Selasa, 15 Juli 2008

Pasar Perkantoran



Gedung Perkantoran Tetap Diburu

Gedung perkantoran tetap menjadi primadona pasar properti. Tumbuh tak hanya di CBD, di luar CBD juga menunjukkan gairah tersendiri.

Bisnis properti perkantoran tampaknya tak layu dihujani inflasi. Di tengah pasang surut beberapa subsektor properti akibat kenaikan harga bahan bakar minyak, serapan pasar gedung perkantoran justru mencatatkan kinerja yang menggairahkan. Menurut data yang dirilis PT Procon Indah, total pasokan komulatif ruang kantor selama kuartal I 2008 sebanyak 3,61 juta m2. Rapor itu bahkan melampaui masa kejayaan properti sejak krisis 1997 lalu.

Sebagian besar pasokan perkantoran di Jakarta berasal dari area Central Business District (CBD), koridor Sudirman-Thamrin (58 persen) dan Kuningan-Gatot Subroto (18 persen). Konsultan properti lain, PT Property Advisory Indonesia juga melaporkan harga sewa perkantoran di CBD pada kuartal I 2008 naik 1,2% menjadi Rp 131.270 per m2 per bulan, dibandingkan periode sama tahun lalu Rp 129.665 per m2 per bulan.
Dalam kurs dolar, harga sewa perkantoran di CBD pada periode itu naik 3,4% menjadi US$ 14,24 per m2 per bulan dari sebelumnya US$ 13,77 per m2 per bulan. Kenaikan sewa tarif dalam bentuk mata uang dolar AS lebih tinggi karena penguatan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS selama periode itu. Hampir semua konsultan properti memperkirakan permintaan ruang kantor kelas premium di kawasan CBD (grade A) akan terus meningkat.
Tren yang terjadi sepanjang kuartal I 2008 dipastikan akan berlanjut. Pasalnya, beberapa perusahaan yang akan berinvestasi secara langsung di Indonesia membutuhkan tambahan ruang kantor baru pada tahun ini
Sampai akhir 2008 diperkirakan pasokan ruang perkantoran di Jakarta mencapai angka 4,12 juta m2. Menara BCA-Grand Indonesia, The Energy, City Tower dan Bakrie Tower adalah beberapa gedung perkantoran yang akan resmi beroperasi dan menyemarakkan peta bisnis perkantoran di Jakarta pada awal tahun depan.

Untuk menarik minat calon pembeli dan penyewa (tenant) pengembang mengiming-imingi berbagai kelebihan terhadap bangunan yang akan mereka jual atau sewakan kepada para tenant. Beragam konsep diusung para pengembang untuk menarik pemilik usaha membeli atau menyewa tempat di gedung yang mereka bangun. Namun kebanyakan menawarkan model gaya hidup baru bagi kaum urban, khususnya gedung perkantoran yang terletak di pusat kota.

Bakrie Tower misalnya, gedung perkantoran yang dikembangkan oleh PT Bakrieland Development Tbk yang digembar-gemborkan akan menjadi landmark bagi kota Jakarta itu menjanjikan sejumlah keunggulan. Kini, gedung kelas premium (grade A+) itu, telah merampungkan pekerjaan konstruksinya.

Bakrie Tower merupakan gedung perkantoran modern yang memiliki fasilitas tahan gempa sampai 8 skala richter, tenaga listrik cadangan 100%, pengolahan air limbah dan dilengkapi fasilitas penyandang cacat. Gedung itu merupakan bagian dari mega superblok Rasuna Epicentrum yang akan dikelilingi produk properti lainnya seperti: The Groove Condominium, The Grove Suites, The Wave at Rasuna Epicentrum, dan bangunan lain yang sudah berdiri sebelumnya.

Diperkirakan gedung perkantoran ”terseksi” di Jakarta itu akan selesai secara keseluruhan pada November 2008. M. Ridwan Kamil, konsultan dari urbane Indonesia, partner lokal yang mengarsiteki keberadaan Rasuna Episentrum menyebutkan, salah satu kelebihan Bakrie Tower adalah dari sisi desainnya.

Bentuk Bakrie Tower yang sculptural—menyerupai penari balet—dimana tiap lantainya denah digeser sebesar 1 derajat horizontal, sehingga menghasilkan bangunan yang meliuk-liuk, membuatnya menjadi perkantoran terseksi di Indonesia saat ini. Belum lagi secondary skin (selimut bangunan) yang terdiri atas 8.000 panel fasad yang tidak sama, membuat keunikan tersendiri dan menjadikan gedung perkantoran ini berbeda dengan yang lain.
Direktur Utama PT Bakrieland Development Tbk, Hiramsyah Sambudhy Thaib, menjelaskan bahwa gedung perkantoran setinggi 50 lantai itu akan dihuni pada awal 2009. Hiramsyah menyebutkan 80 persen dari 65 ribu meter persegi ruang yang tersedia di Bakrie Tower telah terjual. “Mayoritas kelompok usaha Bakrie yang akan berkantor di situ,” ujarnya, disela-sela topping off gedung perkantoran yang dibandrol dengan harga Rp 20-21 juta per meter persegi itu, belum lama ini.

Di luar perusahaan dari Group Bakrie, tidak sembarangan perusahaan bisa berkantor di sana. Dijelaskan Sri Hascaryo, Direktur PT Bakrieland Development Tbk yang akan menghuni kantor dengan status strata title (hak milik) itu hanyalah perusahaan-perusahaan yang masuk dalam peringkat 100 besar Majalah Fortune.

Tampaknya tren perkantoran ke depan akan mengaju pada kawasan yang bangunannya saling melengkapi satu sama lain. Seperti halnya Bakrie Tower yang berlokasi di superblok, beberapa perkantoran lainnya juga mengusung konsep superblok. Gandaria City misalnya, kawasan yang dikembangkan oleh PT Artisan Wahyu, anak perusahaan Pakuwon Group, juga mengusung konsep perkantoran di area superblok. Gandaria City memiliki satu gedung perkantoran berkonsep strata title, di samping keberadaan mal, hotel dan apartemen
Fenomena semaraknya gedung perkantoran di area superblok ke depannya akan terus bertambah. Bagaimana tidak, sejauh ini setidaknya ada 10 mega proyek mix use development yang di dalamnya juga memiliki perkantoran akan mengepung kota Jakarta. Selain Rasuna Epicentrum dan Gandaria City tadi, ada juga Podomoro City, Kemang Village, CBD Pluit, Season City, Kota Casablanka, Kuningan City, The St. Moritz, dan Ciputra World Jakarta. Ke depannya, perkantoran dalam area superblok ini bisa jadi akan bertambah panjang.


Di Luar Superblok

Tetapi di luar area superblok, bangunan perkantoran murni masih tetap berkembang. Perkantoran murni berbenah diri dengan melengkapi fasilitasnya untuk memberi layanan, kenyamanan dan kemudahan yang lebih baik lagi bagi para pekerjanya. Salah satu keunggulannya adalah aksesibilitas; bebas tree in one dan langsung terhubung dengan akses jalan bebas hambatan alias jalan tol.

Nah, geliat perkembangan perkantoran seperti itu telah menjalar ke daerah-daerah lain, yang memiliki akses memadai ke jalan tol. Daerah Jakarta Selatan sampai Jakarta Timur misalnya, terus mencuri perhatian. Sepanjang koridor jalan T.B Simatupang sampai Kampung Rambutan, banyak tumbuh pusat-pusat perkantoran baru.

Akses tol dari Tangerang, Bekasi dan Bogor dan sejumlah kawasan pinggiran Jakarta ke Jalan T.B. Simatupang, menjadi salah satu daya tariknya. Gedung perkantoran yang sudah berada di wilayah itu saat ini, misalnya Elnusa, Ratu Prabu, Arkadia, dan Gedung Fedex. Perusahaan yang menjadi penyewa (tenant) di gedung-gedung perkantoran yang sebagian besar terkonsentrasi di area Lebak Bulus-Cilandak itu merupakan perusahaan-perusahaan manufaktur dan perminyakan. Bagi perusahaan manufaktur, berkantor di kawasan TB Simatupang sangat menguntungkan karena banyak perusahaan memiliki pabrik di daerah Tangerang dan Bekasi. Akses tol memudahkan transportasi menuju pabrik-pabrik yang tersebar di kedua wilayah tersebut.

Demikian juga perusahaan-perusahaan yang membutuhkan ruang kantor lebih luas, mereka cenderung memilih berkantor di luar segitiga emas Jakarta. Pertimbangannya, biaya sewa yang lebih murah dibandingkan dengan ruang perkantoran di kawasan CBD Jakarta. Selisih antara harga jual gedung kantor di CBD dan di luar CBD juga cukup besar. Perbedaan harga jualnya bisa mencapai 20%.

Menurut hitungan Procon, harga jual kantor di CBD hingga akhir 2007 berkisar antara Rp 13 juta hingga Rp 18 juta per m2. Sementara di luar CBD, harga jualnya hanya Rp 8,2 juta hingga Rp 13 juta per m2. Perbedaan harga sewa antara kantor di CBD dan non-CBD malah bisa mencapai 32%. Harga sewa kantor rata-rata di area CBD dalam rupiah dan dolar Amerika Serikat (AS) adalah sekitar Rp 140.200 dan US$ 14,89 per m2 per bulan. Sementara harga sewa kantor di luar CBD dalam rupiah dan dolar AS, hanya sekitar Rp 95.200 dan US$ 10,11 per m2, per bulan. Karenanya, kini koridor sepanjang wilayah Jakarta Selatan dan Timur itu semakin naik daun.

Tidak ada komentar: