Di Malaysia WNA Juga Bisa Membeli Rumah Tapak

Dengan regulasi yang tidak rumit, pasti serta diimbangi dengan penegakan hukum yang tegas, Singapura dan Malaysia tak ragu mengikuti langkah Cina, Hongkong, Inggris, USA dan negara besar lain yang menjual produk propertinya ke orang asing. Hasilnya, selain memperoleh keuntungan finansial, citra negara-negara tersebut d mata kalangan investor pemilik modal juga bagus.

Dari sisi luas negara,  Singapura atau Malaysia jelas tak sebanding dengan Indonesia. Tapi kedua negara tersebut tidak ragu dan takut membuka keran hak kepemilikan properti ke konsumen asing. Bahkan Singapura yang luasnya masih kalah dibanding Bogor, justru berani memberi label “hak milik” alias freehold bagi konsumen yang mau membeli unit properti.

Tetapi tidak serampangan, Pemerintah Singapura tegas melarang penjualan properti residensial berlabel low cost housing bagi konsumen asing. Jangankan asing, warga Singapura tidak bisa sembarangan memiliki hunian murah. Langkah ini dimaksudkan agar hunian murah di negara Singa itu jatuh ke tangan berhak. Bahkan Pemerintah Singapura mengucurkan subsidi bagi masyarakat yang tidak mampu membeli hunian.

Hasilnya, penyediaan hunian murah tak terganggu oleh lonjakan harga properti komersial. Salah satu cara pemerintah Singapura mengendalikan harga properti adalah menguasai lahan dan pajak tinggi untuk properti komersial.

Semua lahan di negara itu dikuasai Pemerintah. Bahkan peruntukan semua lahan juga sudah jelas dan tercantum secara transparan yang diatur kepemiikannya oleh Urban Redeverlopment Autority (URA). Dari lembaga yang yang berada di bawah kendali Minister National of Development.

Sehingga pengembang juga tidak bisa seenaknya menguasai lahan dan membangun semau-maunya. Tak ada cerita sogok menyogok agar pengembang bisa menguasai suatu lahan untuk membangun proyek properti. Namun kalaupun sudah ada bangunan di sana, maka Pemerintah akan mengganti biaya pemilik unit hunian. Bahkan, tak tanggung-tanggung, pemerintah mengganti kerugian pemilik unit hunian sampai empat kali lipat dari harga hunian tersebut. Hal itulah yang dikupas pada edisi bulan lalu.

Lalu Bagaimana Dengan Malaysia?

Sejak lama Pemerintah Malaysia membuka keran hak kepemilikan properti bagi konsumen asing. Namun Malaysia tak sembarangan mengizinkan konsumen asing membeli produk properti komersialnya. Caranya, setiap orang asing yang ingin membeli unit properti komersial di negara itu, harus menitipkan deposit dana. Itupun setelah unit yang dibelinya sudah dibayar lunas.

"Asing bisa miliki, sifatnya permanent household," kata General Manager Property Division (South) SP Setia Bhd Group, Hoe Mee Ling, kepada wartwan dan sejumlah pengurus DPP dan DPD REI dalam rangka studi kepemilikan asing di negara tersebut. Hal inilah yang membedakan dengan Singapura dimana terdapat masa berlaku hak milik maksimal 99 tahun.

Untuk mencegah terjadinya gesekan dengan warga lokal, pemerintah Malaysia membatasi batasan harga maksimal RM 500 ribu bagi asing membeli properti. Tidak hanya harga, jumlah unit yang berhak dibeli asing juga dibatasi. Pada setiap proyek, ada batas tertentu antara 20%-50%.

Untuk segmen porperti kelas atas presentase pemilikan asing lebih tinggi. Format pembelian melalui KPR juga dibuka luas oleh perbankan. Asing bisa meminjam dana (Loan to Value) hingga 70%. Suku bunga KPR relatif lebih rendah, 5%-6%.

"Di sini asing bebas membeli properti dengan status hak milik, tapi kami memberikan batasan kuota untuk mereka, misalkan 20-40 persen," kata Hoe Mee Ling.
Sementara itu, pajak (stamp duty) yang dikenakan kepada orang asing mencapai RM10 ribu, berlaku untuk pembelian kondominium maupun landed house.

"Dulu pajak yang pemerintah berlakukan untuk asing sebesar 100 persen, tapi sekarang sudah diturunkan menjadi 10 persen saja," tambah Hoe.

Menurutnya, pembeli asing banyak berasal dari Singapura, China, Indonesia, dan negara lainnya. Harga terendah dari rumah yang dibeli sebesar RM500 ribu. "Jika mereka ingin membeli properti lebih dari satu unit juga bisa, tapi syaratnya melapor lagi dan mendapatkan izin baru. Rumah tersebut pun bisa diwariskan kalau di sini, kalau di Singapura kan tidak bisa," papar Mee Ling.

Sementara itu, Sekjen International Real Estate Federation (FIABCI) untuk Asia Pasifik, Rusmin Lawin mengatakan, peraturan kepemilikan asing di Malaysia dapat dicontoh pemerintah Indonesia.

"Untuk asing membeli properti di Malaysia memang lebih enak, karena bisa juga dibeli rumah tapak, tidak hanya high rise. Batasan perumahan boleh lah. Kita juga bisa batasi harga dan kuotanya. Kaum ekspatriat di Indonesia kan punya uang dan kerja, jadi mereka bisa jadi pasar yang potensial," kata Rusmin di sela-sela Media Group Property Visit di Johor Baru, Malaysia.

Kebijakan ini terbukti berhasil diterapkan di Singapura. Sejak diterapkan pada 1972, kebijakan ini menghasilkan pundi-pundi uang untuk negara kecil tersebut. Hal tersebut dikatakan salah satu agen real estat di Singapura, Institut of Estat Agents (IEA) Singapore.

"Pemilik asing (foreigner) diberi kemudahan untuk membeli properti. Tentu saja itu mudah, sebab orang membeli di kami otomatis uang masuk terus. Dan negara yang kecil seperti Singapura ini tentu membutuhkan modal besar yang bersumber dari luar. Maka tak heran jika sektor properti, memberi kontribusi sekira 17 persen pada pendapatan per kapita (GDP) Singapura," ujar Assistant Honorary Treasurer IEA Subash Chandran Pillay di kantornya, di HBD Hub Singapura.

Kawasan Iskandar

Malaysia menyiapkan kawasan terpadu baru untuk mengakomodir orang Singapura untuk berinvestasi yang terletak di Johor Bahru. Layaknya Batam, proyek yang diberi nama Iskandar Development menjadi surga investasi baru dengan penawaran iklim investasi terbuka.

Iskandar Development Region sengaja diciptakan sebagai koridor pengembangan utama di wilayah Selatan. Awalnya proyek ini dikelola oleh Iskandar Development Authority (IRDA).
Proyek Iskandar mencakup 2.217 km persegi, mulai dari kota Johor Bahru dan wilayah sekitarnya yakni Pontian, Senai, Pasir Gudang dan pembangunan ibukota pemerintahan baru di Nusajaya. Banyak pengembang swasta yang terlibat, salah satunya SP Setia Bhd Group yang menggarap kompleks perumahan mewah Setia Eco Gardens dan Setia Business Park.

General Manager Property Division (South) SP Setia Bhd, Hoe Mee Ling mengaku, pendirian Eco Gardens dan Business Park bertujuan meningkatkan investasi di selatan Malaysia. Target utamanya pemodal asal Singapura. "Singapura banyak masuk, berinvestasi karena biaya buruh di sini lebih murah dibandingkan di sana. Untuk masuk Malaysia, ada kartu khusus, hingga tidak perlu dokumen paspor," paparnya.