Jumat, 07 September 2012

Permenpera No 13 dan 14



Beleid Pendongkrak KPR Bersubsidi


Pemerintah mencabut empat Permenpera tentang Pengadaan KPR FLPP dan Menggantinya dengan  Permenpera No 13 dan 14 Tahun 2012. Aturan  baru tersebut melonggarkan aturan penyaluran KPR FLPP


Pertengahan tahun ini Kementerian Perumahan Rakyat (Kemenpera) tampak terus berupaya  menggenjot penyaluran Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) dengan cara merevisi Peraturan Menteri Perumahan Rakyat (Permenpera) No 04, 05, 07 dan 08 Tahun 2012 dan mengganti dengan Permenpera No 13 dan 14.

Dalam peraturan baru ini ada beberapa klausul yang dilonggarkan agar penyaluran FLPP makin mudah.(Llihat tabel). Salah satunya adalah tidak disebutkannya klausul soal aturan uang muka serta kelonggaran Rumah yang PSU nya belum selesai boleh dikucurkan KPR FLPP oleh perbankan.

Dalam Permenpera No 13 dan 14 Tahun 2012 terdapat pasal khusus yang memperbolehkan perbankan mengajukan pencairan kredit ke BLU-PPP untuk KPR FLPP yang disalurkan pada periode Januari-Februari 2012. Bahkan, membuka peluang perbankan mengonversi KPR komersial ke KPR FLPP. Menteri Perumahan Rakyat (Menpera) Djan Faridz menerangkan, keluarnya beleid baru soal penyaluran KPR FLPP berkaca dari persoalan yang ada dilapangan dan hal yang dikeluhkan para pengembang. “Aturan ini kami harapkan bias mendongrak target yang sudah dicanangkan,” harap Djan disela-sela acara penanda tanganan MoU antara Kemenpera dengan Pemkot Palembang tentang bantuan pembangunan rumah murah, awal bulan lalu.

Menpera juga menjanjikan akan ada opsi untuk meningkatkan penyaluran dengan memperpanjang masa tenor KPR FLPP dari 15 tahun menjadi 20 tahun.  “Kami menyadari akibat dari kebijakan ini, likuiditas perbankan akan berkurang, sehingga pemerintah akan naikkan porsi permodalan FLPP. Nanti bisa saja modalnya tidak lagi 50:50, tapi bisa juga 70:30, tetapi itu masih dihitung,” paparnya.

Pemerintah katanya juga  memberikan kelonggaran berupa uang muka yang tidak lagi dipatok sebesar minimal 10% bahkan bisa sekitar 5% hingga tidak memerlukan uang muka. Hal ini dimungkinkan lantaran ada Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) “Ini nanti masuk dalam pelayanan bank penyalur FLPP, sehingga akan terjadi pelayanan yang kompetitif,” janjinya lagi.

Di tempat yang sama, Deputi Pembiayaan Kemenpera Sri Hartoyo mengharapkan dengan berbagai kelonggaran kebijakan tersebut penyerapan FLPP dapat memenuhi target tahun 2012 sebanyak 189.000 unit rumah. Berdasarkan data Badan Layanan Umum Pusat Pembiayaan Perumahan (BLU-PPP) penyerapan FLPP per akhir Juni 2012 baru terealisasi sebesar Rp380 miliar untuk 12.825 unit rumah. Target tersebut dinilai dapat tercapai karena dana FLPP yang ada sebesar Rp7,1 triliun mencukupi untuk membiayai rumah-rumah tersebut.

Sri menambahkan, penyaluran FLPP juga diharapkan bertambah besar karena dalam Permenpera No 13 dan 14 Tahun 2012 terdapat pasal khusus yang memperbolehkan perbankan mengajukan pencairan kredit ke BLU-PPP untuk KPR FLPP yang disalurkan pada periode Januari-Februari 2012. Bahkan, membuka peluang perbankan mengonversi KPR komersial ke KPR FLPP. “Namun, persyaratan berupa minimal pendapatan Rp3,5 juta dan tipe rumah 36 meter persegi dipenuhi,” papar dia.

Pajak Pertambahan Nilai

Sementara itu Menteri Keuangan Agus Martowardojo akhirnya menyetujui pembebasan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk rumah senilai Rp 90 juta sampai Rp 145 juta, sesuai zonasi yang telah ditetapkan kementerian perumahan rakyat.
"Aturan yang sudah jadi itu mengenai pembebasan PPN untuk rumah mulai dari harga Rp 90 juta sampai Rp 145 juta,," ujar Agus Marto, seperti dikutip detik.com.
Menanggapi hal itu REI menegaskan kebijakan penghapusan PPN bagi rumah sederhana yang diuntungkan adalah konsumen atau masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Bagi pengembang, kebijakan ini akan semakin menggerakan sektor properti di segmen rumah sederhana.

"Kalau itu memang benar itu bagus, sesuai dengan kebijakan Kemenpera, sehingga bisa dilaksanakan di lapangan (soal rumah murah sederhana). Jadi kebijakan Kemenpera memang harus dibarengi oleh PPN khusus untuk rumah sederhana. Lebih baik terlambat, daripada tak sama sekali, ini akan membantu masyarakat," kata Ketua Umum DPP REI Setyo Maharso.

Menurut Setyo selama ini MBR harus dikenakan PPN 10% jika membeli rumah di atas Rp 70 juta. Pemerintah hanya menghapus PPN untuk rumah di bawah Rp 70 juta/unit. Ia pun optimistis serapan 100.000 unit rumah sederhana bisa tercapai pada tahun ini. Walaupun pada awalnya targetnya lebih besar dari jumlah tersebut.

"Mudah-mudahan bisa tercapai, target itu bukan berarti mandek, (segmen) komersialnya jalan," katanya.

Kementerian Perumahan Rakyat (Kemenpera) sebelumnya telah mengeluarkan aturan batas maksimal harga rumah sejahtera tapak, antaralain:
  • Wilayah 1 naik dari Rp 70 juta menjadi Rp 88 juta per unit, antara lain di Jawa, Sumatera dan Sulawesi kecuali Jabodetabek dengan ketentuan DP (uang muka) minimal 10%.
  • Wilayah 2 naik dari Rp 70 juta menjadi Rp 95 juta per unit, antara lain di Kalimantan, Maluku, NTB dan NTT dengan ketentuan DP minimal 10%.
  • Wilayah 3 naik dari Rp 70 juta menjadi Rp 145 juta per unit, antara lain di Papua dan Papua Barat, ketentuan minimal DP naik dari 10% menjadi 12,5%.
  • Wilayah khusus naik dari Rp 70 juta Rp 95 juta, antara lain di Jabodetabek, Batam dan Bali minimal ketentuan DP minimal 10%.
Sebelumnya Ketua DPD REI Sumut, Tomi Wistan  mengatakan, realisasi penyerapan rumah FLPP sempat tersendat karena penetapan harga rumah yang hanya sekitar Rp 70 juta. Kondisi ini karena tingginya harga tanah, perizinan dan lain sebagainya. Dengan kenaikan harga rumah menjadi Rp 88 juta per unit, memang sempat membawa pencerahan bagi penjualan rumah namun ini pun masih tersendat oleh penetapan pembayaran PPN yang belum direvisi.

"Kenaikan harga rumah FLPP menjadi Rp 88 juta per unit diperkirakan dapat membantu realisasi penyerapan pembelian rumah sederhana di Indonesia. Namun dengan nilai jual tersebut jika tetap dibebankan PPN tetap saja membuat realisasi tidak bertambah," ujarnya.

Dijelaskannya, dengan PPN yang ditetapkan ditambah harga rumah Rp 88 juta, berarti konsumen harus membayar sekitar Rp 96 juta per unit. Bagi pengembang atau developer ini tidak menjadi masalah, namun untuk konsumen sangat memberatkan dan berimbas pada daya beli yang berkurang.

"Tetap saja penyerapan rumah FLPP rendah baik dengan penetapan harga sebelumnya atau setelah dinaikkan menjadi Rp 88 juta per unit. Kalau pemerintah ingin membantu, ya harus dengan membebaskan PPN sesuai dengan usulan Menteri Perumahan," kata Tomi.

 "Kita menyambut gembiri pembebasan PPN ini, karena akan membantu konsumen memiliki rumah. Karena sampai saat ini kebutuhan rumah sangat besar khususnya rumah sederhana bagi masyarakat berpendapat rendah (MBR)," tutur Tomi.


PERBANDINGAN
PERMENPERA No. 4 & 5 Tahun 2012, PERMENPERA No. 7 & 8 Tahun 2012,
Dan Permenpera No. 13 dan 14 Tahun 2012

No
ITEM
Permenpera No. 4 dan 5
Permenpera No. 7 dan  8
Permenpera No. 13 dan 14
1.
Batas Minimal Luas Lantai
a.       Rumah Tapak:

b.      Rumah Susun:


36 m2

21 m2 – 36 m2


Tetap

28,8 m2 – 36 m2
Dengan ketentuan harga per m2 bangunan Rp6 juta


Tetap

21 m2 – 36 m2
Dengan ketentuan harga per m2 bangunan Rp6 juta
2.
Batas Maksimal Penghasilan
a.       Rumah Tapak
b.      Rumah Sususn


Rp. 3,5 juta/bulan
Rp. 5,5 juta/bulan


Tetap
Tetap


Tetap
Tetap
3.
Batas Maksimal Harga Rumah Sejahtera
a.       Rumah Tapak
1)      Wilayah I
2)      Wilayah II
3)      Wilayah III
4)      Wilayah Khusus

b.      Rumah Susun



 


Rp. 70 juta/unit




Rp. 144 juta/ unit




Rp. 88 juta/unit
Rp. 95 juta/unit
Rp. 145 juta/unit
Rp. 95 juta/unit


Rp. 216 juta/unit




Tetap





Tetap
4.
Batas Minimal Uang Muka KPR
a.       Rumah Tapak
1)      Wilayah I
2)      Wilayah II
3)      Wilayah III
4)      Wilayah Khusus

b.      Rumah Susun



 

10%




12,5%



10%
10%
12,5%
10%


12,5%



Tidak diatur





No
ITEM
Permenpera No. 4 dan 5
Permenpera No. 7 dan  8
Permenpera No. 13 dan 14
5.
Batas Maksimal KPR-FLPP
a.       Rumah Tapak
1)      Wilayah I
2)      Wilayah II
3)      Wilayah III
4)      Wilayah Khusus
b.      Rumah Susun



 

Rp. 63 juta



Rp. 126 juta



Rp. 79.200.000
Rp. 85.500.000
Rp. 126.875.000
Rp. 85.500.000

Rp. 189.000.000



Harga rumah dikurangi uang muka
6.
Batas Maksimal Harga Rumah yang Tidak dikenakan PPN
a.       Rumah Tapak
1)      Wilayah I
2)      Wilayah II
3)      Wilayah III
4)      Wilayah Khusus
b.      Rumah Susun




 

     Sesuai ketentuan PMK
(Rp. 70 juta/unit)


Sesuai ketentuan PMK
(Rp. 144 juta/unit)





Tetap*)



Tetap*)





Tetap*)



Tetap*)
7.
Ketentuan lain-lain:
Rumah yang PSU nya belum selesai 100%
TIdak boleh dilakukan Akad Kredit


Sebagaimana dengan ketentuan, sebagai berikut:
Status tanah dan bangunan yang dapat dibiayai dengan dana FLPP adalah Bangunan telah dilengkapi dengan hal-hal sebagai berikut:
1.       Listirk
2.       Air minum
3.       Jalan dan drainase lingkungan
Boleh AKad kredit dengan ketentuan:


a.       Badan hukum atau orang yang bekerjasama dengan Badan Hukum menyerahkan Surat Ijin Penyambungan dari PLN;
b.      badan jalan sekurang-kurangnya telah dilakukan pengerasan dengan sirtu;
c.       badan saluran/drainase lingkungan sekurang-kurangnya telah tergali;
d.      ada jaminan berupa dana yang ditahan atau bentuk lainnya dari Badan Hukum
Boleh Akad kredit dengan ketentuan:


a.       Orang perseorangan atau Badan Hukum menyerahkan Surat Ijin Penyambungan dari PLN;
b.      badan jalan sekurang-kurangnya telah dilakukan pengerasan dengan sirtu;
c.       badan saluran/drainase lingkungan sekurang-kurangnya telah tergali;
d.      ada jaminan berupa dana yang ditahan atau bentuk lainnya dari Orang perseorangan atau Badan Hukum dengan ketentuan
No
ITEM
Permenpera No. 4 dan 5
Permenpera No. 7 dan  8
Permenpera No. 13 dan 14



atau perseorangan yang bekerjasama dengan Badan Hukum sesuai dengan ketentuan Bank Pelaksana; dan
e.      surat pernyataan dari calon debitur/nasabah menerima kondisi rumah yang sementara belum dilengkapi dengan sarana listrik, prasarana jalan dan saluran lingkungan
Bank Pelaksana; dan
e.      surat pernyataan dari calon debitur/nasabah menerima kondisi rumah yang sementara belum dilengkapi dengan sarana listrik, prasarana jalan dan saluran lingkungan.
8.
Suku Bunga Tertinggi

7,25%
Tetap
Tetap
9.
Ketentuan Peralihan


a.       KPR Sejahtera yang diterbitkan dari tahun 2011 sampai dengan tanggal 7 Februari 2012 dapat dibayar menggunakan skema KPR Sejahtera Tahun 2010;
b.      KPR dan KPR Sejahtera yang diterbitkan tanggal 8 Februari 2012 sampai dengan tanggal 23 Mei 2012 dapat dikonversi ke Peraturan Menteri ini;
10.
Rumah Sejahtera
-          Kepmen 403 Tahun 2002 tentang pedoman teknis pembangunan rumah sejahtera sehat (Rs sehat)
-          Tetap
-          Tetap
-          Peraturan Menpera No. 25 Tahun 2011 Pedoman Penyelenggaraan Perumahan Murah
-          Peraturan Perundang-undangan yang mengatur tentang pedoman teknis pembangunan Rumah Sejahtera.

Catatan:
1.       Wilayah I: Jawa kecuali Jabodetabek, Sumatera kecuali Batam, Bintan, Karimun dan Sulawesi.
2.       Wilayah II: Kalimantan, Kepulauan Maluku, dan Kepulauan Nusa Tenggara.
3.       Wilayah III: Papua dan Papua Barat.
4.       Wilayah Khusus: Jabodetabek, Batam, Bintan, Karimun, dan Bali.



2 komentar:

hindun mengatakan...

kalo rumah tipe 36/90 di hook dgn kelebihan tanah 60 (jd 150m), pembayaran kpr nonsubsidi, akad desember 2011 kena ppn 10% gak ya?

FeyLin mengatakan...

pak hindun..
sepengetahuan saya kan ini hanya soal tipe bangunan saja bukan tanahnya jd kalo luas bangunannya tetap 36, dengan rentang harga sesuai KPR FLPP maka tdk terkena PPN kecuali harga jualnya akibat kelebihan tanah tersebut diluar KPR FLPP maka dikenakan PPN