Kamis, 17 Juli 2008



Diseminasi Usulan Rancangan Aturan Pemerintah Untuk Orang Asing

Sebagai perangkat hukum, PP No. 41 Tahun 1996 belum cukup komprehensif mengatur tentang hak atas tanah beserta bangunan untuk orang asing.

“Sedikit Cahaya di Tengah Kegalauan”. Kalimat itu diungkapkan Enggartiasto Lukita, Ketua Kehormatan DPP REI di tengah acara penyerapan aspirasi (diseminasi) Usulan Rancangan Aturan Pemerintah tentang Hak Atas Tanah Beserta Bangunan bagi WNA dan Badan Hukum Asing, di Jakarta, 24/4/08 lalu. Hal tersebut diungkapkan Enggar karena sejak lama hak kepemilikan properti asing boleh dibilang belum melahirkan kebijakan baru dari pemerintah yang kondusif bagi kepemilikan asing.

Selama ini Dasar Hukum Pemilikan Rumah Tempat Tinggal/Hunian oleh WNA adalah PP No. 41 Tahun 1996 tentang Pemilikan Rumah Tempat Tinggal atau Hunian oleh Orang Asing yang Berkedudukan di Indonesia, Permenag/KaBPN No. 7 Tahun 1996 dan Permenag/KaBPN No. 8 Tahun 1996.

Di Indonesia menurut Prof. Dr. Maria SW Sumardjono SH., MCL., MPA, yang menjadi pembicara tunggal menyatakan walaupun PP No.41 Tahun 1996 telah terbit sepuluh tahun lalu, Implementasinya belum menampakkan hasil sesuai tujuan yang diharapkan. Sebagai perangkat hukum, PP No. 41 Tahun 1996 belum cukup komprehensif mengatur tentang hak atas tanah beserta bangunan untuk orang asing.

Berbagai aspek belum diakomodasi dalam PP No. 41 Tahun 1996 tersebut, misalnya:
PP ini hanya mengatur mengenai WNA, bagaimana dengan badan hukum asing? PP ini hanya mengatur tentang rumah tempat tinggal/hunian, bagaimana dengan yang bukan hunian?
Rumah tempat tinggal/hunian yang dapat dimiliki WNA dapat terjadi di atas tanah Hak Pakai (HP) atas Tanah Negara atau HP atas Hak Milik, bagaimana kemungkinannya dengan HP atas tanah Hak Pengelolaan (HPL)?
Klasifikasi tempat tinggal adalah bukan rumah sederhana (RS) atau rumah sangat sederhana (RSS), apakah kriteria lain, misalnya harga minimal tidak diperlukan?
Pemilikan rumah tempat tinggal dibatasi untuk satu rumah, apakah pembatasan ini masih perlu dipertahankan?
Bagaimana dengan pembatasan jumlah unit yang dapat dijual kepada WNA (kuota), apakah hal ini diperlukan?
Apakah rumah tempat tinggal dapat dijual, bagaimana persyaratannya?
Bagaimana dengan pewarisan dan hibah rumah tempat tinggal?
PP ini tidak memuat tentang instansi yang berwenang memberikan izin dan melakukan pengawasan, apakah hal itu diperlukan?
Bagaimana dengan sanksi terhadap pelanggaran ketentuan yang ada?

Nah, dalam kegiatan diseminasi tersebut anggota REI diminta masukannya sebelum usulan tersebut dirumuskan oleh Prof. Dr. Maria SW Sumardjono SH dan menjadi bahan masukan kepada pemerintah untuk Usulan Rancangan Aturan Pemerintah tentang Hak Atas Tanah Beserta Bangunan bagi WNA dan Badan Hukum Asing

Tidak ada komentar: