Beleid Pendongkrak KPR Bersubsidi
Pemerintah mencabut empat Permenpera tentang Pengadaan
KPR FLPP dan Menggantinya dengan
Permenpera No 13 dan 14 Tahun 2012. Aturan baru tersebut melonggarkan aturan penyaluran
KPR FLPP
Pertengahan tahun
ini Kementerian Perumahan Rakyat (Kemenpera) tampak terus berupaya menggenjot penyaluran Fasilitas Likuiditas
Pembiayaan Perumahan (FLPP) dengan cara merevisi Peraturan Menteri Perumahan
Rakyat (Permenpera) No 04, 05, 07 dan 08 Tahun 2012 dan mengganti dengan
Permenpera No 13 dan 14.
Dalam peraturan baru
ini ada beberapa klausul yang dilonggarkan agar penyaluran FLPP makin mudah.(Llihat
tabel). Salah satunya adalah tidak disebutkannya klausul soal aturan uang muka
serta kelonggaran Rumah yang PSU nya belum selesai boleh dikucurkan KPR FLPP
oleh perbankan.
Dalam Permenpera
No 13 dan 14 Tahun 2012 terdapat pasal khusus yang memperbolehkan perbankan
mengajukan pencairan kredit ke BLU-PPP untuk KPR FLPP yang disalurkan pada
periode Januari-Februari 2012. Bahkan, membuka peluang perbankan mengonversi
KPR komersial ke KPR FLPP. Menteri Perumahan
Rakyat (Menpera) Djan Faridz menerangkan, keluarnya beleid baru soal penyaluran
KPR FLPP berkaca dari persoalan yang ada dilapangan dan hal yang dikeluhkan
para pengembang. “Aturan ini kami harapkan bias mendongrak target yang sudah
dicanangkan,” harap Djan disela-sela acara penanda tanganan MoU antara
Kemenpera dengan Pemkot Palembang tentang bantuan pembangunan rumah murah, awal
bulan lalu.
Menpera juga
menjanjikan akan ada opsi untuk meningkatkan penyaluran dengan memperpanjang
masa tenor KPR FLPP dari 15 tahun menjadi 20 tahun. “Kami menyadari akibat dari kebijakan ini,
likuiditas perbankan akan berkurang, sehingga pemerintah akan naikkan porsi
permodalan FLPP. Nanti bisa saja modalnya tidak lagi 50:50, tapi bisa juga
70:30, tetapi itu masih dihitung,” paparnya.
Pemerintah katanya
juga memberikan kelonggaran berupa uang
muka yang tidak lagi dipatok sebesar minimal 10% bahkan bisa sekitar 5% hingga
tidak memerlukan uang muka. Hal ini dimungkinkan lantaran ada Lembaga Penjamin
Simpanan (LPS) “Ini nanti masuk dalam pelayanan bank penyalur FLPP, sehingga
akan terjadi pelayanan yang kompetitif,” janjinya lagi.
Di tempat yang
sama, Deputi Pembiayaan Kemenpera Sri Hartoyo mengharapkan dengan berbagai
kelonggaran kebijakan tersebut penyerapan FLPP dapat memenuhi target tahun 2012
sebanyak 189.000 unit rumah. Berdasarkan data Badan Layanan Umum Pusat
Pembiayaan Perumahan (BLU-PPP) penyerapan FLPP per akhir Juni 2012 baru
terealisasi sebesar Rp380 miliar untuk 12.825 unit rumah. Target tersebut
dinilai dapat tercapai karena dana FLPP yang ada sebesar Rp7,1 triliun
mencukupi untuk membiayai rumah-rumah tersebut.
Sri menambahkan,
penyaluran FLPP juga diharapkan bertambah besar karena dalam Permenpera No 13
dan 14 Tahun 2012 terdapat pasal khusus yang memperbolehkan perbankan
mengajukan pencairan kredit ke BLU-PPP untuk KPR FLPP yang disalurkan pada
periode Januari-Februari 2012. Bahkan, membuka peluang perbankan mengonversi
KPR komersial ke KPR FLPP. “Namun, persyaratan berupa minimal pendapatan Rp3,5
juta dan tipe rumah 36 meter persegi dipenuhi,” papar dia.
Pajak Pertambahan Nilai
Sementara itu Menteri Keuangan Agus Martowardojo akhirnya menyetujui
pembebasan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk rumah senilai Rp 90 juta sampai
Rp 145 juta, sesuai zonasi yang telah ditetapkan kementerian perumahan rakyat.
"Aturan yang sudah jadi itu mengenai pembebasan PPN untuk rumah mulai
dari harga Rp 90 juta sampai Rp 145 juta,," ujar Agus Marto, seperti
dikutip detik.com.
Menanggapi
hal itu REI menegaskan kebijakan penghapusan PPN bagi rumah sederhana yang
diuntungkan adalah konsumen atau masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Bagi
pengembang, kebijakan ini akan semakin menggerakan sektor properti di segmen
rumah sederhana.
"Kalau itu memang benar itu bagus, sesuai dengan kebijakan Kemenpera, sehingga bisa dilaksanakan di lapangan (soal rumah murah sederhana). Jadi kebijakan Kemenpera memang harus dibarengi oleh PPN khusus untuk rumah sederhana. Lebih baik terlambat, daripada tak sama sekali, ini akan membantu masyarakat," kata Ketua Umum DPP REI Setyo Maharso.
"Kalau itu memang benar itu bagus, sesuai dengan kebijakan Kemenpera, sehingga bisa dilaksanakan di lapangan (soal rumah murah sederhana). Jadi kebijakan Kemenpera memang harus dibarengi oleh PPN khusus untuk rumah sederhana. Lebih baik terlambat, daripada tak sama sekali, ini akan membantu masyarakat," kata Ketua Umum DPP REI Setyo Maharso.
Menurut Setyo selama ini MBR harus dikenakan PPN 10% jika membeli rumah di atas Rp 70 juta. Pemerintah hanya menghapus PPN untuk rumah di bawah Rp 70 juta/unit. Ia pun optimistis serapan 100.000 unit rumah sederhana bisa tercapai pada tahun ini. Walaupun pada awalnya targetnya lebih besar dari jumlah tersebut.
"Mudah-mudahan bisa tercapai, target itu bukan berarti mandek, (segmen) komersialnya jalan," katanya.
Kementerian Perumahan Rakyat (Kemenpera) sebelumnya telah mengeluarkan aturan batas maksimal harga rumah sejahtera tapak, antaralain:
- Wilayah
1 naik dari Rp 70 juta menjadi Rp 88 juta per unit, antara lain di Jawa,
Sumatera dan Sulawesi kecuali Jabodetabek dengan ketentuan DP (uang muka)
minimal 10%.
- Wilayah
2 naik dari Rp 70 juta menjadi Rp 95 juta per unit, antara lain di Kalimantan,
Maluku, NTB dan NTT dengan ketentuan DP minimal 10%.
- Wilayah
3 naik dari Rp 70 juta menjadi Rp 145 juta per unit, antara lain di Papua
dan Papua Barat, ketentuan minimal DP naik dari 10% menjadi 12,5%.
- Wilayah
khusus naik dari Rp 70 juta Rp 95 juta, antara lain di Jabodetabek, Batam
dan Bali minimal ketentuan DP minimal 10%.
Sebelumnya Ketua DPD REI Sumut, Tomi Wistan mengatakan, realisasi penyerapan rumah FLPP
sempat tersendat karena penetapan harga rumah yang hanya sekitar Rp 70 juta.
Kondisi ini karena tingginya harga tanah, perizinan dan lain sebagainya. Dengan
kenaikan harga rumah menjadi Rp 88 juta per unit, memang sempat membawa
pencerahan bagi penjualan rumah namun ini pun masih tersendat oleh penetapan
pembayaran PPN yang belum direvisi.
"Kenaikan harga rumah FLPP menjadi Rp 88 juta per unit diperkirakan dapat membantu realisasi penyerapan pembelian rumah sederhana di Indonesia. Namun dengan nilai jual tersebut jika tetap dibebankan PPN tetap saja membuat realisasi tidak bertambah," ujarnya.
"Kenaikan harga rumah FLPP menjadi Rp 88 juta per unit diperkirakan dapat membantu realisasi penyerapan pembelian rumah sederhana di Indonesia. Namun dengan nilai jual tersebut jika tetap dibebankan PPN tetap saja membuat realisasi tidak bertambah," ujarnya.
Dijelaskannya, dengan PPN yang ditetapkan ditambah harga rumah Rp 88 juta, berarti konsumen harus membayar sekitar Rp 96 juta per unit. Bagi pengembang atau developer ini tidak menjadi masalah, namun untuk konsumen sangat memberatkan dan berimbas pada daya beli yang berkurang.
"Tetap saja penyerapan rumah FLPP rendah baik dengan penetapan harga sebelumnya atau setelah dinaikkan menjadi Rp 88 juta per unit. Kalau pemerintah ingin membantu, ya harus dengan membebaskan PPN sesuai dengan usulan Menteri Perumahan," kata Tomi.
"Kita menyambut gembiri pembebasan PPN ini, karena akan membantu konsumen memiliki rumah. Karena sampai saat ini kebutuhan rumah sangat besar khususnya rumah sederhana bagi masyarakat berpendapat rendah (MBR)," tutur Tomi.
PERBANDINGAN
PERMENPERA No. 4 & 5 Tahun 2012, PERMENPERA No. 7
& 8 Tahun 2012,
Dan Permenpera No. 13 dan 14 Tahun 2012
No
|
ITEM
|
Permenpera
No. 4 dan 5
|
Permenpera
No. 7 dan 8
|
Permenpera
No. 13 dan 14
|
1.
|
Batas
Minimal Luas Lantai
a.
Rumah Tapak:
b.
Rumah Susun:
|
36
m2
21
m2
– 36 m2
|
Tetap
28,8
m2 – 36 m2
Dengan
ketentuan harga per m2 bangunan Rp6 juta
|
Tetap
21 m2 – 36 m2
Dengan ketentuan harga per m2 bangunan
Rp6 juta
|
2.
|
Batas
Maksimal Penghasilan
a.
Rumah Tapak
b.
Rumah Sususn
|
Rp.
3,5 juta/bulan
Rp.
5,5 juta/bulan
|
Tetap
Tetap
|
Tetap
Tetap
|
3.
|
Batas
Maksimal Harga Rumah Sejahtera
a.
Rumah Tapak
1)
Wilayah I
2)
Wilayah II
3)
Wilayah III
4)
Wilayah Khusus
b.
Rumah Susun
|
Rp.
70 juta/unit
Rp.
144 juta/ unit
|
Rp.
88 juta/unit
Rp.
95 juta/unit
Rp.
145 juta/unit
Rp.
95 juta/unit
Rp.
216 juta/unit
|
Tetap
Tetap
|
4.
|
Batas
Minimal Uang Muka KPR
a.
Rumah Tapak
1)
Wilayah I
2)
Wilayah II
3)
Wilayah III
4)
Wilayah Khusus
b.
Rumah Susun
|
10%
12,5%
|
10%
10%
12,5%
10%
12,5%
|
Tidak
diatur
|
No
|
ITEM
|
Permenpera
No. 4 dan 5
|
Permenpera
No. 7 dan 8
|
Permenpera
No. 13 dan 14
|
5.
|
Batas
Maksimal KPR-FLPP
a.
Rumah Tapak
1)
Wilayah I
2)
Wilayah II
3)
Wilayah III
4)
Wilayah Khusus
b.
Rumah Susun
|
Rp.
63 juta
Rp.
126 juta
|
Rp.
79.200.000
Rp.
85.500.000
Rp.
126.875.000
Rp.
85.500.000
Rp.
189.000.000
|
Harga
rumah dikurangi uang muka
|
6.
|
Batas
Maksimal Harga Rumah yang Tidak dikenakan PPN
a.
Rumah Tapak
1)
Wilayah I
2)
Wilayah II
3)
Wilayah III
4)
Wilayah Khusus
b.
Rumah Susun
|
Sesuai ketentuan PMK
(Rp.
70 juta/unit)
Sesuai
ketentuan PMK
(Rp.
144 juta/unit)
|
Tetap*)
Tetap*)
|
Tetap*)
Tetap*)
|
7.
|
Ketentuan lain-lain:
Rumah yang PSU nya belum selesai 100%
|
TIdak boleh dilakukan Akad Kredit
Sebagaimana dengan ketentuan, sebagai
berikut:
Status tanah dan bangunan yang dapat
dibiayai dengan dana FLPP adalah Bangunan telah dilengkapi dengan hal-hal
sebagai berikut:
1.
Listirk
2.
Air minum
3.
Jalan dan drainase lingkungan
|
Boleh AKad kredit dengan ketentuan:
a.
Badan hukum atau orang yang bekerjasama dengan
Badan Hukum menyerahkan Surat Ijin Penyambungan dari PLN;
b.
badan jalan sekurang-kurangnya telah dilakukan
pengerasan dengan sirtu;
c.
badan saluran/drainase lingkungan
sekurang-kurangnya telah tergali;
d.
ada jaminan berupa dana yang ditahan atau
bentuk lainnya dari Badan Hukum
|
Boleh Akad kredit dengan ketentuan:
a.
Orang perseorangan atau Badan Hukum
menyerahkan Surat Ijin Penyambungan dari PLN;
b.
badan jalan sekurang-kurangnya telah dilakukan
pengerasan dengan sirtu;
c.
badan saluran/drainase lingkungan
sekurang-kurangnya telah tergali;
d.
ada jaminan berupa dana yang ditahan atau
bentuk lainnya dari Orang perseorangan atau Badan Hukum dengan ketentuan
|
No
|
ITEM
|
Permenpera
No. 4 dan 5
|
Permenpera
No. 7 dan 8
|
Permenpera
No. 13 dan 14
|
|
|
|
atau
perseorangan yang bekerjasama dengan Badan Hukum sesuai dengan ketentuan Bank
Pelaksana; dan
e.
surat pernyataan dari calon debitur/nasabah
menerima kondisi rumah yang sementara belum dilengkapi dengan sarana listrik,
prasarana jalan dan saluran lingkungan
|
Bank Pelaksana;
dan
e.
surat pernyataan dari calon debitur/nasabah
menerima kondisi rumah yang sementara belum dilengkapi dengan sarana listrik,
prasarana jalan dan saluran lingkungan.
|
8.
|
Suku
Bunga Tertinggi
|
7,25%
|
Tetap
|
Tetap
|
9.
|
Ketentuan
Peralihan
|
|
|
a.
KPR Sejahtera yang diterbitkan dari tahun 2011
sampai dengan tanggal 7 Februari 2012 dapat dibayar menggunakan skema KPR
Sejahtera Tahun 2010;
b.
KPR dan KPR Sejahtera yang diterbitkan tanggal
8 Februari 2012 sampai dengan tanggal 23 Mei 2012 dapat dikonversi ke
Peraturan Menteri ini;
|
10.
|
Rumah
Sejahtera
|
-
Kepmen 403 Tahun 2002 tentang pedoman teknis
pembangunan rumah sejahtera sehat (Rs sehat)
|
-
Tetap
|
-
Tetap
-
Peraturan Menpera No. 25 Tahun 2011 Pedoman
Penyelenggaraan Perumahan Murah
-
Peraturan Perundang-undangan yang mengatur tentang
pedoman teknis pembangunan Rumah Sejahtera.
|
Catatan:
1.
Wilayah I: Jawa kecuali Jabodetabek, Sumatera
kecuali Batam, Bintan, Karimun dan Sulawesi.
2.
Wilayah II: Kalimantan, Kepulauan Maluku, dan
Kepulauan Nusa Tenggara.
3.
Wilayah III: Papua dan Papua Barat.
4.
Wilayah Khusus: Jabodetabek, Batam, Bintan,
Karimun, dan Bali.
2 komentar:
kalo rumah tipe 36/90 di hook dgn kelebihan tanah 60 (jd 150m), pembayaran kpr nonsubsidi, akad desember 2011 kena ppn 10% gak ya?
pak hindun..
sepengetahuan saya kan ini hanya soal tipe bangunan saja bukan tanahnya jd kalo luas bangunannya tetap 36, dengan rentang harga sesuai KPR FLPP maka tdk terkena PPN kecuali harga jualnya akibat kelebihan tanah tersebut diluar KPR FLPP maka dikenakan PPN
Posting Komentar