Kamis, 13 November 2008


Standar Legalitas Layak Jual
Supaya Konsumen Lebih Percaya
Lingkup SLLJ hanya terbatas pada legalitas keberadaan dan perijinan berkaitan dengan pembebasan, penguasaan/pemilikan dan pengembangan Produk Properti oleh anggota REI. Lantas bagaimana dengan operasionalisasinya?
Tidak bisa disangkal bahwa salah satu hal yang sering dikeluhkan konsumen melalui surat pembaca diberbagai media nasional adalah persoalan layanan yang diberikan pengembang kepada konsumen. Keluhan yang dilemparkan amatlah beragam. Mulai soal legalitas lahan yang digunakan, spesifikasi bangunan yang tidak sesuai, jadwal serah terima yang molor, sampai pada aspek lingkungan; fasos dan fasumnya.
REI sebagai sebuah lembaga yang mewadahi para pengembang, tidak bisa menutup mata bahwa pada kenyataannya belum semua anggota bekerja secara profesional. Nah, sebagai implementasi dan bentuk dari rasa tanggung jawab untuk meningkatkan profesionalisme anggotanya, REI akan mengeluarkan Sertifikat Legalitas Layak Jual (SLLJ). Rencananya peluncuran SLLJ dilakukan secara resmi pada kegiatan Rakernas di Bali 29-31 Oktober 2008.
Sebetulnya SLLJ ini adalah penyempurnaan dari rencana sertifikasi layak jual yang beberapa tahun lalu pernah disosialisasikan kepada anggota REI. ”Tetapi karena kriteria layak jual itu terlalu luas dan masih menjadi perdebatan, maka REI memulainya dari aspek legalitas dulu,” ujar Djoko Slamet Utomo, Wakil Ketua Umum DPP REI yang juga menjadi ketua tim perumus SLLJ.
Lingkup SLLJ terbatas pada legalitas keberadaan dan perijinan berkaitan dengan pembebasan, penguasaan / pemilikan dan pengembangan produk properti oleh anggota REI. Untuk tahap pertama penerbitan SLLJ, REI hanya menerbitkan sertifikasi untuk produk properti yang termasuk klasifikasi rumah tinggal tunggal dan atau rumah tinggal deret (landed houses), sedangkan untuk klasifikasi yang lain akan diatur kemudian.
Penerbitan SLLJ, lanjut Djoko, tidak mencakup penilaian, dari sisi kemampuan keuangan anggota REI yang menjadi pemohon, atau segala sesuatu yang berkaitan dengan pelaksanaan (realisasi) pembangunan fisik produk properti, ataupun administrasi penjualan dan serah terimanya.
Ketua DPD REI DKI Jakarta yang dimintai komentarnya beberapa waktu lalu, soal rencana penerbitan SLLJ itu secara diplomatis mengaku setuju jika muaranya memang untuk meningkatkan profesionalitas anggota. ”Kami siap melaksanakannya. Tetapi tentu perlu sosialiasi keanggota seperti apa nanti SLLJ tersebut. Kalau soal legalitas saja apakah sudah dianggap cukup. Persyaratan keanggotaankan sudah mencantumkan masalah legalitas tadi. Kami rasa perlu aspek-aspek yang lain,” ujarnya.

Hal yang tidak jauh berbeda dikemukakan oleh Suhardi Basri, Ketua DPD REI Bangka Belitung. Menurutnya kalau SLLJ bisa sebagai tools yang mendukung penjualan, pasti akan diterima anggota. Tetapi yang dipertanyakannya adalah bagaimana cara penerapannya keanggota, karena sampai sekarang dia mengaku belum menerima petunjuk pelaksanaannya.
Operasionalisasi SLLJ
Memang hal yang terpenting dari setiap peluncuran sebuah produk adalah bagaimana produk tersebut akhirnya bisa berjalan di lapangan. Maklum, kebutuhan dan kemampuan di setiap DPD jelas berbeda. Karena itu lanjut Djoko implementasi dari SLLJ ini adalah bagaimana nanti pelaksanaan di lapangan. Ia sudah melihat beberapa DPD telah memasukkan soal standarisasi ini dalam program kerja mereka.
”Artinya memang ada permintaan dan kebutuhan mereka. Tinggal bagaimana nanti penerapannya di lapangan. Soal operasionalisasinya, tentu DPP harus siap dulu, baru nanti DPD-DPD. DPP REI sedang mempersiapkan dan membentuk komisi untuk operasionalisasinya,” terangnya.

Nah, upaya awal yang akan dilakukan DPP REI setelah peluncuran ini adalah memetakan daerah-daerah yang akan dijadikan pilot project penerapan SLLJ. Sementara ini dari pembicaraan lisan beberapa pengurus DPP REI dengan DPD REI, sudah ada beberapa daerah yang bersedia dan meminta untuk dijadikan pilot project. DPD-DPD itu antara lain adalah: Kalimantan Timur, Riau, Jawa Tengah dan Sulawesi Selatan. Siapa menyusul?

BOX

Persyaratan Dasar SLLJ
Persyaratan Dasar yang harus dipenuhi oleh Pemohon untuk memperoleh SLLJ adalah sebagai berikut:
1. Pemohon adalah anggota REI yang masih aktif.
2. Pemohon mengajukan surat permohonan untuk memperoleh SLLJ dengan dilampiri oleh Akta Perusahaan dan Susunan Pemegang Saham, Komisaris, dan Direksi Perusahaan.
3. Pemohon menyerahkan Surat Pernyataan dari Direksi perseroan.
Persyaratan Khusus
Dokumen-dokumen yang harus dipenuhi oleh Pemohon setelah memenuhi Persyaratan Dasar untuk memperoleh SLLJ sebagai berikut:
1. Dokumen Pembebasan Tanah (salah satu):
a. Surat Ijin Peruntukan Tanah.
b. Ijin Prinsip / Ijin Lokasi / Surat Ijin Penunjukan Penggunaan Tanah (SIPPT).
c. Surat Ijin lain yang menyatakan hal keabsahan dan atau kewenangan melakukan pembebasan tanah dimaksud.
2. Dokumen Kepemilikan Atas Tanah (salah satu):
a. Surat Pernyataan Pelepasan Hak (SPPH) yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang berwenang.
b. Surat Keputusan Pemberian Hak (SKPH) yang diterbitkan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN).
c. Surat Ijin lain yang menyatakan hal keabsahan secara hukum (legalitas) tentang pemilikan tanah dimaksud.
3. Dokumen Pengembangan Atas Tanah yaitu Site Plan/Blok Plan yang telah disahkan oleh Pemerintah Daerah yang berwenang.
Kepengurusan Organisasi REI Yang Berwenang Untuk Menerbitkan SLLJ
1. Dewan Pengurus Pusat REI mempunyai kewenangan untuk menerbitkan SLLJ.
2. Untuk pelaksanaannya Dewan Pengurus Pusat REI memberikan Surat Penugasan disertai dengan kewenangannya kepada Dewan Pengurus Daerah REI untuk menerbitkan SLLJ untuk Produk Properti dengan mengikuti batasan-batasan yang ditentukan oleh Dewan Pengurus Pusat REI sebagaimana diatur dalam Pedoman ini, atau perubahan-perubahannya.
3. Untuk melaksanakan monitoring atas pelaksanaan penerbitan SLLJ oleh Dewan Pengurus Daerah REI, Dewan Pengurus Pusat REI membentuk Komisi Monitoring dan Konsultasi SLLJ, selambat-lambatnya 1 (satu) minggu sebelum dikeluarkannya Surat Penugasan dari Dewan Pengurus Pusat REI kepada Dewan Pengurus Daerah REI. Pengurus Komisi Monitoring dan Konsultasi SLLJ setidak-tidaknya terdiri dari satu Ketua, satu Sekretaris dan satu atau lebih Anggota.
4. Setiap kebijakan yang diambil oleh Dewan Pengurus Daerah REI perihal penerbitan SLLJ harus berpedoman kepada Pedoman ini.
Kewenangan Dewan Pengurus Pusat REI
1. Dewan Pengurus Pusat REI mempunyai hak untuk menolak dan mencabut SLLJ yang akan / telah diterbitkan oleh Dewan Pengurus Daerah REI berdasarkan rekomendasi dari Komisi Monitoring dan Konsultasi SLLJ setelah mengadakan pemeriksaan dan pertimbangan ulang atas permintaan tertulis dari Pemohon atau di saat dianggap perlu.
2. Pemohon dapat mengajukan banding kepada Dewan Pengurus Pusat REI cq Komisi Monitoring dan Konsultasi SLLJ, apabila permohonan Pemohon untuk mendapatkan SLLJ ditolak oleh Dewan Pengurus Daerah REI, dengan disertai bukti-bukti yang dianggap oleh Pemohon dapat menjadi dasar bahwa sebenarnya Pemohon berhak mendapatkan SLLJ.
Komisi Penerbitan SLLJ
1. Untuk melaksanakan penerbitan SLLJ Dewan Pengurus Daerah REI membentuk Komisi Penerbitan SLLJ selambat-lambatnya dalam jangka waktu 1 (satu) bulan setelah dikeluarkannya Surat Penugasan dari Dewan Pengurus Pusat REI.
2. Pengurus Komisi Penerbitan SLLJ setidak-tidaknya terdiri dari satu Ketua, satu Sekretaris dan satu atau lebih Anggota Komisi Penerbitan SLLJ (sesuai kebutuhan).
3. Pemilihan dan pengangkatan Komisi Penerbitan SLLJ sebagaimana dimaksud dalam butir 2 di atas ditentukan sepenuhnya oleh Dewan Pengurus Daerah REI.
4. Anggota Komisi Penerbitan SLLJ harus memiliki integritas yang tinggi serta kemampuan yang memadai di bidang usaha properti.
5. Dewan Pengurus Daerah REI harus melaporkan nama-nama pengurus dan atau perubahan nama-nama pengurus Komisi Penerbitan SLLJ kepada Dewan Pengurus Pusat REI selambat-lambatnya dalam jangka waktu 15 (lima belas) hari setelah terbentuk atau digantinya pengurus Komisi Penerbitan SLLJ dimaksud.

Tidak ada komentar: