Selasa, 29 Juli 2008

Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo

Menuju Rumah Sakit Berkelas Internasional

Pengembangan berbagai fasilitas terpadu dengan dukungan peralatan modern dan SDM handal merupakan wujud komitmen RSCM menjadi rumah sakit bertaraf internasional.

Rumah Sakit Umum Pusat Nasional (RSUPN) Dr.Cipto Mangunkusumo atau masyarakat sering menyebutnya dengan singkatan RSCM, merupakan rumah sakit pertama dan tertua di Indonesia. Dr.Tjipto Mangunkusumo yang namanya kemudian diabadikan menjadi nama rumah sakit itu, adalah pelopor berdirinya RSCM.

Keberadaan RSCM, tentunya tidak bisa dilepaskan dari sejarah Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Perkembangan kedua instansi itu saling tergantung dan saling mengisi satu sama lain. Pada tahun 1896, Dr H. Roll ditunjuk sebagai pimpinan pendidikan kedokteran di Batavia (Jakarta)—saat itu laboratorium dan sekolah Dokter Jawa masih berada pada satu pimpinan.

Kemudian tahun 1910, Sekolah Dokter Jawa diubah menjadi STOVIA, cikal bakal Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Pada tanggal 19 November 1919 didirikan CBZ (Centrale Burgelijke Ziekenhuis) yang disatukan dengan STOVIA. Sejak saat itu penyelenggaraan pendidikan dan pelayanan kedokteran semakin maju dan berkembang fasilitas pelayanan kedokteran spesialistik bagi masyarakat luas.

Bulan Maret 1942, saat Indonesia diduduki Jepang, CBZ dijadikan rumah sakit perguruan tinggi (Ika Daigaku Byongin). Pada tahun 1945, CBZ diubah namanya menjadi “ Rumah Sakit Oemoem Negeri (RSON). Tahun 1950, RSON berubah nama menjadi Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP). Pada Tanggal 17 Agustus 1964, Menteri Kesehatan Prof. Dr Satrio meresmikan RSUP menjadi Rumah Sakit Tjipto Mangunkusumo (RSTM), sejalan dengan perkembangan ejaan baru Bahasa Indonesia, maka diubah menjadi RSCM.

Pada tanggal 13 Juni 1994, sesuai SK Menkes nomor 553/Menkes/SK/VI/1994, berubah namanya menjadi RSUP Nasional Dr Cipto Mangunkusumo. Berdasarkan PP nomor 116 Tahun 2000, tanggal 12 Desember 2000, status RSCM ditetapkan sebagai Perusahaan Jawatan (Perjan). Dalam perkembangan selanjutnya, Perjan RSCM berubah menjadi Badan Layanan Umum, berdasarkan PP Nomor 23 tahun 2005.

Perubahan itu, terang Direktur Utama RSCM, Prof. DR. Dr. Akmal Taher, SpU (K) bertujuan memberikan otonomi dan keleluasaan manajemen untuk mengembangkan pendapatan rumah sakit. ”Dengan status BLU kami mempunyai keleluasaan dan kelonggaran yang lebih untuk mendayagunakan pendapatan yang ada. Tidak hanya itu, masalah penggajian karyawan juga bisa diatur secara lebih proporsional,” paparnya. Dengan status BLU, sisi manajemen, pelayanan, dan sebagainya, arahnya menjadi lebih jelas.

Menjadi World Class Hospital

Untuk mewujudkan visi RSCM menjadi rumah sakit pendidikan yang mandiri dan terkemuka di ASEAN dan Asia Pasifik pada tahun 2010, lanjut Prof.. Akmal, RSCM terus berbenah diri, baik dari sisi kelengkapan sarana dan prarasana penunjang medis dan nonmedis maupun sumber daya manusianya. Salah satunya dengan mengembangkan sistem desentralisasi, yaitu menyatukan departemen pada Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dengan instalasi RSCM jadi departemen medik untuk mengelola sumber daya rumah sakit. Juga dikembangkan sistem remunerasi dengan pemberian insentif kepada pegawai rumah sakit berdasarkan kinerjanya.

RSCM juga terus meningkatkan kemampuannya dengan mengikuti perkembangan teknologi kedokteran dan bekerjasama dengan organisasi profesi di negara maju. Para dokter ahli RSCM mendapat kesempatan untuk belajar di pusat-pusat pendidikan di luar negeri. ”RSCM tetap akan menjadi tempat pendidikan para dokter ahli dari seluruh Indonesia, dan menjadi kiblat perkembangan ilmu kedokteran,” tambahnya.

Prof. Akmal menjelaskan pengembangan pelayanan RSCM selain mengarah pada layanan unggulan dengan menghadirkan pelayanan medik menggunakan alat dan perlengkapan modern dan canggih seperti fasilitas radiologi dan radioterapi, juga dengan mengembangkan pelayanan kesehatan terpadu dari berbagai subdisiplin keilmuan. Seperti: pelayanan jantung terpadu, pelayanan geriatrik terpadu, perawatan luka bakar terpadu dan pelayanan kanker terpadu.

Adapun untuk pengembangan sarana fisik rumah sakit, menurut Dr. Sonar Soni Panigoro, Sp.B-Onk.M.Epid, Direktur Umum & Operasional RSCM, secara bertahap terus ditambah. Selain pembangunan gedung penunjang seperti gedung parkir, dan fasilitas pengolah limbah, dalam dua tahun ke depan, di lahan seluas 12 hektar itu, juga akan dibangun beberapa gedung, baik untuk pasien rawat inap maupun rawat jalan, lengkap dengan fasilitas penunjang medik. ”Sesuai masterplan, konsep pengembangan fisik bangunan RSCM, mengarah pada bangunan yang efisien dan ramah terhadap lingkungan,” jelasnya.

Sebagai contoh, beberapa bulan lalu, telah dibangun Public Wing atau bagian pelayanan publik untuk meningkatkan pelayanan kesehatan masyarakat terutama golongan ekonomi menengah ke bawah yang penggunaannya diresmikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Public Wing adalah gedung rawat inap terpadu A yang merupakan bangunan terintegrasi dari 9 bagian di RSCM, yaitu kebidanan dan kandungan, bedah, bedah saraf, THT, penyakit dalam, anestesi, mata, kulit dan kelamin, dan geriatri. Bangunannya terdiri dari 8 lantai, 169 kamar rawat, dengan total kapasitas 900 tempat tidur. ”Gedung itu merupakan unit rawat inap terbesar di Indonesia saat ini,” lanjutnya.

Sebagai bagian dari rumah sakit umum pusat nasional, gedung public wing, papar DR. Dr. Tjahjono Darminto Gondhowiardjo, Sp. M(K), Development and Marketing Director RSCM memiliki keunggulan dari aspek kualitas sumber daya manusia baik dokter spesialis, perawat, dan tenaga ahli lainnya. Profesi berbagai disiplin ilmu kedokteran siap melayani pasien dengan kemampuan terbaik yang dimilikinya. Selain itu gedung ini memiliki fasilitas pelayanan laboratorium, farmasi, unit pelayanan gizi, radiologi, ruang operasi, rehabilitasi medik, billing center dan rumah singgah dengan fasilitas 84 kamar tidur.
Pelayanan terpadu ini, lanjut Dr. Tjahjono juga didukung oleh manajemen rumah sakit yang berbasis komputerisasi. Manajemen klinik maupun finansial pelayanan pasien dirangkum dalam satu kesatuan sistem informasi terintegrasi yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan. ” Keberadaan fasilitas terpadu di gedung itu merupakan satu wujud komitmen peningkatan mutu pelayanan rawat inap dengan pelayanan yang terstandarisasi bertaraf internasional. Hal ini merupakan salah satu langkah untuk merealisasikan RSCM berkembang menjadi World Class Hospital,” lanjutnya.

Selain itu guna mewujudkan visi RSCM menjadi rumah sakit terkemuka di Asia Pacifik, sebelum 2010 juga akan dibangun International Wing. ”Wujudnya berupa gedung 7 lantai dengan 392 tempat tidur. Gedung ini akan menampung pasien kelas I, VIP dan VVIP. Di dalamnya juga akan dibangun fasilitas penunjang, seperti: fasilitas rawat jalan, diagnostik dan intervensi,” ungkap Dr. Sonar.

Tujuan pengembangan Internasional Wing menurut Dr. Tjahjono, adalah untuk meningkatkan kinerja rumah sakit baik dari sisi pelayanan maupun ekonomi dan finansial. ”Gedung itu dibangun untuk meningkatkan daya saing dengan rumah sakit luar negeri dan menampung kebutuhan sebagian masyarakat akan rumah sakit dengan fasilitas yang jauh lebih baik,” jelasnya. Diharapkan keberadaan fasilitas Internasional Wing mampu mengurangi animo masyarakat Indonesia yang memiliki uang lebih berobat ke luar negeri.

Di samping itu pada tahap selanjutnya, juga akan dikembangkan Central Medical Unit tahap II, sebagai pusat sarana diagnostik dan intervensi yang infratsrukturnya ditunjang oleh ilmu kedokteran mutakhir dan program pelatihan. Layanan yang dikembangkan lanjut Dr. Tjahjono, adalah pelayanan terpadu ICU, ICCU, pelayanan hemodialisa, bedah central, endoskopi, dan pelayanan rawat jalan superspesialistik termoderen.

Dengan konsep layanan yang telah dikembangkan di atas, RSCM berharap menjadi salah satu rumah sakit pendidikan yang mandiri dan terkemuka di dunia.







Tidak ada komentar: