Selasa, 26 Agustus 2008


Energi Alternatif Bagi Industri Perumahan

Untuk pengembangan energi alternatif, regulasi yang dibutuhkan adalah yang berhubungan dengan tata niaga sumber energi dan perangkat hukumnya, sehingga energi alternatif dapat diperdagangkan pihak swasta

Meningkatnya harga minyak mentah dunia yang nyaris mendekati angka US$ 150/barrel beberapa waktu lalu, mengakibatkan beberapa jenis energi alternatif yang dulu dianggap terlalu mahal, kini menjadi pilihan yang memungkinkan untuk dikembangkan lagi, khususnya bagi subsektor perumahan.

Apalagi ketergantungan produksi listrik di Indonesia sebagian besar masih dihasilkan oleh pembangkit listrik tenaga diesel dan uap yang menggunakan sumber energi yang tidak terbarukan seperti minyak/solar dan batubara. ”Pengadaan pembangkit listrik baru berbahan baku energi terbarukan seperti air, tenaga surya, angin, biomassa, dsb sangat kurang dan terlambat dilaksanakan. Karena itu pengembang harus mengkaji keekonomiannya untuk pengembangan pembangunan perumahan,” ungkap Johannes Tulung, Anggota Tim Pendayagunaan Energi Listrik Alternatif DPP REI..

Maklum, salah satu syarat yang harus dipenuhi oleh pengembang agar bisa melaksanakan Akad Kredit antara konsumen pembeli rumah dengan bank adalah tersedianya daya listrik dirumah yang akan dihuni. Ironisnya, diberbagai daerah di Indonesia kini terjadi kekurangan daya listrik sehingga PLN tidak sanggup memasok listrik bagi rumah-rumah yang telah siap terbangun dan siap untuk pelaksanaan akad kredit serta serah terima rumah.

Menurut Gannet F.Pontjowinoto, President Director PT Energy Management Indonesia, secara umum kebijakan energi nasional masih bertumpu pada energi yang berasal dari fosil, terutama bahan bakar minyak (BBM). Khusus tentang penyediaan energi listrik dari kapasitas PLN yang terpasang, sebesar 72,85% energi dihasilkan dari bahan bakar fosil yang terdiri: 28,58% berasal dari pembangkit berbahan bakar gas, 25,28% dari minyak bumi, dan 18,99% berasal dari batu bara. Sedangkan tenaga listrik yang dihasilkan oleh tenaga air sebesar 11,96%, dan yang dihasilkan oleh panas bumi sebesar 1,51%.

Karena itu lanjutnya, menyikapi permasalahan krisis energi, khususnya yang menimpa kalangan pengusaha perumahan, keberadaan beberapa solusi pengadaan listrik alternatif di luar daya yang disediakan PLN bagi para pengembang saat ini dirasakan sangat mendesak. Pengetahuan mengenai teknologi yang ada, kemungkinan pengembangan sesuai karakteristik lingkungan proyek yang dikembangkan, investasi yang dibutuhkan, sampai dengan rekayasa finansial serta contoh penerapan, akan menjadi masukan bagi para pengembang untuk memilih kemungkinan pengadaan listrik diproyek masing-masing selain dari PLN.

Darimana Memulainya?

Pilihan ideal bagi Indonesia menurut Arya Rezavidi, Direktur Pusat Teknologi Konversi dan Konservasi Energi Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) terletak pada energi baru dan terbarukan (EBT). Indonesia memiliki potensi besar sumber energi jenis ini seperti panas bumi, biomassa, mikrohidro, angin, surya, gambut, pasang surut dan gelombang.

Di tinjau dari dampaknya terhadap lingkungan, energi ini termasuk energi yang ramah lingkungan. Sebagai daerah vulkanik, wilayah lndonesia termasuk negara kaya akan sumber energi panas bumi. Jalur gunung api membentang dari ujung Pulau Sumatra Sepanjang Pulau Jawa-Bali, NTT, NTB, Halmahera dan Pulau Sulawesi.

Sebagai negara tropis, Indonesia kaya akan biomassa. Kita memiliki potensi biomassa sebesar 50 000 MW yang tersebar di seluruh wilayah negeri ini. Dari jumlah sebesar ini, baru dimanfaatkan sebesar 313 MW, atau sebesar 0,62 % dari potensi yang ada. Sementara itu, energi baru dan terbarukan yang lain dapat dikatakan belum disentuh.

Semua pihak kelihatannya akan menyetujui upaya diversifikasi sumber energi. Namun, pertanyaan yang sulit dijawab adalah siapa pelopor dan dari mana mulainya. Realitas saat ini menunjukkan bahwa minyak masih merupakan pilihan paling menguntungkan. Karena itu lanjut Rohadi Awaluddin, Peneliti dari Institute of Science and Technology Studies (ISTECS) perubahan pilihan energi tidak dapat dilakukan dalam waktu singkat.

Diperlukan perubahan fasilitas dengan investasi tidak kecil. Perubahan ini, tentunya, disertai resiko yang tidak kecil. Oleh karena itu, upaya diversifikasi sumber energi ini tidak dapat diserahkan kepada pihak swasta sepenuhnya. Untuk memulai upaya diversifikasi sumber energi, pemerintah perlu mengambil inisiatif awal. Ada beberapa langkah yang dapat dilakukan pemerintah untuk memacu upaya ini:
- Menciptakan suasana yang mendukung bagi pengalihan sumber energi dari minyak. Pemerintah dapat memberikan insentif, misalnya berupa keringanan pajak bagi industri pengguna energi selain minyak.. Tingkat pengurangan pajak ini tentunya disesuaikan dengan jenis sumber energi yang digunakan. Insentif tertinggi sebaiknya diberikan kepada pengguna sumber energi dari jenis EBT.
- Langkah percontohan. Bagi para calon pengguna, contoh nyata merupakan faktoryang menentukan. Di negeri dengan tingkat ketidakpastian yang sangat tinggi ini, percontohan dapat dilakukan oleh badan usaha milik negara (BUMN)

Bila melihat perkembangan energi alternatif yang tergolong energi terbarukan, terlihat potensi yang ada, seperti disia-siakan saja. Seperti energi panas bumi, yang saat ini cadangannya mencapai 27.000 MWe (Megawatt of electrical output), baru dipakai sepertiganya, yaitu sebesar 9.000 MWe atau setara dengan listrik sebesar 800 MW.

Cadangan energi dari pembangkit air diperkirakan ada sebesar 75,67 gigawatt. Namun yang dikembangkan baru sebesar 24 gigawatt saja. Beberapa bentuk hambatan yang dibuat pemerintah sendiri, sehingga meminimkan upaya swasta dalam mengembangkan energi alternatif adalah hambatan regulasi, insentif dan perpajakan.

Untuk pengembangan energi alternatif yang terbarukan dibutuhkan regulasi oleh pemerintah. Regulasi yang dibutuhkan berhubungan dengan tata niaga sumber energi dan perangkat hukum sehingga energi alternatif dapat diperdagangkan. Sebagai contoh lanjut sampai saat ini masih ada aturan pemerintah yang melarang swasta memproduksi listrik dan menjual langsung kepada masyarakat.

Jika aturan itu dicabut, lanjut Johannes bukan tidak mungkin pengembang berinisiatif menyediakan daya bagi keperluan usahanya sendiri, sehingga krisis daya yang kini terjadi diberbagai lokasi perumahan bisa teratasi. “Energi alternatif ini memang investasi awalnya besar. Tetapi bagi sebagian pengembang, bukanlah persoalan yang terlalu serius, karena bisa saja hal itu dipaketkan dengan pembiayaan KPR,” lanjutnya.

Malah, bukan tidak mungkin, penggunaan energi alternatif menjadi tagline penjualan sebagian pengembang, sehingga jualannya lebih laris. Perumahan yang gratis iuran listrik seumur hidup! Karena memang rumahnya sudah dipasang tenaga surya.

Tidak ada komentar: