Selasa, 16 Desember 2008

Benang Merah Perizinan Rusunami
Dalam penjelasannya, Ketua TPAK mengaku pada prinsipnya mereka tidak kaku dalam mengeluarkan rekomendasi. Hal itu sangat tergantung dari beban dan lokasi masing-masing proyek rusunami yang diusulkan
Dialegtika Rusunami, demikian Muhammad Nawir, Wakil Ketua Umum DPP REI Bidang Rumah Susun, menyebut diskusi sesi terakhir dari rangkaian acara kegiatan Temu Anggota Tiga DPD REI (Jakarta, Jawa Barat dan Banten) yang berlangsung di Senayan City, 20 Nopember 2008 lalu। M। Nawir yang menjadi moderator dalam diskusi itu menyebut kehadiran Prof. Dr. Tjahyono Gunawan, Ketua Tim Penasehat Arsitektur Kota (TPAK), sebagai pembicara, di samping dua pembicara lain—Zulfi Syarif Koto (Deputi Menpera Bid. Perumahan Formal) & Reddy Hartadji (PT Cawang Housing development)—menjadi sangat penting. Kehadiran Ketua TPAK tersebut sekaligus bisa mengklarifikasi posisi TPAK dalam kaitannya dengan proses perizinan pengembangan Rusunami yang saat ini mengalami kemandekan


Maklum selama ini—dikalangan pengembang Rusunami—TPAK dianggap seolah sebagai institusi yang telah “menjegal” mereka di tengah jalan. Karena salah satu butir rekomendasi TPAK kepada Gubernur DKI Jakarta, Fauzi Bowo, beberapa waktu lalu, untuk meninjau kembali kelanjutan perizinan pembangunan program 1000 tower Rusunami di Jakarta.
Reddy Hartadji sebagai pengembang yang mengaku menjadi korban, dalam kesempatan pertamanya berbicara, malah berujar “Kami ini salah apa? Kok izinnya enggak keluar-keluar? Ibarat kami dikasih ternak. Kepala, badan dan yang lainnya dikasih tetapi buntutnya tetap dipegang Pemda. Bahasa pengembang itu sederhana, lanjut Teddy. Ada peluang, bisa bangun dan ada untung. Kalau enggak boleh bangun tidak apa-apa. Demikian juga, jika DKI menolak rusun juga tidak apa-apa. Kami akan mencari peluang lain. Sebagai pengusaha kami hanya mencari kepastian, ya atau tidak”.
Reddy melanjutkan, sebagai pengusaha ia selalu optimis, demikian juga dengan pengembang yang masih memiliki keyakinan bahwa dalam beberapa bulan ke depan semua permasalahan yang ada segera tuntas.”Kami yakin, TPAK, khususnya Bapak Gunawan ada di pihak kita” urainya, disambut tepuk tangan peserta diskusi.
Tingkat Kepadatan Rusunami
Dalam paparannya Gunawan menyebutkan pada saat TPAK bersidang, yang menarik perhatian mereka adalah proyek Rusunami Bakrieland di Pulau gebang. Secara arsitektur dan tata ruang, bagus sekali. KLB-nya baru 5 dari yang diizinkan 6 . Tetapi setelah dihitung, terdapat 6.000 orang per hektar. Artinya, kalau lahan itu nanti diambil sebagian untuk bangunan dan parkir, maka jika ada kegiatan seperti 17 agustus-an, orang yang ada di sana, posisinya sudah saling berhadapan.
Mereka yang tinggal di Rusunami, papar Gunawan, adalah orang yang tidak memiliki banyak pilihan untuk rekreasi dan lain-lain. TPAK juga mengkaji berapa jumlah sampah yang akan turun. Di sana ada anak-anak, orang muda dan dewasa. Dalam hitungannya, di lahan 3,5 ha, itu terdapat populasi yang sama dengan jumlah penduduk 1 kelurahan. Dari pelajaran itu, katanya, TPAK mencoba memakai teori personal space, jadi kalau bisa mencapai open spacenya 2 m2, maka TPAK tak peduli, KLB-nya itu mau berapa, kendalinya di situ.
TPAK lanjut Gunawan, tidak terlalu kaku juga. Kalau lahan itu dekat dengan jalur hijau umum, density bisa di reduce ke situ. Nah, hal-hal itu, sudah disampaikan sebagai masukkan ke Dinas Tata Kota. Gunawan mengingatkan, jangan sampai ada generasi 15 tahun dari sekarang dilahirkan dari penghunian yang densitynya terlalu tinggi. TPAK masih menoleransi tingkat kepadatan per hektar sampai dengan 3.000 orang.
Gunawan mengakui, kebanyakan anggota TPAK berlatar akademisi, sehingga yang terjadi adalah asumsi-asumsi. Tetapi karena sudah ada rusunami yang mau selesai, hal itu bisa dijadikan semacam patokan. “Kita tes kelincinya. Kalau dengan asumsi-asumsi terus itu yang akan menjadi ngambang. Kalau sudah setahun kita lihat, secara ilmiah akan bisa dipertanggung jawabkan.
Diakhir paparannya, Gunawan mengukapkan, jika pembangunan Rusunami selama ini persoalan sangat komplek, bukan masalah arsitektur saja, tetapi juga kehidupan. Sampah, wabah penyakit menular, lift, dll. Bagi TPAK, sejauh dinilai Rusunami itu mencukupi syarat kesehatan dan keselamatan, mereka tidak akan menahan dan tidak ada alasan untuk menahan.
Perbedaan Asumsi Kepadatan
Dalam penjelasan akhirnya, M. Nawir melihat bahwa dari kaca mata pengembang, density tetap menjadi topik utama karena density akan diterjemahkan pada jumlah unit. Dan jumlah unit pada akhirnya dikonversikan pada KLB. Sebetulnya yang harus digaris bawahi, lanjut M. Nawir, dalam paparan TPAK, KLB bukanlah hal yang menjadi konsen TPAK sepenuhnya, tetapi jumlah unit yang terkait dengan density. TPAK prinsipnya tidak kaku tergantung dari beban dan lokasi masing-masing proyek yang diusulkan.
Asumsi jumlah orang per unit menjadi krusial karena pengembang dan Dinas Tata Kota memiliki hitungan berbeda. Hitungan pengembang setiap tipe memiliki jumlah penghuni yang berbeda. Tipe 21, dihuni oleh dua orang, tipe 30 oleh tiga orang dan berikutnya sampai 4 orang. Sedangkan Dinas Tata Kota mengambil asumsi, bahwa rata-rata per unit dihuni oleh empat orang, tanpa melihat ukuran unit. Jika hitungan itu yang diambil sebagai asumsi, maka setelah dihitung KLB-nya akan ketemu angka 3.
Tetapi, jika asumsi perhitungan yang diambil rata-rata 2,5 penghuni per unit, maka jika dihubungkan dengan harga jual yang sudah dipatok pemerintah tipe 30 Rp 144 juta, secara ekonomis masih visible.

Tidak ada komentar: