digaris bawahi, lanjut M. Nawir, dalam paparan TPAK, KLB bukanlah hal yang menjadi konsen TPAK sepenuhnya, tetapi jumlah unit yang terkait dengan density. TPAK prinsipnya tidak kaku tergantung dari beban dan lokasi masing-masing proyek yang diusulkan.
Asumsi jumlah orang per unit menjadi krusial karena pengembang dan Dinas Tata Kota memiliki hitungan berbeda. Hitungan pengembang setiap tipe memiliki jumlah penghuni yang berbeda. Tipe 21, dihuni oleh dua orang, tipe 30 oleh tiga orang dan berikutnya sampai 4 orang. Sedangkan Dinas Tata Kota mengambil asumsi, bahwa rata-rata per unit dihuni oleh empat orang, tanpa melihat ukuran unit. Jika hitungan itu yang diambil sebagai asumsi, maka setelah dihitung KLB-nya akan ketemu angka 3.
Tetapi, jika asumsi perhitungan yang diambil rata-rata 2,5 penghuni per unit, maka jika dihubungkan dengan harga jual yang sudah dipatok pemerintah tipe 30 Rp 144 juta, secara ekonomis masih visible.

Senin, 15 Desember 2008

Bunga Kredit Tinggi, Penurunan Penjualan Terus Berlanjut

Tingkat suku bunga kredit pemilikan rumah (KPR) yang kini berkisar 14-18 % menyebabkan penjualan rumah kelas menengah ke bawah turun 32%. Penurunan itu diprediksi berlanjut hingga triwulan I – 2009.

Demikian paparan yang dikemukakan Direktur Eksekutif Indonesia Property Watch (IPW) Ali Tranghanda setelah pihaknya meriset dampak dari kenaikan suku bunga KPR terhadap permintaan hunian. Hal itu dikemukkan Ali sehubungan dengan kebijakan perbankan nasional yang menyesuaikan suku bunga KPR dari sebelumnya berkisar 9-13% menjadi 14-18% per tahun. Hasilnya untuk perumahan kelas menengah bawah, setiap kenaikan suku bunga KPR 1% akan menurunkan permintaan rumah berkisar 4-5%.

Dengan memperhitungkan bahwa suku bunga KPR naik 5 % dalam satu bulan terakhir, menurutnya telah menurunkan permintaan rumah kelas menengah ke bawah hingga 20 %. Selain itu, IPW mencatat adanya permintaan rumah yang tertunda dari masyarakat sebanyak 12%. Dengan demikian, permintaan terhadap hunian merosot 32% hanya dalam tempo satu bulan, urai Ali Tranghanda, seperti dikutip Investor Daily

Prediksi Penurunan Penjualan

Sementara itu berdasarkan data Bank Indonesia (BI) realisasi penyaluran KPR/KPA perbankan hingga kuartal III-2008 mencapai Rp 120,89 triliun atau 62% dari total kredit properti yang mencapai Rp 196 triliun. Sebelum terjadi kenaikan suku bungan KPR, survei harga residensial BI pada periode sama menyebutkan adanya peningkatan harga rumah, baik secara triwulanan maupun tahunan. Secara triwulanan (q-t-q), indeks harga naik 0,97%, lebih rendah dibandingkan kenaikan pada triwulan sebelumnya (1,86%). Kenaikan harga ini terutama disebabkan oleh kenaikan harga bahan bakar minyak. Kenaikan harga diperkirakan masih akan berlanjut pada triwulan IV-2008. Berdasarkan tipe rumah, secara triwulanan (q-t-q) kenaikan harga tertinggi dialami oleh rumah tipe kecil.

Pembiayaan properti residensial pada triwulan III-2008 sebagian besar masih bersumber dari dana internal perusahaan (56,0%), diikuti oleh dana yang bersumber dari perbankan (28,5%) serta dana nasabah (12,6%). Sementara itu, dalam melakukan transaksi pembelian properti residensial, kredit pemilikan rumah (KPR) tetap menjadi fasilitas yang digunakan oleh sebagian besar konsumen (73,6%) dengan tingkat suku bunga sebesar 12%, diikuti oleh pembayaran cash bertahap (19,8%), dan sebagian kecil dilakukan dalam bentuk cash keras (6,2%).

Ali Tranghanda mengatakan penurunan permintaan rumah kelas menengah bawah potensial berlanjut hingga triwulan I-2009. Oleh karena itu, ia menghimbau pengembang agar berhati-hati karena adanya potensi kemerosotan penjualan rumah. Pada triwulan I-2009. Ali memprediksikan, penjualan rumah menengah kebawah oleh pengembang akan turun 29%. Kecenderungan ini hanya bisa ditahan dengan penurunan suku bunga acuan (BI rate).

Kalangan pengembang berharap, jika BI rate diturunkan, perbankan segera meresponnya dengan menurunkan suku bunga KPR. Sejak BI tetap mempertahankan BI rate pada level 9,5% dan kemudian turun di awal Desember 2008 menjadi 9,25% sejumlah bank nasional ternyata belum menurunkan suku bunga kreditnya. Mereka tetap menggerek suku bunga KPR/KPA menjadi 14-18%. Beberapa pengembang berharap BI rate kembali diturunkan.

Menurut Alkudri, Ketua Departemen Realestat DPP HIPMI, Perbankan nasional harusnya tidak hanya cepat menaikkan bunga kredit ketika BI rate naik, tetapi perlakuan yang sama juga dilakukan ketika BI rate turun. Karena itu sarannya, pemerintah harus melakukan langkah penyelamatan terhadap tinggi dan sulitnya pengembang dan konsumen mendapatkan kredit perbankan. ”Sekarang BI Rate mulai turun, suku bunga KPR mesti diturunkan. Kalau ada KPR berbunga murah, yang beli rumah jadi banyak, tenaga kerja terus dibutuhkan dan indusri akan terus berjalan. Siklus itu yang harus dijaga dan tidak boleh berhenti, ” ungkapnya.

Siasati Pendanaan
Sementara itu, terkait makin sulitnya mendapatkan kredit konstruksi dari perbankan, beberapa pengembang yang ditemui REALESTAT mengaku mulai mencari sumber pembiayaan alternatif. Pendanaan alternatif itu perlu dicarikan agar proyek tetap jalan untuk memenuhi komitmen kepada pasar. Alternatifnya mulai dari optimalisasi dana internal hingga kemitraan dengan investor strategis.
Tetapi hal itu tidaklah mudah mengingat reputasi pengembang menjadi salah satu penentu dalam kesuksesan meraup pembiayaan di pasar. Untuk developer yang punya reputasi baik dalam pengembangan proyek dan rekam jejak mengelola kredit tidak terlalu sulit mendapatkan pembiayaan. "Kami sendiri masih dipercaya oleh bank pemberi kredit. Tapi dana bank bukan satu-satunya pendanaan bagi pengembang,” ujar Hiramsyah S. Thaib, Direktur Utama PT Bakrieland Development Tbk.
Menurut dia, mempercepat penjualan proyek secara pre-sales merupakan strategi paling bagus dalam mendapatkan pembiayaan murah. Dana yang didapatkan dari hasil pre-sales digabungkan dengan pinjaman untuk membiayai pembangunan konstruksi proyek dan biaya operasional lainnya.
Dia mengakui pendanaan proyek properti saat ini memang berat. Akan tetapi, bagi pengembang yang punya fokus bisnis di bidang properti akan berjuang sekuat tenaga agar proyek tetap jalan. Mereka akan berjuang mati-matian menjaga reputasi agar tidak cacat di pasar.
Bagi beberapa pengembang, dana bank cuma jadi bridging saat cashflow seret. Kalau sudah ada lagi dana bank dibayar lagi. Jadi proyek tetap jalan dengan risiko seminimal mungkin," ungkapnya.
Bagiada: Izin RSH Kami Gratiskan

Untuk pembangunan RSH Pemda Buleleng memberikan bantuan sarana pendukung perumahan, seperti pembangunan jalan, jembatan, jaringan listrik dan air minum, supaya harga jualnya terjangkau bagi kalangan menengah bawah


”Salah jika ada yang bilang di Bali tak mungkin pengembang bisa menjual rumah sesuai harga jual Rumah Sederhana Sehat (RSH). Hal itu dikemukakan Drs Putu Bagiada, MM, disela-sela kunjungannya ke Perumahan Multi Banyuning Lestari, di Singaraja, Bali, Rabu, 29/10 2008 lalu. Bahkan dalam kesempatan tersebut Bagiada menantang pengembang untuk bisa membangun 2000 unit RSH. Jika hal itu bisa diwujudkan katanya pasarnya sudah tersedia, yaitu pegawai negeri sipil dan TNI, Polri. Pemerintah daerah pun siap menyokong penuh dengan memberikan berbagai insentif, seperti aturan yang ditetapkkan pemerintah pusat dan daerah.

Bagiada mengukapkan bukti bahwa pemerintahannnya sangat mendukung pengembang RSH dengan memberikan berbagai kemudahan seperti pembebasan berbagai perizinan. “Perumahan Multi Banyuning Lestari yang telah dikembangkan sebanyak 318 unit oleh PT Giri Multi Estate dengan harga jual Rp 42 juta per unit ini adalah buktinya. Pemda tak hanya memberikan berbagai kemudahan. Pembelinya pun kami rekomendasikan, PNS, TNI dan Polri yang berdinas di kabupaten Buleleng. Jadi tak ada alasan lagi rasanya bagi pengembang untuk tidak mau membangun RSH,” jelas Bagiada.

Nah, untuk mempermudah kegiatan proyek serta membantu pengembang menyediakan kebutuhan rumah untuk masyarakat kelas bawah, pemda telah juga memberikan bantuan sarana pendukung perumahan, seperti pembangunan jalan, jembatan dan perizinan yang diberikan secara gratis. ” Kalau hal itu tidak kami berikan, jelas RSH tak mungkin dibangun di Bali, mengingat harga tanah di Bali secara umum memang sudah tinggi dan sulit peruntukkannya untuk RSH jika pemda tak ikut menyokong,” jelasnya.

Awalnya, jelas Bagiada, ketika pengembang PT Giri Multi Estate menjelaskan bisa membangun rumah dengan harga jual Rp 42 juta, kami ragu. Setahunya baru pertama kali developer mengajukan permohonan, seperti itu. Tetapi saat ini nyata apa adanya, sehingga kami juga ikut membantu menata, agar perumahan kecil ini tidak kumuh, tuturnya. Karena itu Pemda juga membangun fasilitas jalan yang lebar dan melakukan pengaspalan. Demikian juga fasilitas listrik dan air bersih, infrastrukturnya sudah disediakan pemerintah daerah.

”Kami menyadari program perumahan bersubdisi seperti ini bukan hanya tanggung jawab pemerintah pusat dengan gerakan sejuta rumahnya. Tetapi juga pemerintah daerah. Karenanya kami dukung sesuai kapasitas Pemda Buleleng,” jelasnya. Sayangnya Bagiada tak merinci berapa besarnya dana yang sudah dialokasikanya untuk mendukung penyediaan perumahan bersubdisi selama 2008 ini.

Inbox

Bangun 500 unit RSH lagi

Bertepatan dengan Rakernas REI dan Peringatan Hari Habitat Dunia, Rabu (29/10) Menteri Perumahan Rakyat, Yusuf Asy’ari mengunjungi perumahan Multi Banyuning Lestari, di Singaraja, Bali. Perumahan RSH bersubsidi yang jarang dapat direalisasikan di Bali ini, telah terbangun 318 unit. I Gede Suardita, SE, Direktur PT Giri Multi Estate, selaku pengembangnya, menyebutkan terwujudnya RSH di Buleleng, tidak lepas dari bantuan pemerintah kabupaten dan PU Propinsi Bali. Selain bantuan sarana-prasarana pendukung kawasan perumahan juga izin dipermudah. Sehingga RSH terealisasi dengan baik.
‘’Memang selama ini kami masih terkendala banyak hal, sehingga rumit mewujudkan RSH bersubsidi. Tetapi dengan perjuangan dan keinginan membantu masyarakat kelas bawah yang notabene cukup banyak belum memiliki tempat hunian, tentunya dengan konpensasi keuntungan sangat tipis, akhirnya mampu terwujud,’’ ucap pengembang yang akan segera menambah 500 unit RSH lagi.
Ia berharap kedepan pemerintah daerah tetap mendukung pembangunan RSH dengan memberikan kemudahan, sehingga masyarakat menengah bawah dapat tinggal di tempat yang nyaman.

Rabu, 19 November 2008

Orang Indonesia di Sono

Seorang warga Indonesia berjalan memasuki sebuah Bank di New York untukmengajukan pinjaman. Dia menghampiri petugas bagian pinjaman,mengatakan bahwa dia harus pergi ke Jakarta untuk urusan bisnis selamadua minggu, dan memerlukan pinjaman dana sebesar $5.000. Petugas bank menanggapi, bahwa pihak bank akan memerlukan jaminan untukpinjaman yang diajukan. Sang pria menyanggupi persyaratan yang diajukanoleh bank dengan memberikan kunci mobil dan dokumen untuk sebuahFerrari Modena yang terparkir di depan bank. Dia memenuhi semuapersyaratan, menunggu proses pengecekan dengan sabar, dan petugas bankmenyetujui untuk memberikan pinjaman sesuai dengan jumlah yang diajukan.Setelah sang pria Indonesia meninggalkan bank, Pihak manajemen bank danpegawainya mentertawakan pria tersebut karena mempergunakan sebuahmobil Ferrari seharga $250,000 sebagai jaminan untuk meminjam uangsebesar $ 5,000.. Lantas pegawai bank memarkir mobil mewah itu di areaparkir bawah tanah bank tersebut.Selang 2 minggu kemudian, sang lelaki kembali dari Jakarta dan datangke bank, mengembalikan pinjaman dana sebesar $ 5,000 beserta bunganyasebesar $15.41.Sang pegawai bank mengatakan:"Mister Sastro, kami sangat gembira bisa melayani dan berbisnis dengananda dengan lancar. Akan tetapi ada sesuatu yang amat membuat kamibertanya-tanya. Saat anda bepergian ke Jakarta , kami melihat kembalirekening anda di bank kami, dan menjumpai bahwa anda memiliki danajutaan dollar di rekening anda. Akan tetapi, kenapa anda masihmemerlukan pinjaman untuk dana sebesar $ 5,000?Pak Sastro menjawab:"Dimana lagi di kota New York saya bisa memarkir mobil saya selama 2minggu dengan hanya membayar $ 15.41 dan mengharapkan mobil saya tidakdicuri saat saya kembali??"Petugas bank: ...??##@Ah...biasa.. Orang Indonesia ...

Kamis, 13 November 2008

Bunga KPR Terus Merambat Naik
Kalangan perbankan nasional masih wait and see, mengevaluasi besarnya bunga Kredit Pemilikan Rumah
Bisnis perumahan dalam beberapa bulan terakhir kembali mendapat ujian. Pasar dalam lima bulan belakangan kembali goyang. Bahkan hanya tiga bulan menjelang tutup tahun, Bank Indonesia kembali menaikkan suku bunga acuan menjadi 9,50%. Akibatnya, debitur Kredit Pemilikan Rumah (KPR) harus merogoh kocek lebih dalam untuk membayar angsuran.
Penelusuran di lapangan mencatat telah terjadi kenaikan bunga KPR 50-100 basis poin mengikuti biaya dana yang terus melambung. Bank Niaga misalnya telah memberlakukan bunga 15,5% dari sebelumnya 15%. Adapun Bank Panin yang baru sebulan lalu mematok bunga KPR 13,50% kembali menaikkan bunganya ke level 14,25%. Bank NISP per 1 Oktober lalu malah telah memberlakukan suku bunga KPR baru menjadi 15%, naik 100 basis poin dari sebelumnya 14%.
Diketahui beberapa bank pelat merah yang lain, seperti Mandiri dan BNI juga sudah menyesuaikan suku bunga kredit mereka dari angka 13% menjadi 13,25% - 14%. Sedangkan Bank BTN sebagai bank terbesar penyalur kredit perumahan, KPR-nya sudah dikisaran 12%-14%. Malah BRI yang bulan September lalu telah menaikkan KPR-nya ke level 14%, dalam beberapa pekan ke depan seperti diungkapkan A. Toni Soetirto, Direktur Konsumer BRI berjanji akan me-review kembali suku bunga kredit mereka.
Kalangan perbankan menyebutkan kenaikan bunga KPR tersebut dilakukan akibat tekanan biaya dana yang membubung akibat perang bunga deposito yang terjadi dalam beberapa bulan terakhir. Perbankan memperhitungkan cost of fund, dan prediksi kenaikan suku bunga acuan dalam beberapa bulan ke depan.
Direktur Utama PT Bank BTN Iqbal Latanro mengatakan, pihaknya terus melakukan evaluasi terhadap bunga KPR. Pengaruh krisis finansial AS terhadap kredit, terutama KPR, tidak terlalu signifikan. ”Sampai saat ini dampak krisis finansial belum terasa. Kami berharap kita dapat mengelola dampak finansial sehingga dampaknya tidak besar terhadap bisnis BTN," kata Iqbal, pekan lalu.
Tekanan inflasi yang begitu tinggi serta nilai tukar rupiah yang terdepresi mengakibatkan BI menaikkan suku bunga acuan. Sejak Mei 2008 saja, BI telah menaikkan suku bunga acuan enam kali dari 8,25% menjadi 9,50% sampai sekarang. Kenaikan bunga KPR menjadi 14%-15% ini sangat bertolak belakang dengan bunga KPR pada awal tahun 2008 yang masih di bawah satu digit.
Dalam pandangan pengamat ekonomi, Ryan Kiryanto, sektor properti Indonesia tak luput dari imbas krisis keuangan di AS. Dia melihat kondisi global saat ini, sebaiknya pengembang mengerem ekspansi bisnis baru. Atau jika ingin tetap berekpansi maka sebaiknya konsumen diberikan subsidi bunga dengan bekerjasama dengan bank pemberi kredit sehingga penjualan tetap bertumbuh.
Tetapi pengusaha properti tampaknya lebih mengkuatirkan himbauan BI yang meminta kalangan perbankan mengetatkan likuiditas di tengah krisis keuangan yang melanda Amerika. Hal itu bisa menjadi alasan perbankan untuk menahan atau bahkan menghentikan pengucuran kredit. ”Naiknya KPR jelas akan berimbas pada penjualan. Tetapi lebih baik bunga naik, KPR-nya jangan distop, konsumen memiliki pertimbangan masing-masing,” ungkap Indra Wijaya Antono, Direktur Pemasaran Agung Podomoro Group. Dampak penghentian atau perlambatan kucuran KPR, jelasnya akan berdampak pada psikologis pengembang. hal itu justru membutuhkan waktu.
Semoga saja dalam beberapa bulan ke depan, situasi kembali pulih, sehingga gairah pengusaha dan konsumen kembali bangkit.

Standar Legalitas Layak Jual
Supaya Konsumen Lebih Percaya
Lingkup SLLJ hanya terbatas pada legalitas keberadaan dan perijinan berkaitan dengan pembebasan, penguasaan/pemilikan dan pengembangan Produk Properti oleh anggota REI. Lantas bagaimana dengan operasionalisasinya?
Tidak bisa disangkal bahwa salah satu hal yang sering dikeluhkan konsumen melalui surat pembaca diberbagai media nasional adalah persoalan layanan yang diberikan pengembang kepada konsumen. Keluhan yang dilemparkan amatlah beragam. Mulai soal legalitas lahan yang digunakan, spesifikasi bangunan yang tidak sesuai, jadwal serah terima yang molor, sampai pada aspek lingkungan; fasos dan fasumnya.
REI sebagai sebuah lembaga yang mewadahi para pengembang, tidak bisa menutup mata bahwa pada kenyataannya belum semua anggota bekerja secara profesional. Nah, sebagai implementasi dan bentuk dari rasa tanggung jawab untuk meningkatkan profesionalisme anggotanya, REI akan mengeluarkan Sertifikat Legalitas Layak Jual (SLLJ). Rencananya peluncuran SLLJ dilakukan secara resmi pada kegiatan Rakernas di Bali 29-31 Oktober 2008.
Sebetulnya SLLJ ini adalah penyempurnaan dari rencana sertifikasi layak jual yang beberapa tahun lalu pernah disosialisasikan kepada anggota REI. ”Tetapi karena kriteria layak jual itu terlalu luas dan masih menjadi perdebatan, maka REI memulainya dari aspek legalitas dulu,” ujar Djoko Slamet Utomo, Wakil Ketua Umum DPP REI yang juga menjadi ketua tim perumus SLLJ.
Lingkup SLLJ terbatas pada legalitas keberadaan dan perijinan berkaitan dengan pembebasan, penguasaan / pemilikan dan pengembangan produk properti oleh anggota REI. Untuk tahap pertama penerbitan SLLJ, REI hanya menerbitkan sertifikasi untuk produk properti yang termasuk klasifikasi rumah tinggal tunggal dan atau rumah tinggal deret (landed houses), sedangkan untuk klasifikasi yang lain akan diatur kemudian.
Penerbitan SLLJ, lanjut Djoko, tidak mencakup penilaian, dari sisi kemampuan keuangan anggota REI yang menjadi pemohon, atau segala sesuatu yang berkaitan dengan pelaksanaan (realisasi) pembangunan fisik produk properti, ataupun administrasi penjualan dan serah terimanya.
Ketua DPD REI DKI Jakarta yang dimintai komentarnya beberapa waktu lalu, soal rencana penerbitan SLLJ itu secara diplomatis mengaku setuju jika muaranya memang untuk meningkatkan profesionalitas anggota. ”Kami siap melaksanakannya. Tetapi tentu perlu sosialiasi keanggota seperti apa nanti SLLJ tersebut. Kalau soal legalitas saja apakah sudah dianggap cukup. Persyaratan keanggotaankan sudah mencantumkan masalah legalitas tadi. Kami rasa perlu aspek-aspek yang lain,” ujarnya.

Hal yang tidak jauh berbeda dikemukakan oleh Suhardi Basri, Ketua DPD REI Bangka Belitung. Menurutnya kalau SLLJ bisa sebagai tools yang mendukung penjualan, pasti akan diterima anggota. Tetapi yang dipertanyakannya adalah bagaimana cara penerapannya keanggota, karena sampai sekarang dia mengaku belum menerima petunjuk pelaksanaannya.
Operasionalisasi SLLJ
Memang hal yang terpenting dari setiap peluncuran sebuah produk adalah bagaimana produk tersebut akhirnya bisa berjalan di lapangan. Maklum, kebutuhan dan kemampuan di setiap DPD jelas berbeda. Karena itu lanjut Djoko implementasi dari SLLJ ini adalah bagaimana nanti pelaksanaan di lapangan. Ia sudah melihat beberapa DPD telah memasukkan soal standarisasi ini dalam program kerja mereka.
”Artinya memang ada permintaan dan kebutuhan mereka. Tinggal bagaimana nanti penerapannya di lapangan. Soal operasionalisasinya, tentu DPP harus siap dulu, baru nanti DPD-DPD. DPP REI sedang mempersiapkan dan membentuk komisi untuk operasionalisasinya,” terangnya.

Nah, upaya awal yang akan dilakukan DPP REI setelah peluncuran ini adalah memetakan daerah-daerah yang akan dijadikan pilot project penerapan SLLJ. Sementara ini dari pembicaraan lisan beberapa pengurus DPP REI dengan DPD REI, sudah ada beberapa daerah yang bersedia dan meminta untuk dijadikan pilot project. DPD-DPD itu antara lain adalah: Kalimantan Timur, Riau, Jawa Tengah dan Sulawesi Selatan. Siapa menyusul?

BOX

Persyaratan Dasar SLLJ
Persyaratan Dasar yang harus dipenuhi oleh Pemohon untuk memperoleh SLLJ adalah sebagai berikut:
1. Pemohon adalah anggota REI yang masih aktif.
2. Pemohon mengajukan surat permohonan untuk memperoleh SLLJ dengan dilampiri oleh Akta Perusahaan dan Susunan Pemegang Saham, Komisaris, dan Direksi Perusahaan.
3. Pemohon menyerahkan Surat Pernyataan dari Direksi perseroan.
Persyaratan Khusus
Dokumen-dokumen yang harus dipenuhi oleh Pemohon setelah memenuhi Persyaratan Dasar untuk memperoleh SLLJ sebagai berikut:
1. Dokumen Pembebasan Tanah (salah satu):
a. Surat Ijin Peruntukan Tanah.
b. Ijin Prinsip / Ijin Lokasi / Surat Ijin Penunjukan Penggunaan Tanah (SIPPT).
c. Surat Ijin lain yang menyatakan hal keabsahan dan atau kewenangan melakukan pembebasan tanah dimaksud.
2. Dokumen Kepemilikan Atas Tanah (salah satu):
a. Surat Pernyataan Pelepasan Hak (SPPH) yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang berwenang.
b. Surat Keputusan Pemberian Hak (SKPH) yang diterbitkan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN).
c. Surat Ijin lain yang menyatakan hal keabsahan secara hukum (legalitas) tentang pemilikan tanah dimaksud.
3. Dokumen Pengembangan Atas Tanah yaitu Site Plan/Blok Plan yang telah disahkan oleh Pemerintah Daerah yang berwenang.
Kepengurusan Organisasi REI Yang Berwenang Untuk Menerbitkan SLLJ
1. Dewan Pengurus Pusat REI mempunyai kewenangan untuk menerbitkan SLLJ.
2. Untuk pelaksanaannya Dewan Pengurus Pusat REI memberikan Surat Penugasan disertai dengan kewenangannya kepada Dewan Pengurus Daerah REI untuk menerbitkan SLLJ untuk Produk Properti dengan mengikuti batasan-batasan yang ditentukan oleh Dewan Pengurus Pusat REI sebagaimana diatur dalam Pedoman ini, atau perubahan-perubahannya.
3. Untuk melaksanakan monitoring atas pelaksanaan penerbitan SLLJ oleh Dewan Pengurus Daerah REI, Dewan Pengurus Pusat REI membentuk Komisi Monitoring dan Konsultasi SLLJ, selambat-lambatnya 1 (satu) minggu sebelum dikeluarkannya Surat Penugasan dari Dewan Pengurus Pusat REI kepada Dewan Pengurus Daerah REI. Pengurus Komisi Monitoring dan Konsultasi SLLJ setidak-tidaknya terdiri dari satu Ketua, satu Sekretaris dan satu atau lebih Anggota.
4. Setiap kebijakan yang diambil oleh Dewan Pengurus Daerah REI perihal penerbitan SLLJ harus berpedoman kepada Pedoman ini.
Kewenangan Dewan Pengurus Pusat REI
1. Dewan Pengurus Pusat REI mempunyai hak untuk menolak dan mencabut SLLJ yang akan / telah diterbitkan oleh Dewan Pengurus Daerah REI berdasarkan rekomendasi dari Komisi Monitoring dan Konsultasi SLLJ setelah mengadakan pemeriksaan dan pertimbangan ulang atas permintaan tertulis dari Pemohon atau di saat dianggap perlu.
2. Pemohon dapat mengajukan banding kepada Dewan Pengurus Pusat REI cq Komisi Monitoring dan Konsultasi SLLJ, apabila permohonan Pemohon untuk mendapatkan SLLJ ditolak oleh Dewan Pengurus Daerah REI, dengan disertai bukti-bukti yang dianggap oleh Pemohon dapat menjadi dasar bahwa sebenarnya Pemohon berhak mendapatkan SLLJ.
Komisi Penerbitan SLLJ
1. Untuk melaksanakan penerbitan SLLJ Dewan Pengurus Daerah REI membentuk Komisi Penerbitan SLLJ selambat-lambatnya dalam jangka waktu 1 (satu) bulan setelah dikeluarkannya Surat Penugasan dari Dewan Pengurus Pusat REI.
2. Pengurus Komisi Penerbitan SLLJ setidak-tidaknya terdiri dari satu Ketua, satu Sekretaris dan satu atau lebih Anggota Komisi Penerbitan SLLJ (sesuai kebutuhan).
3. Pemilihan dan pengangkatan Komisi Penerbitan SLLJ sebagaimana dimaksud dalam butir 2 di atas ditentukan sepenuhnya oleh Dewan Pengurus Daerah REI.
4. Anggota Komisi Penerbitan SLLJ harus memiliki integritas yang tinggi serta kemampuan yang memadai di bidang usaha properti.
5. Dewan Pengurus Daerah REI harus melaporkan nama-nama pengurus dan atau perubahan nama-nama pengurus Komisi Penerbitan SLLJ kepada Dewan Pengurus Pusat REI selambat-lambatnya dalam jangka waktu 15 (lima belas) hari setelah terbentuk atau digantinya pengurus Komisi Penerbitan SLLJ dimaksud.


Sinergi Pemangku Kepentingan Mendukung Penyediaan Perumahan Berkelanjutan

Penyelenggaraan Rakernas bersama dengan puncak perayaan Hari Habitat Dunia di Bali adalah salah satu implementasi antara pemangku kebijakan dengan REI dalam upaya penyedian perumahan dan permukiman yang berkelanjutan.

Rapat Kerja Nasional Realestat Indonesia (Rakernas REI) tahun 2008 kali ini memiliki arti khusus. Bukan saja karena ini adalah ajang Rakernas pertama yang pelaksanaannya dilakukan di luar ibukota negara dan di luar Pulau Jawa. Tetapi juga karena pelaksanaan Rakernas REI 2008 dilakukan bersama-sama dengan perayaan puncak peringatan Hari Habitat Dunia (HHD).

Penyelenggaraan acara secara bersamaan ini menurut Teguh Satria, Ketua Umum DPP REI, merupakan kesempatan baik juga kehormatan bagi REI sebagai mitra kerja. Maklum, selama ini penyelenggaraan kegiatan utama HHD masih terbatas di lingkungan instansi pemerintah, yaitu Departemen Pekerjaan Umum, Kemenpera, dan Pemda tuan rumah.

“Semoga kegiatan bersama ini lebih mampu mendorong peran serta dari semua stake holder dan masyarakat untuk memahami bahwa habitat lingkungan tempat permukiman, perumahan, tata ruang dan sumber daya alam mempunyai arti penting serta sangat berpengaruh kepada proses kehidupan manusia,” ungkapnya.

Hal senada juga diungkapkan oleh Antonius Budiono, Sekretaris Direktorat Jenderal Cipta Karya Dep. PU, sekaligus Sekretaris Sekretariat Nasional HHD. Peringatan HHD yang dirangkaikan dengan Rakernas REI diharapkan mampu membangun semangat kebersamaan semua stake holder sesuai tujuan peringatan HHD yaitu merefleksi kondisi permukiman dan hak masyarakat atas hunian layak, sekaligus mengingatkan dunia akan tanggung jawab bersama untuk masa depan permukiman yang lebih baik.

Antonius menjelaskan, peringatan HHD adalah agenda tetap tahunan masyarakat dunia yang tergabung dalam organisasi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada tanggal 17 Desember 1985. PBB mengeluarkan sebuah Resolusi No. 40/201 A, yang telah diratifikasi Indonesia dan menyepakati bahwa setiap hari Senin minggu pertama pada setiap bulan Oktober ditetapkan sebagai HHD. “Nah, puncak acaranya adalah tanggal 30 Oktober 2008 bersama-sama dengan Rakernas REI 2008,” tambahnya.

Tiap tahun HHD membawa satu tema yang berbeda. Dan tema tahun 2008 adalah ‘Harmonious Cities’ atau kota yang harmonis. Antonius menyebutkan ada tiga aspek yang menjadi perhatian utama dalam tema ‘Harmonious Cities’, yaitu (a) ketimpangan sosial-ekonomi (mengupayakan keseimbangan atau pemerataan ketimpangan sosial ekonomi dalam kota), (b) perubahan iklim (mempromosikan penggunaan energi yang lebih efisien dan ramah lingkungan yang dapat menurunkan polusi, emisi karbon dan hilangnya bio-diversity), dan (c) identitas budaya (mempertahankan identitas budaya agara dapat mencapai keselarasan).

Tema tersebut kemudian juga menjadi tema umum bagi pelaksanaan Rakernas REI. Adapun tema Rakernas REI 2008 sendiri adalah “Sinergi Stake Holder Mendukung Penyediaan Perumahan Berkelanjutan”. Djoko Slamet Utomo, selaku Ketua Penyelenggara Rakernas REI 2008 menyebutkan tema itu diharapkan menjadi acuan dalam mendorong langkah-langkah kebijakan mendukung percepatan realisasi pembangunan perumahan yang berkelanjutan.

Seminar Nasional dan Internasional

Guna menelusuri benang merah kilas balik serta merefleksi arah wacana pola pemikiran rencana program perumahan dan permukiman , maka pada Rakernas dan Peringatan Hari Habitat juga diselenggarakan seminar nasional dan internasional dengan para nara sumber dari pemangku kebijakan dan pelaku pembangunan serta ahli lingkungan.

Tema-tema besar yang diambil antara lain adalah: “Visi Pembangunan Perumahan dan Permukiman 2025, dengan keynote speech Dr. Sri Mulyani Indrawati, Menko Perekonomian dan tema “Green Design For Sustainable Development” dengan keynote speech, Ir. Rachmat Witoelar, Menteri Lingkungan Hidup.

Tidak lupa juga kegiatan seminar terkait permasalahan teknis, daya listrik, perijinan yang masih dirasakan menjadi kendala oleh para pengembang pelaku pembangunan perumahan, sekaligus sosialisasi program: “Peluang Rumah Pekerja & Transmigrasi” oleh Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, dan Direktur Utama Jamsostek kepada peserta Rakernas REI

Rangkain kegiatan Rakernas REI 2008 yang berlangsung di Bali ini diharapkan bisa merumuskan langkah kebijakan yang bisa mendorong pengembangan dunia properti ke depan, baik langsung maupun tidak langsung. Sehingga pengembangan properti mempunyai kontribusi signifikan bagi pertumbuhan ekonomi nasional yang mempengaruhi lebih dari 100 industri penunjang.

REI juga terus membantu pemerintah dalam penyediaan perumahan nasional bagi penduduk, khususnya masyarakat yang berpenghasilan rendah. Sebagai mitra kerja pemerintah REI memang selalu mendukung program penyediaan perumahan di dalam memenuhi kebutuhan rumah bagi seluruh lapisan masyarakat.

Semoga Rakernas REI 2008, bisa merumuskan strategi pembangunan dan penyediaan perumahan nasional baik vertikal maupun horizontal dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan. Amiin...

Jumat, 26 September 2008

Rusunami di DKI Jakarta

Stop Dulu..Tunggu Juknis

Pemprov DKI Jakarta menginginkan lebih banyak ruang publik yang harus disediakan pengembang rusunami.

Lambannya perizinan rumah susun milik (rusunami) dalam beberapa bulan terakhir, khususnya di daerah DKI Jakarta akhirnya mulai mendapatkan jalan terang. Para pemangku kepentingan antara lain, Pemerintah DKI Jakarta, Kementerian Negara Perumahan Rakyat dan para pengembang akhirnya sepakat bahwa bentuk aturannya adalah bukan merevisi Peraturan Gubernur No. 136/2007 yang dulu ditandatangani Gubernur Sutiyoso. Jalan tengahnya adalah membuat petunjuk teknis berdasarkan semangat yang terkandung dalam Pergub itu sendiri.

Setelah pertemuan dengan Wakil Presiden di Istana Wakil Presiden, yang dihadiri oleh Pemda DKI Jakarta, Kemenpera dan REI, disepakati masing-masing pihak akan menggelar pertemuan konsultasi lanjutan. Prijanto, Wakil Gubernur DKI meminta stafnya untuk menyusun petunjuk teknis bersama-sama dengan REI dalam waktu lebih kurang dua minggu, sejak 12 September 2009.

Sementara itu 189 tower rusunami yang sedang dikembangkan oleh lebih kurang 22 pengembang yang sudah mendapatkan persetujuan Kemenpera, disepakati untuk terus melanjutkan pembangunan dan mendapatkan prioritas untuk diselesaikan perizinannya terlebih dahulu.

Sayangnya, sampai tulisan ini dimuat, belum diperoleh seperti apa aturan teknis yang akhirnya akan menjadi acuan dalam pemberian perizinan pembangunan rusunami. REI berharap petunjuk teknis tersebut dapat segera diselesaikan dalam waktu dua minggu. Dengan demikian, para pengembang dapat segera memulai pengurusan izin dan pembangunan rusunami, yang sudah terhambat selama satu tahun terakhir.
Sebelumnya Tim Penasihat Arsitektur Kota (TPAK) DKI Jakarta, mengirimkan surat kepada Gubernur DKI Jakarta, Fauzi Bowo, yang menyarankan untuk sementara menghentikan perizinan rusunami sampai dilakukan revisi terhadap Pergub No. 136/ 2007 . Akibatnya sebagian pengembang menghentikan dahulu proyeknya dan sebagian lagi memperlambat pekerjaan.

”Ada 17 proyek yang sedang digarap oleh 15 developer. Sebagian berhenti dulu, sebagian lagi slowdown. ,"”Jelas Zulfi Syarif Koto, Deputi Bidang Perumahan Formal Kemenpera. Di lain pihak hampir semua pengembang sejak adanya surat edaran dari TPAK itu, juga mengeluhkan perizinan yang menjadi sulit.
Beberapa hal yang dipermasalahkan oleh TPAK adalah mengenai persyaratan ketersediaan fasilitas publik, infrastruktur jalan, koefisien lantai bangunan (KLB), dan masalah lainnya terutama berhubungan dengan sosial. Menurut Zulfi, ada kekhawatiran dari Pemprov DKI Jakarta jika maraknya program rusunami tersebut dapat menimbulkan masalah sosial, sehingga berbagai aturan dan persyaratannya perlu diperketat.
Pada kesempatan lain, Dirjen Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum Budi Yuwono mengatakan aturan pembangunan rusunami yang diberlakukan oleh Pemprov DKI dinilainya terlalu ketat. Padahal, katanya, Departemen PU sudah mengeluarkan aturan teknis pembangunan rusunami yang cukup toleran. "Kami melihat Pemprov DKI menginginkan lebih banyak ruang publik yang harus disediakan pengembang. Kami juga diundang oleh Pemprov DKI untuk memberi masukan masalah teknis dan sosial terkait dengan proyek rusunami.”

Asisten Sekretaris Daerah DKI Jakarta Bidang Pembangunan, Sarwo Handayani, mengatakan persyaratan yang diajukan berkaitan dengan penyediaan fasilitas sosial dan fasilitas umum. Selain itu, fasilitas keamanan gedung dan gedung parkir juga perlu disediakan. "Jika di kawasan sekitar komplek rusunami sudah terdapat sekolah dan mushola, misalnya, pengembang tidak perlu menyediakannya. Akan tetapi jika tidak ada, fasilitas itu harus disediakan. Jadi, pendekatannya berbeda setiap rusunami," kata Sarwo
Kota Kekerabatan Maja

Quo Vadis Revitalisasi Kota Maja?

Segitiga Maja, Tenjo, dan Cisoka itu lalu dinamai kawasan Kota Kekerabatan dengan pusatnya di Maja. Revitalisasi Kota Maja, masikah sebatas angan-angan?

Dicekoki berbagai iming- iming akan masa depan baru yang jauh lebih baik, warga pada tahun 1994-1995 rela melepaskan tanah mereka kepada para pengembang. Sebaliknya janji elok pemerintah membangun infrastruktur, membuat belasan pengembang memborong lahan, berharap untung.

Namun apa daya. Dua tahun kemudian, krisis 1997-1998 menggerogoti negeri ini. Proyek Kota Kekerabatan Maja yang berada dalam tiga wilayah pemerintahan, yakni Kecamatan Maja, di kabupaten Lebak, Kecamatan Tenjo di Kabupaten Bogor, dan Kecamatan Cisoka di Kabupaten Tangerang, yang diluncurkan semasa Menteri Negara Perumahan Rakyat, Ir. Akbar Tanjung itu pun kandas di tengah jalan. Rencana membangun Maja menjadi Kota Kekerabatan, yang ditandai terhubungnya satu perumahan dengan kompleks perumahan lain menjadi satu kesatuan, tidak terwujud. Infrastruktur tidak juga dibangun.

Nasibnya pun tidak jelas hingga kini. Ribuan hektar lahan yang telah dilepas hak kepemilikannya tercerai berai, dikuasai berbagai pihak. Disinyalir beberapa lahan tak jelas siapa saja “tuannya”. Malah sebagian lahan yang sudah dibebaskan, kembali digarap warga dengan menanam palawija dan memelihara binatang ternak.

Kawasan Kekerabatan Maja ini akhirnya menjadi kurang menarik bagi investor. Rumah yang telah dibeli sebelum krismon banyak ditinggalkan penghuninya (tingkat hunian menurun drastis dari 80%-90% hingga 20%-30%), keterbatasan layanan transportasi lokal kawasan, keterbatasan akses ke kawasan serta jarak yang cukup jauh (+ 70 km) dari Jakarta, sarana transportasi kereta api masih menggunakan kereta ekonomi dan frekuensi perjalanan masih rendah. Akibatnya investor meninggalkan KK Maja dan beralih ke lokasi lain.

Kementerian Negara Perumahan Rakyat, beberapa waktu lalu telah membawa pekerjaan rumah ini ke sidang kabinet dan parlemen di Senayan. Para pengembang yang telah membebaskan lahan, pemerintah daerah di tiga kabupaten, PT Perusahaan Pengelola Aset (dahulu BPPN-red) dan stake holder yang berkepentingan untuk kelanjutan revitalisasi Kota Kekerabatan Maja pun sudah diundang berkoordinasi beberapa kali, termasuk REI

DPP REI, pun sigap bergerak, membentuk Kelompok Kerja Kota Kekerabatan Maja. Di ketuai Handojo Kristianto dengan anggota-anggota antara lain: Heny Laksamana, Sadeni Hendarman, Taufik Iman Santoso, dan lain-lain. Tim Pokja besutan REI pun mulai menggelar pertemuan awal dengan pihak BPN di tiga kabupaten, dan tim dari PPA. Pertemuan koordinasi dengan berbagai pihak dilakukan untuk menggali informasi, mengidentifikasi status lahan dan langkah-langkah koordinasi lainnya .

Rapat koordinasi yang diprakarsai oleh Menpera melalui Deputi Kawasan pun terus di gelar. Dari pertemuan koordinasi terakhir yang berlangsung beberapa waktu lalu, disepakati bahwa Kemenpera mendukung Tim Pokja yang telah dibentuk REI dan akan memperbaharui Kepmen No. 02/KPTS/M/1998 Tentang Pembentukan tim pembangunan perumahan dan permukiman skala besar Kawasan Maja. Rakor juga merekomendasikan Perumnas sebagai leading proyek KK Maja. Rakor meminta PPA menginventarisasi status lahan yang kini dikelola PPA secara lengkap, karena sebagian besar lahan dikuasai PPA.

Keberhasilan revitalisasi Kota Maja sendiri pun sangat tergantung dari koordinasi dari lintas departemen. Sedikitnya empat departemen harus berkoordinasi, mendukung penuh terwujudnya kembali Kota Kekerabatan Maja. Departemen Perhubungan, Departemen PU, Departemen Keuangan dan Kementerian Negara Perumahan rakyat. Karena lintas Departemen, REI mengusulkan kebijakan percepatan Revitalisasi Kota Maja ini sebaiknya melalui Keputusan Presiden, sehingga gaungnya lebih terasa.

Banyak pihak berharap rencana pemerintah kali ini untuk memperhatikan kawasan sebelah barat kota Jakarta yang jauh tertinggal dari kawasan timur Jakarta tak lagi sekedar wacana. Perlu kerja keras. Maklum kondisi KK Maja saat ini ibarat mengurai kembali satu-satu benang yang kusut. Mengambil istilah Handojo, jangan sampai Kota Maja itu akhirnya menjadi kota maya.


Kondisi Terakhir Kota Kekerabatan Maja

• Izin Lokasi: 16 pengembang dan Telah terbangun: 5 pengembang (Permata Kalimaja, Bambu Kuning, Agrindo, Maja Prasadha, Bumi Sangiang Permai)
• Tingkat hunian: 20-30% dari rumah terbangun, sisanya rusak ringan – berat
• Rencana luas + 10.900 ha
• Prediksi daya tampung 2,18 juta jiwa (th. 2025)
• Pengajuan Pembebasan Lahan: 5.796 Ha
• Realisasi Pembebasan Lahan: 3.565,49 Ha
• Penghuni sebagian besar pekerja di Jakarta
• Sebagian besar lahan telah diambil alih PT. PPA (714 ha)
Turbulensi Ekonomi Kredit Konsumer

Tekanan ekonomi global maupun domestik yang direpresentasikan oleh tingginya inflasi, diperkirakan akan terjadi sepanjang 2008 namun dengan eskalasi yang sedikit menurun pada semester II/2008

Kajian Bank Indonesia menginformasikan bahwa perlambatan pertumbuhan ekonomi nasional pada semester I/2008 disebabkan oleh pertumbuhan ekonomi daerah yang melambat dan melambatnya kinerja sektor perdagangan sebagai respon atas melambatnya permintaan domestik karena meningkatnya biaya produksi sebagai dampak kenaikan harga bahan baku dan BBM.

Kondisi ekonomi makro Indonesia yang kurang kondusif diperkirakan akan berlangsung sepanjang 2008. Indikator paling menonjol adalah tingginya inflasi yang terus coba diredam oleh BI dengan meningkatkan BI rate. Alhasil, kredit perbankan dipastikan akan menghadapi tekanan. Peningkatan BI rate merupakan ’pil pahit’ yang harus ditelan oleh pelaku dunia usaha agar inflasi tidak berdampak bola salju (snow ball effects) yaitu semakin memperparah kondisi lingkungan bisnis. Meningkatnya inflasi dan BI rate akan menekan laju kredit perbankan.

Kredit Pemilikan Rumah

Tetapi kontribusi kredit konsumer, khususnya Kredit Pemilikan Rumah (KPR) terhadap komposisi kredit lainnya tetap semakin membesar dibandingkan kredit lainnya. Hal ini sejalan dengan komposisi PDB Indonesia yang masih didominasi dan didorong oleh pertumbuhan konsumsi. Kredit konsumer tidak hanya ekspansif namun juga cenderung kualitasnya membaik, ditunjukkan oleh kolektibiliti yang relatif rendah.

Beberapa bank besar di Indonesia menunjukkan pertumbuhan kredit konsumer yang cukup tinggi. Pertimbangan bank-bank untuk fokus pada kredit konsumer antara lain yield (imbal hasil) yang tinggi, risiko yang tersebar (risk diversified) pada banyak debitur, proses kredit yang relatif sederhana, eksposure yang relatif kecil, dan jaminan (second way out) yang cenderung terapresiasi seperti halnya kredit properti.

Tekanan ekonomi global maupun domestik yang direpresentasikan oleh tingginya inflasi, diperkirakan akan terjadi sepanjang 2008 namun dengan eskalasi yang sedikit menurun pada semester II/2008. Kondisi makro ekonomi Indonesia yang dapat dijadikan sebagai rujukan karena ‘mendekati’ kondisi saat ini adalah tahun 2005 dimana inflasi meningkat akibat naiknya harga BBM bersubsidi pada Maret dan Oktober 2005. Namun demikian, eskalasi 2008 masih dalam batas-batas tertentu yang dapat ‘ditolerir’, khususnya oleh masyarakat menengah atas (middle up).

Prospek 2008 akan ditentukan oleh kondisi ekonomi sepanjang semester II/2008. Oleh karena itu momentum pertumbuhan kredit konsumer Khususnya KPR perbankan pada 2008 menjadi teka-teki, apakah akan tetap meningkat, melambat (slow down), stagnan atau bahkan menurun. Berdasarkan perkembangan makro terkini serta proyeksi pengelolaan kredit konsumer di beberapa bank besar di Indonesia, maka akselerasi pertumbuhannya kemungkinan akan terganggu.

Karena itu kemungkinan perbankan akan lebih selektif dalam menyalurkan KPR dengan fokus pada segmen menengah atas. Maklum segmen bawah paling sensitif terhadap tingginya inflasi. Pembiayaan pada pengembang-pengembang utama serta apartemen di kota-kota besar dapat menjadi prioritas. Dengan demikian, jika kondisi pada semester II/2008 memburuk, kerugian bank masih dapat dicover oleh jaminan berupa properti yang biasanya mengalami apresiasi.▀Disarikan dari tulisan Sakariza Qori Hemawan, Pengamat Ekonomi
Tanggung Jawab Pembangunan Perumahan di Pundak Siapa?

Di era otonomi daerah, tanggung jawab pembangunan di bidang perumahan sebaiknya diberikan pada Pemerintah Daerah.

Persoalan perumahan hari ini bukan lagi sekadar upaya pemenuhan perumahan masyarakat. Namun, telah berkembang menjadi industri yang memainkan peran ekonomi yang cukup besar. Hasil penelitian menyebutkan akibat pembangunan perumahan terjadi multiplayer effect di bidang yang terkait dengan kegiatan perumahan, mulai dari industri cat, semen, besi, hingga produk-produk kerajinan rumah tangga.
Dengan begitu, arah kebijakan yang diambil di bidang perumahan akan juga memberikan pengaruh terhadap industri-industri terkait. Hari Perumahan Nasional pertama ini, menjadi momentum pula untuk meluruskan arah pengembangan perumahan nasional agar industri perumahan juga berpihak kepada kebutuhan perumahan bagi masyarakat menengah bawah. Upaya pemerintah untuk mencapai sasaran pemenuhan hunian bagi sekitar 4 juta keluarga yang belum memiliki rumah dengan pertumbuhan kebutuhan permintaan sekitar 800.000 unit per tahun akan memberikan pengaruh bagi kegiatan ekonomi.

Otonomi Daerah

Ketika deklarasi hari Perumahan Nasional 10 Juli 2008 lalu, mantan Menteri Negara Perumahan Rakyat, Siswono Yudohusodo menyebutkan bahwa di era otonomi daerah ini, tanggung jawab pembangunan di bidang perumahan sebaiknya diberikan pada Pemerintah Daerah. Kelembagaan yang mengatur kebijakan perumahan pada tingkat operasional lapangan ada di tingkat daerah yang langsung menangani lingkungannya.“Karena otonomi daerah merupakan sistem manajemen negara yang memungkinkan suatu keputusan diambil dengan cepat, efektif dan lebih kontekstual dengan memperpendek rentang kendali,” ucapnya. Selain itu, lanjut Siswono, masalah perumahan terkait aspek yang amat luas. Jangan lagi terjadi masing-masing daerah hanya mencoba mengatasi permasalahannya sendiri-sendiri.

Siswono juga menganjurkan kota seperti Jakarta, beserta kota-kota besar di Indonesia lainnya, meniru langkah Guangzhou dalam merubah kota menjadi lebih longgar dan menyenangkan, serta banyak mencontoh dari Singapura dalam masalah pembangunan rumah susun dan didukung oleh organisasi institusi yang menangani perumahan seperti Housing Development Board (HDB) dan Central Provident Fund (CPF).

Sayangnya, perizinan salah satu yang menjadi kewenangan daerah masih dianggap salah satu momok yang kerap dikeluhkan berbagai pihak. Maklum, masih ada pemerintah daerah, kabupaten dan kota, yang belum memberikan perhatian di sektor perumahan. Ketua Umum MP3I (Masyarakat Peduli Perumahan dan Permukiman Indonesia) Aca Sugandhy mengakui, kerja sama dengan pemda untuk pembangunan rumah bagi masyarakat berpendapatan rendah perlu ditingkatkan.
”Walaupun kerja sama sudah dilaksanakan sejak lama melalui Departemen Dalam Negeri maupun asosiasi pemerintah daerah akan tetapi dalam pelaksanaannya ada beberapa daerah yang belum perhatian di sektor perumahan," ujar dia.Biasanya, pihak pemda sibuk dengan pemilihan kepala daerah sehingga misi di sektor perumahan dilupakan. Begitu juga, setelah kepala daerah terpilih terkadang kebijakannya berbeda dengan yang lama.
Karena itu pemerintah pusat harus dapat meningkatkan koordinasi dengan pemerintah daerah. Maka dari itulah, harus ada kerja sama dengan Departemen Dalam Negeri.Maklum Kemenpera selama ini hanya mampu melakukan koordinasi kebijakan perumahan dengan instansi lain terkait karena tidak memiliki kepanjangan tangan di daerah-daerah.

Sementara itu Ketua Umum DPP REI, F. Teguh Satria menyarankan agar ke depan ada evaluasi terhadap pemerintah daerah terhadap kontribusi mereka di sektor perumahan.Ke depan, katanya, harus ada penghargaan kepada pemerintah daerah yang berperan di sektor perumahan sehingga menjadi contoh bagi daerah lain untuk berperan. Menurut Teguh, izin di daerah membuat ekonomi biaya tinggi di daerah. Banyak keluhan dari pengembang daerah karena mengalami kesulitan dalam mendapatkan perizian. "Salah satunya soal izin lokasi yang tidak konsisten di daerah seperti kasus di Bandung Utara yang semula sudah diberikan izin tetapi kemudian dibatalkan sehingga pekerjaan konstruksi terhenti," ujar dia.
Hari Perumahan Nasional

Milestone Baru Bagi Program Perumahan Nasional

Penetapan Hari Perumahan Nasional dimaksudkan mengkaji efektifitas kelembagaan perumahan dan permukiman secara berlanjut sekaligus mengevaluasi pencapaian program pembangunan perumahan dan permukiman setiap tahun


Para pemangku kepentingan di sektor perumahan akhirnya menemukan tonggak sejarah dalam pengembangan perumahan di Indonesia. Tepatnya pada 25 Agustus lalu menjadi momen pertama peringatan Hari Perumahan Nasional yang didasarkan pada pelaksanaan kongres Perumahan Rakyat pada 25-30 Agustus 1950 di Bandung yang kala itu dibuka Wapres Muhammad Hatta. Sebelumnya para pemangku kepentingan menyandarkan hari perumahan pada peristiwa pembangunan rumah di Semarang pada 1976 yang terus diperingati setiap tahunnya.

Kini dengan menempatkan momen kongres Bandung sebagai dasar peringatan ulang tahun Hari Perumahan Nasional, berarti masyarakat telah mengembalikan semangat pembangunan perumahan nasional kepada hakikat sesungguhnya karena perisitiwa Semarang hanyalah kelanjutan dari tiga butir rekomendasi hasil kongres Bandung.

Ketiga butir rekomendasi itu, pertama, menganjurkan kepada pemerintah, agar diusahakan pendirian perusahaan pembangunan perumahan di setiap provinsi. Kedua, pembangunan perumahan rakyat agar memakai syarat atau norma minimum, yaitu rumah induk dengan dua kamar tidur dan luas 36 m2, ditambah lagi rumah-samping seluas 17,5 m2. Ketiga, agar segera dibentuk badan atau lembaga perumahan yang pembiayaannya dimasukkan dalam anggaran pemerintah

Nah, penyaluran KPR pertama di Semarang waktu itu hanya menjawab salah satu butir rekomendasi yang dihasilkan dari kongres Bandung tersebut. Ditandai dengan realisasi kredit pemilikan rumah (KPR) pertama kalinya di Indonesia yang dilakukan Bank Tabungan Negara selaku bank yang diberi tugas khusus untuk menyediakan KPR untuk program perumahan. Realisasi KPR pertama di Kota Semarang itu untuk sembilan unit rumah. Menyusul, pada tahun yang sama di Kota Surabaya dengan delapan rumah, sehingga total KPR yang berhasil direalisasikan BTN pada waktu itu sebesar Rp 37 juta.


Rangkaian Kegiatan

Puncak peringatan dilakukan dengan menggelar upacara bendera yang diikuti oleh keluarga besar Kementerian Negara Perumahan Rakyat (Kemenpera) dan sejumlah stakeholder bidang perumahan seperti Perum Perumnas, REI, Apersi, MP3I (Masyarakat Peduli Perumahan dan Permukiman Indonesia), Bank BTN, Bapertarum PNS. Menteri Negara Perumahan Rakyat (Menpera), Muhammad Yusuf Asy’ari bertindak sebagai inspektur upacara. Komandan upacara adalah Ketua Umum DPP REI, Teguh Satria. Acara itu juga dihadiri oleh seluruh pejabat Eselon I, II, II, IV, dan karyawan di lingkungan Kemenpera serta perwakilan dari beberapa stakeholder perumahan.

Menpera dalam sambutannya mengungkapkan, berdasarkan untaian lintasan sejarah perkembangan perumahan rakyat, sekitar 48 tahun silam, tepatnya tanggal 25 hingga 30 Agustus 1950 dilaksanakan Kongres Perumahan Rakyat Sehat bertempat di Bandung. Hal itu merupakan momen sejarah bagi titik awal perkembangan perumahan dan permukiman di Indonesia. “Dari tanggal pelaksanakaaan kongres inilah, para pemangku kepentingan sektor perumahan rakyat, pada 10 Juli 2008 lalu di Jakarta, menyampaikan Deklarasi Hari Perumahan Nasional kepada Kemenpera yang diantaranya mengusulkan penetapan tanggal 25 Agustus sebagai Hapernas,” ujar Menpera.
Menpera menuturkan, pihaknya sangat mendukung usulan dari para stakeholder perumahan tersebut. Dan melalui keputusan Menpera Nomor 46/KPTS/M/2008, tanggal 6 Agustus 2008 ditetapkanlah tanggal 25 Agustus sebagai Hari Perumahan Nasional. Lebih lanjut, Menpera menjelaskan, dirinya berharap kepada para pemangku kepentingan sektor perumahan rakyat untuk memaknai Hari Perumahan Nasional tidak semata-mata sebagai suatu hari yang sekadar diperingati dan dirayakan secara meriah, tetapi juga harus memahami dan menangani masalah perumahan melalui pendekatan yang koprehensif dan multidisiplin.
Melalui Hapernas, Menpera juga mengajak seluruh pemangku kepentingan sektor perumahan rakyat untuk, pertama melakukan evaluasi atas kinerja selama ini dalam melayani pemenuhan kebutuhan rumah, khususnya bagi masyarakat berpenghasilan menengah bawah (MBR).

Kedua, merumuskan langkah perbaikan ke depan untuk memenuhi kebutuhan rumah yang didambakan oleh seluruh keluarga Indonesia serta melaksanakan langkah-langkah tersebut secara sistematis, efektif dan efisien, dan proaktif dengan menjunjung tinggi tata kelola pemerintahan yang baik (good governance).
“Saya meminta perhatian kepada seluruh pemangku kepentingan sektor perumahan dan permukiman, termasuk jajaran Kemenpera untuk lebih memusatkan perhatian pada beberapa isu strategis yang merupakan tantangan kunci bagi keberhasilan dan kemajuan sektor ini dalam mencapai visi Setiap Keluarga Indonesia Menghuni Rumah yang Layak,” harapnya.
Selain upacara bendera, Kemenpera juga mengadakan kegiatan puncak peringatan Hapernas yang dihadiri oleh Panglima Tentara Nasional Indonesia (TNI), Jenderal Djoko Santoso. Dalam kegiatan itu juga diadakan penyerahan dan peluncuran logo Hapernas dan penandatangan nota kesepakatan (MoU) Kemenpera dengan Markas Besar TNI, Universitas Gadjah Mada (UGM) dan Institut Koperasi Indonesia (Ikopin). Kemenpera juga menyerahkan penghargaan kepada beberapa mitra kerja dan kegiatan hiburan musik keroncong Tetap Sehat dengan penyanyi utama Sundari Soekotjo.

Sebelumnya, keluarga besar Kemenpera dan para pemangku kepentingan perumahan juga mengadakan kegiatan tasyakuran dengan mengundang sejumlah tokoh yang berperan dalam perkembangan perumahan di Indonesia yakni mantan Kepala Jawatan Perumahan Rakyat periode 1955–1959, Suyono Sastrodarsono dan Menteri Muda Urusan Perumahan Rakyat (1978-1983) yang dilanjutkan Menteri Negara Perumahan Rakyat (1983-1988) Cosmas Batubara. Kegiatan tasyakuran itu juga dihadiri Menteri Pekerjaan Umum (PU) Joko Kirmanto dan Menteri Negara Pemuda & Olahraga Adhyaksa Dault.

Kamis, 04 September 2008

Menjual Citra Hijau Komplek Hunian

Di negara-negara maju proyek properti yang menerapkan strategi pembangunan berkelanjutan dengan memerhatikan faktor lingkungan justru mencatat keuntungan yang tinggi.

Isu lingkungan terus menjadi topik hangat yang dibicarakan masyarakat dunia. Properti sebagai salah satu sektor yang memiliki keterkaitan erat dengan lingkungan dituntut responsif menjaga kelestarian lingkungan dan keberlanjutan kehidupan manusia. Kepekaan pengembang terhadap isu lingkungan dan tanggap untuk mewujudkan permukiman yang ramah lingkungan dan berkelanjutan inilah sebenarnya yang akan membedakan pengembang properti yang ramah lingkungan dengan pengembang lainnya.

Karena itu istilah green property, green development, green building, atau green architecture semakin mengemuka. Beberapa pengembang pun mulai mengadopsi konsep hijau dalam setiap proyek mereka. PT Bakrieland Development Tbk, misalnya, jauh-jauh hari telah mengkampanyekan program ”Bakrieland Goes Green”, sebagai bagian dari strategi pengembangan proyek properti mereka.

Keberpihakan terhadap lingkungan yang diterapkan pengembang itu tidak hanya mencakup tiga istilah di atas. Tetapi ditambah dengan green operation, dan green attitude. Menurut Hiramsyah S. Thaib, Chief Executive Officer PT Bakrieland Development Tbk, green attitude menjadi bagian yang terpenting, karena akan menjadi budaya perusahaan dan sumber daya manusia di dalamnya. Semuanya dituntun ke arah nilai yang peduli lingkungan.

”Kepedulian terhadap lingkungan, merupakan kepentingan jangka panjang. Kami tidak hanya berpikir untuk bisa eksis dalam lima atau sepuluh tahun. Tetapi lebih lama, karena ini adalah investasi jangka panjang. Untuk mewujudkan itu, faktor utama selain manusia adalah lingkungan. Jadi yang terpenting adalah bagaimana kami bisa memberi kontribusi terhadap lingkungan,”ujarnya, beberapa waktu lalu.

Di Bakrieland, kata Hiramsyah, sejak awal perencanaan proyek sudah ditanamkan pemikiran untuk memberi nilai tambah kepada konsumen berupa lingkungan yang lebih ramah dan nyaman. Ini sesuai dengan tagline yang diusung Bakrieland, yaitu dream, design, and deliver. Di kawasan superblok Rasuna Epicentrum, contohnya, konsep ramah lingkungan juga dikedepankan. Salah satunya, pada proyek apartemen The Wave yang diluncurkan beberapa waktu lalu. Koridor apartemennya memiliki cross ventilation sehingga pengudaraannya alami dan tidak memerlukan mesin pendingin (AC). Ini akan menghemat energi dan mengurangi efek rumah kaca akibat penggunaan AC.

Sedangkan di Bogor Nirwana Residence—kawasan perumahan lainnya yang dibangun Bakrieland—sebesar 60 persen dari lahannya, digunakan untuk kawasan hijau. Yang dibangun bukan hanya jalur hijau saja, tapi juga taman dan hutan kota. Bahkan pengembang kawasan perumahan di kota hujan itu juga telah melakukan pembudidayaan aneka tanaman langka.

Yang pasti, keberpihakan pada lingkungan tidak hanya akan melestarikan lingkungan, tetapi juga membuat prestasi pengembang dalam menjual menjadi lebih baik Di negara-negara maju proyek properti yang menerapkan strategi pembangunan berkelanjutan dengan memerhatikan faktor lingkungan tidak akan merugi, justru mencatat keuntungan yang tinggi.

Sebaliknya, bagi pengembang yang enggan melaksanakan pembangunan perumahan yang ramah lingkungan, biarkanlah mekanisme pasar yang menentukan. Jika kemudian kawasan perumahan itu tergenang banjir, kesulitan air bersih, bising, bahkan dipusingkan dengan gundukan sampah yang menggunung, konsumen pasti akan berpikir seribu kali untuk tinggal di perumahan tersebut. Karena itulah permukiman ramah lingkungan harus menjadi bagian integral dari pengembangan citra hijau bagi kawasan perumahan.

Selasa, 26 Agustus 2008

Melirik Kembali Pembiayaan Syariah

Besar angsuran tiap bulan dapat dibuat sama persis dengan angsuran KPR konvensional. Hanya bedanya, angsuran KPR syariah ini tidak akan berubah sampai kredit lunas.

Saat ini pelaku pasar sedang giat-giatnya ”memasarkan'” bank syariah. Rupanya setelah terjadi krisis, hal tersebut membuka mata banyak pihak bahwa bank yang menerapkan sistem syariah seperti Bank Muamalat Indonesia (BMI) ternyata lebih tahan menghadapi krisis dibanding bank-bank konvensional. Sistem ini terbukti handal karena dalam sistem ini tidak mengenal bunga yang terbukti menjadi faktor yang menyebabkan bank-bank ambruk atau dilikuidasi akibat negative spread atau kredit macet

Dalam industri perbankan syariah, produk KPR Syariah dapat ditawarkan dengan menggunakan dua model pembiayaan, yakni dengan model pembiayaan murabahah dan model pembiayaan musyarakah mutanaqishah. KPR Syariah dengan menggunakan basis pembiayaan murabahah sudah berjalan di industri perbankan syariah. Bahkan model pembiayaan murabahah ini telah menjadi produk favorit di beberapa bank syariah. Sedangkan KPR Syariah dengan model pembiayaan musyarakah mutanaqishah belum banyak dikembangkan di industri perbankan syariah.

Bank syariah dapat meng-create produk KPR Syariah melalui akad murabahah. Murabahah adalah bagian transaksi jual-beli yang pembayarannya sering dilaksanakan tidak secara tunai (non cash). Karena pihak pembeli diberi kemudahan oleh penjual untuk membayar harga dari barang yang disepakati secara angsuran dalam jangka waktu yang disepakati. Nilai angsuran ini disesuaikan dengan besaran harga jual. Kalau melihat karakteristik yang dimilikinya, murabahah merupakan bagian dari jual-beli yang pembayaran harganya ditangguhkan, al-ba’i bi tsaman ajil.

Dalam prakteknya, pembiayaan murabahah diawali dengan negoisasi antara pihak nasabah dengan pihak bank syariah. Dimana pihak nasabah memohon kepada pihak bank untuk membelikan rumah yang diinginkan. Setelah negoisasi selesai dan berujung pada kata mufakat antara nasabah dan bank syariah, maka pihak bank syariah melakukan pembelian rumah secara tunai kepada developer.

Harga jual bank ditentukan oleh besarnya harga pokok, rate keuntungan dan jangka waktu angsuran. Besar angsuran tiap bulan dapat dibuat sama persis dengan angsuran KPR konvensional. Hanya bedanya, angsuran KPR syariah ini tidak akan berubah sampai kredit lunas.

Cara hitung

Cara menghitung harga jual KPR sistem syariah ini adalah berdasarkan pendapatan atau laba yang ingin didapat oleh bank per tahunnya selama jangka waktu kredit. Besarnya tingkat keuntungan ini dapat disamakan dengan bunga KPR konvensional. Sebagai gambaran dapat diambil contoh sebagai berikut:

Seorang calon nasabah yang mengajukan KPR syariah berminat pada rumah yang berharga Rp 20 juta dari developer. Dia mempunyai uang muka sebesar Rp 2 juta sehingga dia membutuhkan KPR sebesar Rp 18 juta yang akan diangsur selama 20 tahun.
Misalkan bank menghendaki pendapatan sebesar 14% per tahun-sesuai bunga KPR-RS saat ini-maka didapat angka annuitas tahunan sebesar 0,150986.

Angsuran nasabah tersebut sebesar 0,150986 x Rp 18 juta / 12 = Rp 226.479 per bulan. Pada waktu akad perjanjian antara bank dengan nasabah dibuat akad jual-beli dimana bank menjual rumah dengan harga sebesar 20 x 12 x Rp 226.479 = Rp 54.354.960; dan nasabah akan membayarnya secara angsuran perbulannya Rp 226.479 selama 20 tahun.

Secara sepintas perhitungan KPR syariah ini tidak berbeda dengan KPR konvensional yang mempergunakan sistem bunga. Perbedaannya dalam KPR syariah ini tidak diterapkan penyesuaian bunga kredit sehingga angsuran akan tetap sampai kredit lunas. Disamping itu karena dalam sistem syariah tidak dikenal time value of money maka bila terjadi tunggakan tidak dapat dite-rapkan perhitungan denda yang berdasarkan suku bunga.

Lalu bagaimana yang dilakukan apabila terjadi tunggakan terus menerus yang kemungkinan akan berakhir dengan kredit macet yang mengakibatkan kerugian pada bank? Pada sistem syariah akad perjanjian yang ditandatangani antara bank dengan nasabah adalah mengikat dan harus dilaksanakan secara konsisten.


Bagaimana halnya apabila debitur KPR syariah hendak melakukan pelunasan sebelum jangka waktu kredit berakhir? Apakah dia harus melunasi kekurangan harga jual-beli yang telah diperjanjikan dimuka dengan dikurangi dengan jumlah angsuran yang telah dibayar? Apabila hal tersebut diterapkan tentunya akan sangat memberatkan, apalagi bila jangka waktu kreditnya masih lama. Didalam contoh di atas bila nasabah akan melunasi pinjamannya setelah lima tahun, maka seharusnya yang harus dibayar adalah Rp 54.354.960 - (5 x 12 x Rp 226.479) = Rp 40.766.220. Jumlah ini tentu tidak realistis karena malah jauh lebih besar dari harga pokok rumah tersebut yang hanya Rp 20 juta.

Seperti halnya pada KPR konvensional untuk KPR syariah ini dapat dibuatkan tabel pembayaran atau repayment schedule. Tabel ini dapat terdiri dari kolom bulan, angsuran, profit atau keuntungan (tingkat keuntungan dikalikan pokok pinjaman dibagi 12), angsuran pokok (angsuran dikurangi keuntungan), pokok pinjaman dan pendapatan yang belum diterima (unearned income balance/UIB).

UIB ini merupakan harga jual bank dikurangi pokok pinjaman dikurangi keuntungan. Dengan demikian kalau ada nasabah yang akan melunasi dipercepat, jumlah yang harus dibayarkan adalah sebesar sisa pokok (principal outstanding) pinjaman ini. Dalam contoh kasus di atas setelah lima tahun maka sisa pokok pinjaman menjadi Rp 16.692.865.

Tapi dalam hal ini untuk pelunasan dipercepat ini bank akan rugi atau kehilangan opportunity untuk mendapatkan keuntungan selama 20 tahun. Sehingga bank dapat menentukan untuk pelunasan dipercepat selain pokok pinjaman tersebut dapat ditambahkan sekian persen dari UIB (di BIMB ditambah 1-2% dan untuk contoh di atas ditambah 2% x Rp 24.073.355 - Rp 481.467).

Di sini dapat disimpulkan bahwa dengan pemberian KPR dengan sistem syariah ini dapat menjadi alternatif penyaluran KPR yang sama-sama menguntungkan bagi nasabah ataupun bank. Bagi nasabah ada kepastian angsurannya tidak akan naik selama jangka waktu kredit. Bagi bank dimungkinkan melakukan eksekusi segera sehingga memperkecil jumlah kredit macet atau bermasalah. Sumber: Dari berbagai sumber
Memilih dan Menghitung Kapasitas AC

Indonesia merupakan negara tropis dengan tingkat suhu dan kelembaban udara cukup tinggi. Hal ini sangat berpengaruh pada tingkat kenyamanan, terutama kenyamanan di dalam ruangan. Namun, kondisi alam yang kurang nyaman ini dapat dimanipulasi dengan alat pengendali suhu dan kelembanan ruang atau biasa disebut air conditioner (AC). Standar kenyamanan didalam ruangan terhadap kondisi udara sekitar (thermal comport) untuk negara-negara tropis berkisar antara 24-26ºC, dengan kelembaban 50-60%.

Semua jenis AC, pada prinsipnya melakukan empat hal dalam pengondisian udara, meliputi pengaturan temperatur, pengaturan kelembaban, pengaturan sirkulasi udara, dan pengaturan kebersihan. Sementara untuk menentukan jenis AC yang akan dipakai, terdapat tiga hal yang harus diperhatikan yakni fungsi gedung luas area, dan dampak pada desain arsitektur gedung.

Tidak semua jenis AC cocok ditempatkan pada semua fungsi gedung, misalnya AC sentral tidak cocok untuk gedung yang berfungsi sebagai apertemen karena belum ada teknologi untuk melakukan penghitungan pemakaian AC pada setiap unit hunian. Begitu pun dengan luas area, pada area atau ruang yang luas bisa digunakan jenis AC sentral atau AC VRV ( variable refrigerant volume )

Untuk ruang yang tidak begitu besar, bisa dipergunakan jenis AC split. Namun,perlu diperhatikan bahwa untuk penggunaan AC split, panjang pipa antara kondensor yang berada di luar ruang dan evaporator yang berada di dalam ruang tidak lebih dari 7 meter dan 20 meter untuk AC split dengan sistim ducting. Bila panjang pipa melebihi ketentuan tersebut, kapasitas AC harus dinaikkan, tetapi hal ini tentu akan berpengaruh pada efisiensi energi listrik.

Pemilihan jenis AC yang tidak disesuaikan dengan arsitektur gedung juga akan menimbulkan ketidaknyamanan, terutama pada gedung-gedung yang telah selesai dibangun sehingga penyesuaian jenis AC juga sangat penting.

Mengenal Standar Pengukuran Kapasitas AC

Standar pengukuran kapasitas AC biasanya diukur dalam BTU (British Thermal Unit) Satu BTU dapat diartikan sebagai jumlah panas yang dibutuhkan untuk menaikkan suhu 1 derajat Fahreinheit (0,56ºC) air dengan berat 1 pon (0,45kg). Atau 1 BTU- 1,055 Joule. Kapasitas pendinginan dalam BTU/jam disebut juga tonnage refregerant (TR) dengan perhitungan 1 TR = 12,000 BTU/jam dan 1 PK = 9000 BTU/jam.

Sebagai contoh, sebuah AC window yang sederhana mempunyai rating 10.000 BTU. Sebagai perbandingan, 2000 ft2 ( contoh ini merupakan nilai estimasi )





Memilih Ukuran Atau Kebutuhan AC Yang Tepat

Menurut M&E Engineer PT. Meltech Consultindo Nusa, Edi Rosadi, untuk melakukan penghitungan secara detail kebutuhan AC dalam ruangan, para konsultan mekanikal dan elektrikal biasanya menggukan software E20 yang dikeluarkan oleh salah satu produsen AC ternama dengan cara menginput data secara lebih spesifik. Namun, kebutuhan AC dalam ruangan juga dapat dihitung secara manual dengan selisih antara 19-15%

Penghitungan manual dilakukan dengan mengumpulkan beban eksternal dan internal berdasar fungsi ruangan. Beban eksternal atau biasa juga disebut dengan istilah diversity factor meliputi panas konduksi dan panas radiasi, misalnya dinding, langit-langit, jendela dan ventilasi. Nilai diversity factor berbeda-beda, tergantung luas dan fungsi bangunan. Untuk mal 0,8, hotel 0,7 misalnya, beban internal atau biasa juga disebut dengan istilah demand factor meliputi jumlah penghuni, serta lampu penerangan dan peralatan elektronik. Nilai demand factor antara ditentukam dari 0,9-1 tergantung luas area dan kondisi ruangannya.

Menurut Edi Rosadi, meski tidak ada acuan standar yang tepat, berdasarkan fungsi gedung, kapasitas AC pada gedung perkantoran umumnya 600-700 BTU/jam, restoran 1000-1200 BTU/jam, apartemen dan hotel 450-550 BTU/jam, rumah sakit 600-650 BTU/jam dan ruang operasi 1500-1800 BTU/jam.

Rumus untuk perhitungan secara manual ini sebagai berikut:

Estimasi budget dapat dihitung berdasar tipe AC. Untuk AC tipe split duck harganya berkisar antara 8-10 juta/TR. Untuk AC tipe central,harganya berkisar antara 11-13 juta/TR. Untuk AC tipe variable refrigerant volume (VRV) harganya berkisar antara 16-17 juta/TR, sehingga berdasar perhitungan diatas, bila yang dipilih adalah tipe AC central dengan harga termahal, dapat diperoleh perhitungan 168 TR x 13 juta = 2.184.000.000,- rupiah. Harga tersebut sudah termasuk harga total untuk gedung perkantoran dengan 20 lantai dan luas tiap lantai 200 m2.SumberProyeksi

Energi Alternatif Bagi Industri Perumahan

Untuk pengembangan energi alternatif, regulasi yang dibutuhkan adalah yang berhubungan dengan tata niaga sumber energi dan perangkat hukumnya, sehingga energi alternatif dapat diperdagangkan pihak swasta

Meningkatnya harga minyak mentah dunia yang nyaris mendekati angka US$ 150/barrel beberapa waktu lalu, mengakibatkan beberapa jenis energi alternatif yang dulu dianggap terlalu mahal, kini menjadi pilihan yang memungkinkan untuk dikembangkan lagi, khususnya bagi subsektor perumahan.

Apalagi ketergantungan produksi listrik di Indonesia sebagian besar masih dihasilkan oleh pembangkit listrik tenaga diesel dan uap yang menggunakan sumber energi yang tidak terbarukan seperti minyak/solar dan batubara. ”Pengadaan pembangkit listrik baru berbahan baku energi terbarukan seperti air, tenaga surya, angin, biomassa, dsb sangat kurang dan terlambat dilaksanakan. Karena itu pengembang harus mengkaji keekonomiannya untuk pengembangan pembangunan perumahan,” ungkap Johannes Tulung, Anggota Tim Pendayagunaan Energi Listrik Alternatif DPP REI..

Maklum, salah satu syarat yang harus dipenuhi oleh pengembang agar bisa melaksanakan Akad Kredit antara konsumen pembeli rumah dengan bank adalah tersedianya daya listrik dirumah yang akan dihuni. Ironisnya, diberbagai daerah di Indonesia kini terjadi kekurangan daya listrik sehingga PLN tidak sanggup memasok listrik bagi rumah-rumah yang telah siap terbangun dan siap untuk pelaksanaan akad kredit serta serah terima rumah.

Menurut Gannet F.Pontjowinoto, President Director PT Energy Management Indonesia, secara umum kebijakan energi nasional masih bertumpu pada energi yang berasal dari fosil, terutama bahan bakar minyak (BBM). Khusus tentang penyediaan energi listrik dari kapasitas PLN yang terpasang, sebesar 72,85% energi dihasilkan dari bahan bakar fosil yang terdiri: 28,58% berasal dari pembangkit berbahan bakar gas, 25,28% dari minyak bumi, dan 18,99% berasal dari batu bara. Sedangkan tenaga listrik yang dihasilkan oleh tenaga air sebesar 11,96%, dan yang dihasilkan oleh panas bumi sebesar 1,51%.

Karena itu lanjutnya, menyikapi permasalahan krisis energi, khususnya yang menimpa kalangan pengusaha perumahan, keberadaan beberapa solusi pengadaan listrik alternatif di luar daya yang disediakan PLN bagi para pengembang saat ini dirasakan sangat mendesak. Pengetahuan mengenai teknologi yang ada, kemungkinan pengembangan sesuai karakteristik lingkungan proyek yang dikembangkan, investasi yang dibutuhkan, sampai dengan rekayasa finansial serta contoh penerapan, akan menjadi masukan bagi para pengembang untuk memilih kemungkinan pengadaan listrik diproyek masing-masing selain dari PLN.

Darimana Memulainya?

Pilihan ideal bagi Indonesia menurut Arya Rezavidi, Direktur Pusat Teknologi Konversi dan Konservasi Energi Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) terletak pada energi baru dan terbarukan (EBT). Indonesia memiliki potensi besar sumber energi jenis ini seperti panas bumi, biomassa, mikrohidro, angin, surya, gambut, pasang surut dan gelombang.

Di tinjau dari dampaknya terhadap lingkungan, energi ini termasuk energi yang ramah lingkungan. Sebagai daerah vulkanik, wilayah lndonesia termasuk negara kaya akan sumber energi panas bumi. Jalur gunung api membentang dari ujung Pulau Sumatra Sepanjang Pulau Jawa-Bali, NTT, NTB, Halmahera dan Pulau Sulawesi.

Sebagai negara tropis, Indonesia kaya akan biomassa. Kita memiliki potensi biomassa sebesar 50 000 MW yang tersebar di seluruh wilayah negeri ini. Dari jumlah sebesar ini, baru dimanfaatkan sebesar 313 MW, atau sebesar 0,62 % dari potensi yang ada. Sementara itu, energi baru dan terbarukan yang lain dapat dikatakan belum disentuh.

Semua pihak kelihatannya akan menyetujui upaya diversifikasi sumber energi. Namun, pertanyaan yang sulit dijawab adalah siapa pelopor dan dari mana mulainya. Realitas saat ini menunjukkan bahwa minyak masih merupakan pilihan paling menguntungkan. Karena itu lanjut Rohadi Awaluddin, Peneliti dari Institute of Science and Technology Studies (ISTECS) perubahan pilihan energi tidak dapat dilakukan dalam waktu singkat.

Diperlukan perubahan fasilitas dengan investasi tidak kecil. Perubahan ini, tentunya, disertai resiko yang tidak kecil. Oleh karena itu, upaya diversifikasi sumber energi ini tidak dapat diserahkan kepada pihak swasta sepenuhnya. Untuk memulai upaya diversifikasi sumber energi, pemerintah perlu mengambil inisiatif awal. Ada beberapa langkah yang dapat dilakukan pemerintah untuk memacu upaya ini:
- Menciptakan suasana yang mendukung bagi pengalihan sumber energi dari minyak. Pemerintah dapat memberikan insentif, misalnya berupa keringanan pajak bagi industri pengguna energi selain minyak.. Tingkat pengurangan pajak ini tentunya disesuaikan dengan jenis sumber energi yang digunakan. Insentif tertinggi sebaiknya diberikan kepada pengguna sumber energi dari jenis EBT.
- Langkah percontohan. Bagi para calon pengguna, contoh nyata merupakan faktoryang menentukan. Di negeri dengan tingkat ketidakpastian yang sangat tinggi ini, percontohan dapat dilakukan oleh badan usaha milik negara (BUMN)

Bila melihat perkembangan energi alternatif yang tergolong energi terbarukan, terlihat potensi yang ada, seperti disia-siakan saja. Seperti energi panas bumi, yang saat ini cadangannya mencapai 27.000 MWe (Megawatt of electrical output), baru dipakai sepertiganya, yaitu sebesar 9.000 MWe atau setara dengan listrik sebesar 800 MW.

Cadangan energi dari pembangkit air diperkirakan ada sebesar 75,67 gigawatt. Namun yang dikembangkan baru sebesar 24 gigawatt saja. Beberapa bentuk hambatan yang dibuat pemerintah sendiri, sehingga meminimkan upaya swasta dalam mengembangkan energi alternatif adalah hambatan regulasi, insentif dan perpajakan.

Untuk pengembangan energi alternatif yang terbarukan dibutuhkan regulasi oleh pemerintah. Regulasi yang dibutuhkan berhubungan dengan tata niaga sumber energi dan perangkat hukum sehingga energi alternatif dapat diperdagangkan. Sebagai contoh lanjut sampai saat ini masih ada aturan pemerintah yang melarang swasta memproduksi listrik dan menjual langsung kepada masyarakat.

Jika aturan itu dicabut, lanjut Johannes bukan tidak mungkin pengembang berinisiatif menyediakan daya bagi keperluan usahanya sendiri, sehingga krisis daya yang kini terjadi diberbagai lokasi perumahan bisa teratasi. “Energi alternatif ini memang investasi awalnya besar. Tetapi bagi sebagian pengembang, bukanlah persoalan yang terlalu serius, karena bisa saja hal itu dipaketkan dengan pembiayaan KPR,” lanjutnya.

Malah, bukan tidak mungkin, penggunaan energi alternatif menjadi tagline penjualan sebagian pengembang, sehingga jualannya lebih laris. Perumahan yang gratis iuran listrik seumur hidup! Karena memang rumahnya sudah dipasang tenaga surya.

Selasa, 29 Juli 2008

Superblok, Investasinya Tetap Berbiak

Angka penjualan produk properti yang nyaris tidak pernah sepi di kawasan superblok, membuktikan bahwa berinvestasi di kawasan terpadu itu tetap menguntungkan

Pengembangan superblok akhirnya menjadi salah satu pilihan untuk mengatasi berbagai masalah yang dihadapi kota metropolitan seperti Jakarta. Kemacetan lalu lintas contohnya. Kemacetan itu tak hanya mengganggu mobilitas warga, tetapi juga memboroskan bahan bakar, uang, waktu, memperburuk kualitas udara kota, melelahkan fisik, yang akhirnya menurunkan produktifitas kerja. Karena itulah superblok menjadi pilihan, baik bagi pengembang maupun konsumen.

Namanya juga mix used development, maka di dalamnya tersedia berbagai fasilitas yang lengkap dan terpadu. Mulai dari apartemen, perkantoran, pusat perbelanjaan, fasilitas rekreasi, sekolah, sampai rumah sakit. Sehingga penghuni di dalamnya tak bakalan kerepotan, karena bisa melakukan aktivitas keseharian hanya dalam satu kawasan.

Salah satu kawasan superblok yang makin menarik perhatian adalah Rasuna Epicentrum. Maklum sejak pertamakali diluncurkan ke pasaran dua tahun lalu, superblok yang dikembangkan PT Bakrie Swasakti Utama (BSU) anak usaha PT Bakrieland Developement Tbk itu terus berdandan mempercantik diri. Di dalamnya, selain keberadaan Apartemen Taman Rasuna, Aston Rasuna Residence, Rasuna Office Park, Club Rasuna, Pasar Festival, dan Apartemen The 18 Residence juga terus tumbuh beberapa jenis bangunan lain.

Dalam waktu dekat, akan beroperasi gedung perkantoran Bakrie Tower, The Grove Condominium, Epicentrum Walk dan The Wave Apartemen. Kelak, penghuni bangunan itu makin meramaikan kawasan seluas 53,5 hektar di koridor Jalan Rasuna Said, Jakarta. Bakrie Tower misalnya, menurut Ferry S. Supandji, Chief Marketing Officer BSU critical point desain bangunannya sudah selesai dikerjakan, sehingga tinggal finishing

Demikian juga Epicentrum Walk, bangunan tujuh lantai yang menggabungkan konsep lifestyle antara mal dan perkantoran dengan area terbuka yang luas itu akan menyelesaikan pengembangannya akhir 2008. “Beberapa tenant terkemuka sudah bergabung. Mudah-mudahan awal tahun depan beroperasi,” jelas Ferry.

Tak heran komitmen penyelesaian proyek yang tepat waktu bahkan menurut Ferry lebih cepat dari waktu yang telah dijanjikan sebelumnya, membuat angka penjualan produk-produk yang ada di Rasuna Epicentrum tetap tinggi. Bahkan harganya pun dari bulan ke bulan selalu merangkak naik. The Grove Condominium, contohnya, sejak awal diluncurkan beberapa bulan lalu, dengan harga mulai Rp 800-an juta per unit, kini harga jualnya sudah mencapai Rp 1,3 miliar.

Kenaikan harga yang cukup fantastis ini, membuat sebagian besar investor maupun end user terus memburu produk-produk yang diluncurkan di Rasuna Epicentrum ini. ”Umumnya mereka mencari tempat tinggal baru dengan konsep yang menarik dan modern. Nah. Rasuna Epicentrum ternyata memberikan prespektif lifestyle baru bagi mereka,” paparnya.

Demikian juga di kawasan superblok lain. Sebut saja superblok Kemang Village. Walaupun inflasi terus menerjang negeri ini, tetapi penjualan tiga tower dari tujuh tower apartemen di Kemang Village, Jakarta Selatan, malah sudah mencapai angka 90 persen. Demikian diungkapkan Direktur Kemang Village Djoko Hardjono dan Jessica Jessica Quantero, beberapa waktu lalu di Jakarta. Separuh pembeli apartemen di Kemang Village adalah pembeli tunai.

Sebagai informasi Kemang Village akan membangun tujuh tower dengan kapasitas sekitar 1.800 unit. Pada tahap pertama dikembangkan tiga tower apartemen dengan nama The Ritz, Cosmopolitan, dan Empire, dengan total 728 unit. Tower terbaru, The Tiffany, sebagai bagian pembangunan tahap kedua telah diluncurkan Juni lalu. Selain apartemen, di area Kemang Village akan dibangun pusat perbelanjaan mewah seluas 130.000 meter persegi dengan kapasitas 300 gerai lifestyle menengah atas yang dlengkapi berbagai fasilitas, antara lain klub fitnes, bioskop, kafe dan restoran, dan Timezone

Melihat angka penjualan di atas tampaknya orang Indonesia sudah mulai terbiasa Membiakkan” uang di proyek-proyek mix used. Dan bagi mereka itu adalah sebuah peluang yang sulit untuk dilewatkan. Apalagi bila membandingkannya dengan bunga simpanan perbankan.
Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo

Menuju Rumah Sakit Berkelas Internasional

Pengembangan berbagai fasilitas terpadu dengan dukungan peralatan modern dan SDM handal merupakan wujud komitmen RSCM menjadi rumah sakit bertaraf internasional.

Rumah Sakit Umum Pusat Nasional (RSUPN) Dr.Cipto Mangunkusumo atau masyarakat sering menyebutnya dengan singkatan RSCM, merupakan rumah sakit pertama dan tertua di Indonesia. Dr.Tjipto Mangunkusumo yang namanya kemudian diabadikan menjadi nama rumah sakit itu, adalah pelopor berdirinya RSCM.

Keberadaan RSCM, tentunya tidak bisa dilepaskan dari sejarah Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Perkembangan kedua instansi itu saling tergantung dan saling mengisi satu sama lain. Pada tahun 1896, Dr H. Roll ditunjuk sebagai pimpinan pendidikan kedokteran di Batavia (Jakarta)—saat itu laboratorium dan sekolah Dokter Jawa masih berada pada satu pimpinan.

Kemudian tahun 1910, Sekolah Dokter Jawa diubah menjadi STOVIA, cikal bakal Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Pada tanggal 19 November 1919 didirikan CBZ (Centrale Burgelijke Ziekenhuis) yang disatukan dengan STOVIA. Sejak saat itu penyelenggaraan pendidikan dan pelayanan kedokteran semakin maju dan berkembang fasilitas pelayanan kedokteran spesialistik bagi masyarakat luas.

Bulan Maret 1942, saat Indonesia diduduki Jepang, CBZ dijadikan rumah sakit perguruan tinggi (Ika Daigaku Byongin). Pada tahun 1945, CBZ diubah namanya menjadi “ Rumah Sakit Oemoem Negeri (RSON). Tahun 1950, RSON berubah nama menjadi Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP). Pada Tanggal 17 Agustus 1964, Menteri Kesehatan Prof. Dr Satrio meresmikan RSUP menjadi Rumah Sakit Tjipto Mangunkusumo (RSTM), sejalan dengan perkembangan ejaan baru Bahasa Indonesia, maka diubah menjadi RSCM.

Pada tanggal 13 Juni 1994, sesuai SK Menkes nomor 553/Menkes/SK/VI/1994, berubah namanya menjadi RSUP Nasional Dr Cipto Mangunkusumo. Berdasarkan PP nomor 116 Tahun 2000, tanggal 12 Desember 2000, status RSCM ditetapkan sebagai Perusahaan Jawatan (Perjan). Dalam perkembangan selanjutnya, Perjan RSCM berubah menjadi Badan Layanan Umum, berdasarkan PP Nomor 23 tahun 2005.

Perubahan itu, terang Direktur Utama RSCM, Prof. DR. Dr. Akmal Taher, SpU (K) bertujuan memberikan otonomi dan keleluasaan manajemen untuk mengembangkan pendapatan rumah sakit. ”Dengan status BLU kami mempunyai keleluasaan dan kelonggaran yang lebih untuk mendayagunakan pendapatan yang ada. Tidak hanya itu, masalah penggajian karyawan juga bisa diatur secara lebih proporsional,” paparnya. Dengan status BLU, sisi manajemen, pelayanan, dan sebagainya, arahnya menjadi lebih jelas.

Menjadi World Class Hospital

Untuk mewujudkan visi RSCM menjadi rumah sakit pendidikan yang mandiri dan terkemuka di ASEAN dan Asia Pasifik pada tahun 2010, lanjut Prof.. Akmal, RSCM terus berbenah diri, baik dari sisi kelengkapan sarana dan prarasana penunjang medis dan nonmedis maupun sumber daya manusianya. Salah satunya dengan mengembangkan sistem desentralisasi, yaitu menyatukan departemen pada Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dengan instalasi RSCM jadi departemen medik untuk mengelola sumber daya rumah sakit. Juga dikembangkan sistem remunerasi dengan pemberian insentif kepada pegawai rumah sakit berdasarkan kinerjanya.

RSCM juga terus meningkatkan kemampuannya dengan mengikuti perkembangan teknologi kedokteran dan bekerjasama dengan organisasi profesi di negara maju. Para dokter ahli RSCM mendapat kesempatan untuk belajar di pusat-pusat pendidikan di luar negeri. ”RSCM tetap akan menjadi tempat pendidikan para dokter ahli dari seluruh Indonesia, dan menjadi kiblat perkembangan ilmu kedokteran,” tambahnya.

Prof. Akmal menjelaskan pengembangan pelayanan RSCM selain mengarah pada layanan unggulan dengan menghadirkan pelayanan medik menggunakan alat dan perlengkapan modern dan canggih seperti fasilitas radiologi dan radioterapi, juga dengan mengembangkan pelayanan kesehatan terpadu dari berbagai subdisiplin keilmuan. Seperti: pelayanan jantung terpadu, pelayanan geriatrik terpadu, perawatan luka bakar terpadu dan pelayanan kanker terpadu.

Adapun untuk pengembangan sarana fisik rumah sakit, menurut Dr. Sonar Soni Panigoro, Sp.B-Onk.M.Epid, Direktur Umum & Operasional RSCM, secara bertahap terus ditambah. Selain pembangunan gedung penunjang seperti gedung parkir, dan fasilitas pengolah limbah, dalam dua tahun ke depan, di lahan seluas 12 hektar itu, juga akan dibangun beberapa gedung, baik untuk pasien rawat inap maupun rawat jalan, lengkap dengan fasilitas penunjang medik. ”Sesuai masterplan, konsep pengembangan fisik bangunan RSCM, mengarah pada bangunan yang efisien dan ramah terhadap lingkungan,” jelasnya.

Sebagai contoh, beberapa bulan lalu, telah dibangun Public Wing atau bagian pelayanan publik untuk meningkatkan pelayanan kesehatan masyarakat terutama golongan ekonomi menengah ke bawah yang penggunaannya diresmikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Public Wing adalah gedung rawat inap terpadu A yang merupakan bangunan terintegrasi dari 9 bagian di RSCM, yaitu kebidanan dan kandungan, bedah, bedah saraf, THT, penyakit dalam, anestesi, mata, kulit dan kelamin, dan geriatri. Bangunannya terdiri dari 8 lantai, 169 kamar rawat, dengan total kapasitas 900 tempat tidur. ”Gedung itu merupakan unit rawat inap terbesar di Indonesia saat ini,” lanjutnya.

Sebagai bagian dari rumah sakit umum pusat nasional, gedung public wing, papar DR. Dr. Tjahjono Darminto Gondhowiardjo, Sp. M(K), Development and Marketing Director RSCM memiliki keunggulan dari aspek kualitas sumber daya manusia baik dokter spesialis, perawat, dan tenaga ahli lainnya. Profesi berbagai disiplin ilmu kedokteran siap melayani pasien dengan kemampuan terbaik yang dimilikinya. Selain itu gedung ini memiliki fasilitas pelayanan laboratorium, farmasi, unit pelayanan gizi, radiologi, ruang operasi, rehabilitasi medik, billing center dan rumah singgah dengan fasilitas 84 kamar tidur.
Pelayanan terpadu ini, lanjut Dr. Tjahjono juga didukung oleh manajemen rumah sakit yang berbasis komputerisasi. Manajemen klinik maupun finansial pelayanan pasien dirangkum dalam satu kesatuan sistem informasi terintegrasi yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan. ” Keberadaan fasilitas terpadu di gedung itu merupakan satu wujud komitmen peningkatan mutu pelayanan rawat inap dengan pelayanan yang terstandarisasi bertaraf internasional. Hal ini merupakan salah satu langkah untuk merealisasikan RSCM berkembang menjadi World Class Hospital,” lanjutnya.

Selain itu guna mewujudkan visi RSCM menjadi rumah sakit terkemuka di Asia Pacifik, sebelum 2010 juga akan dibangun International Wing. ”Wujudnya berupa gedung 7 lantai dengan 392 tempat tidur. Gedung ini akan menampung pasien kelas I, VIP dan VVIP. Di dalamnya juga akan dibangun fasilitas penunjang, seperti: fasilitas rawat jalan, diagnostik dan intervensi,” ungkap Dr. Sonar.

Tujuan pengembangan Internasional Wing menurut Dr. Tjahjono, adalah untuk meningkatkan kinerja rumah sakit baik dari sisi pelayanan maupun ekonomi dan finansial. ”Gedung itu dibangun untuk meningkatkan daya saing dengan rumah sakit luar negeri dan menampung kebutuhan sebagian masyarakat akan rumah sakit dengan fasilitas yang jauh lebih baik,” jelasnya. Diharapkan keberadaan fasilitas Internasional Wing mampu mengurangi animo masyarakat Indonesia yang memiliki uang lebih berobat ke luar negeri.

Di samping itu pada tahap selanjutnya, juga akan dikembangkan Central Medical Unit tahap II, sebagai pusat sarana diagnostik dan intervensi yang infratsrukturnya ditunjang oleh ilmu kedokteran mutakhir dan program pelatihan. Layanan yang dikembangkan lanjut Dr. Tjahjono, adalah pelayanan terpadu ICU, ICCU, pelayanan hemodialisa, bedah central, endoskopi, dan pelayanan rawat jalan superspesialistik termoderen.

Dengan konsep layanan yang telah dikembangkan di atas, RSCM berharap menjadi salah satu rumah sakit pendidikan yang mandiri dan terkemuka di dunia.